news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cerita Pesugihan Gunung Kemukus: Temanku Meninggal saat Ritual

Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 18:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gunung (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gunung (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Selesai sudah perjuanganku membangun usaha yang aku impikan sejak kecil. Sore ini, aku dan rekan kerja sekaligus sahabat terbaikku, Rena terduduk lemas di ruang kantor. Kami berdua pasrah dengan berakhirnya rintisan usaha sepatu lokal karena penjualan yang tak kunjung mendapat untung.
ADVERTISEMENT
Kami kelabakan menggaji karyawan karena itu. Pada akhirnya, kami memutuskan untuk menutup usaha ini. Lagipula, siapa yang peduli dengan merek sepatu lokal di tengah pandemi? Orang hanya peduli dengan kesehatan dan kebutuhan makanan dalam situasi seperti ini.
“Nad, gak papa. Kita masih bisa usaha lagi,” kata Rena sambil mengelus punggungku menenangkan.
Aku hanya bisa menghela napas. Kata-kata Rena memang benar. Ini hanyalah satu dari kegagalan yang pada akhirnya akan datang kepada pengusaha kecil-kecilan sepertiku. Tapi, saat ini aku masih belum bisa merelakan usahaku yang jungkir balik aku bangun bersama Rena begitu saja.
Tiba-tiba, mata Rena berbinar-binar. Dia kemudian mengatakan suatu hal kepadaku.
“Nad, ke Sragen yuk! Kita naik gunung,” ajak Rena.
ADVERTISEMENT
“Hah, buat apa naik gunung Ren?” tanyaku.
“Biar lo gak sedih lagi,” jawabnya sambil mengulum senyum.
“Kenapa harus naik gunung dah?” tanyaku heran.
“Gue pernah denger kalo naik gunung yang ini bisa bikin usaha lancar,” katanya.
“Lah, pesugihan dong Ren kalo gitu namanya,” kataku.
“Lagian, kita mau bayar utang-utang kita pake duit apa Nad? Kita udah beneran bangkrut,” katanya.
Kata-kata Rena memang ada benarnya. Aku terlalu terlarut dengan kesedihan sehingga lupa kalau ada utang yang harus kami bayar dari pendanaan perusahaan. Aku tidak punya pilihan lain selain mengiyakan ajakan tersebut.
---
Hari ini, tepat malamnya 1 Suro, aku dan Rena mengendarai mobil dari Jakarta menuju Sragen. Sepanjang perjalanan, aku mencoba bertanya tentang apa yang akan kami lakukan di sana. Namun, Rena tidak mau buka mulut.
ADVERTISEMENT
Alasannya, dia tak ingin aku membatalkan rencana kita. Hmmm, aku akhirnya memilih diam saja. Selama perjalanan itu, aku memutuskan untuk tidur saja.
Tak lama kemudian, kami sampai di tempat tujuan. Namun, aku tak melihat apapun yang berbentuk gunung. Yang ada hanyalah tempat seperti makam keramat yang berbentuk bukit. Aku kemudian memberanikan diri bertanya kepada Rena.
“Ren, mana gunungnya? Kata lo kita mau naik gunung?” tanyaku.
“Ya, ini gunungnya Nad. Gunung Kemukus namanya. Dia emang bukit bukan gunung hehe,” jawab Rena sambil nyengir.
“Terus kita mau ngapain di sini?” tanyaku.
“Udah, ikut gue aja,” jawabnya.
Rena lalu menyeret tanganku untuk bergegas menuju makam tersebut. Namun, alih-alih mengajakku ke makam, Rena malah menemui seorang laki-laki yang berdiri di bawah pohon besar.
ADVERTISEMENT
“Piyambak, Mbak?” tanya laki-laki itu.
“Piyambak, Mas,” jawab Rena.
Aku sama sekali tidak mengerti perkataan mereka. Laki-laki itu kemudian menuntun kami ke sebuah tempat yang mirip penginapan. Di dalamnya, terdapat banyak sekali kamar-kamar. Jadi, Rena mau mengajakku menginap di sini?
“Niki kamare, Mbak. Nanti jam 12 malam langsung saja ke air terjun lewat jalan belakang,” kata laki-laki itu lalu meninggalkan kami berdua di kamar ini.
“Lo ngapain ngajak gue ke penginapan kecil kayak gini Ren?” tanyaku.
“Sssttt. Bukan kaya gitu Nad. Pokoknya sekarang lo mandi yang wangi, terus siap-siap ke air terjun sama gue,” kata Rena.
Ilustrasi air terjun (Foto: Pixabay)
Aku lalu mandi seperti yang dikatakan Rena. Di jalan, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sepertinya juga menginap di tempat itu. Anehnya, dia memandangku genit. Seperti ingin melakukan hal yang aneh-aneh.
ADVERTISEMENT
Aku melengos masuk kamar mandi tanpa menghiraukan lelaki itu. Sehabis mandi, aku langsung kembali menuju kamar. Namun, karena kelelahan, aku malah jatuh tertidur.
---
Tanpa kumengerti, aku tiba-tiba saja sudah berada di dalam sebuah hutan. Anehnya, hutan itu terlihat sangat terang, alih-alih gelap seperti hutan biasanya. Lalu, di tengah hutan itu, ada sebuah cahaya biru yang sangat terang.
Aku yang tidak tahu arah segera menuju tempat tersebut. Sesampainya di sana, aku menemukan pemandangan yang sangat membuatku terkejut. Aku melihat Rena dan orang-orang yang banyak sedang melakukan pesta seks di dalam kubangan air terjun tersebut.
Aku menutup mulutku dengan telapak tanganku karena saking tak kuat dengan apa yang kulihat. Tiba-tiba, tempat itu bergemuruh seperti telah terjadi gempa. Orang-orang itu berlarian karena ketakutan.
ADVERTISEMENT
Dari kejauhan, aku melihat Rena tidak beranjak dari tempatnya. Ia malah berdiri di tengah kubangan air seakan menunggu tanah di atasnya longsor mengenai dirinya.
“Renaaaaa!!” teriakku.
Aku terbangun dari tidurku dengan keringat sekujur tubuh. Sungguh mimpi yang aneh. Saat aku sudah sadar, Rena tidak ada di sebelahku. Ke mana ia pergi? Ah, aku ingat. Semalam laki-laki pemilik tempat ini menyuruhnya untuk pergi ke air terjun di belakang penginapan.
Aku kemudian bergegas menuju tempat itu lewat jalan belakang. Tak kusangka, di belakang tempat ini adalah hutan yang ada di mimpiku tadi. Benar-benar mirip dan nyata. Menuruti instingku, aku kemudian menyusuri hutan itu sesuai rute yang aku ingat dalam mimpi.
Namun, ada yang berbeda kali ini. Ada banyak orang yang berkerubung di dekat air terjun itu. Mereka seperti menggumamkan sesuatu sambil menutupi hidungnya masing-masing. Apa yang terjadi? Karena penasaran, aku menerobos orang-orang itu.
ADVERTISEMENT
Betapa terkejutnya aku ketika mendapati mayat seorang wanita mengambang di tengah kubangan air terjun. Mayat yang telanjang bulat itu menelungkup dan mengeluarkan bau amis.
Dari kejauhan, mayat itu perlahan berbalik dan memperlihatkan wajahnya. Aku menjerit sejadi-jadinya tatkala melihat wajah mayat itu yang ternyata milik sahabatku Rena.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.