Konten dari Pengguna

Cerita Pesugihan: Tali Pocong Berujung Petaka

8 April 2020 17:29 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pocong. Foto: Pinterest
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pocong. Foto: Pinterest
ADVERTISEMENT
Sabeni menelusuri jalan dari tanah merah itu. Gerimis yang masih berlangsung setelah hujan menjadikan tanah merah seperti sekumpulan lintah licin yang menempel di kaki hingga membuatnya beberapa kali terjatuh. Sabeni sama sekali tidak ingin menemui adegan terjatuh dan semacamnya, karena di sebelah kiri dan kanannya adalah kuburan.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan oleh Sabeni di kuburan tersebut tak lepas dari apa yang menimpanya seminggu lalu. Di depan warung sate miliknya, Sabeni terkapar dengan darah yang keluar dari hidung dan mulutnya. Adapaun tak jauh dari dirinya, 2 buah gigi tergeletak dan hampir saja terinjak orang lain yang mencoba membangunkannya.
Beberapa menit sebelumnya, sekelompok penagih utang datang untuk menagih hutang yang menunggak selama 2 bulan. Uang sebesar 5 juta rupiah Sabeni pinjam untuk memperpanjang nafas warung satenya. Masalah terjadi ketika Sabeni tidak mampu melunasi bunga yang membuatnya hutangnya menjadi 3 kali lipat lebih besar.
Alhasil, Sabeni harus rela membayar perpanjangan jatuh tempo dengan luka dan memar di badan dan wajahnya, juga uang hasil 5 porsi sate yang terjual pun diambil paksa oleh penagih utang. Malam itu, ia tak mampu berjualan sehingga ia harus tutup lebih awal.
ADVERTISEMENT
“Ben, kalau nanti lagi mereka dateng, panggil aku aja. Biar kugorok mereka pakai golok peninggalan kakekku,” Ujar Marzuki, sambil menyedot minuman keras yang berada di plastik hitam.
Sabeni dan Marzuki sedang berada di pos ronda untuk sekedar bercakap-cakap penghilang rasa bosan di rumah. Mengingat keduanya masih bujangan dan juga sama-sama menghadapi peliknya nasib sebagai pedagang kaki lima, pos ronda adalah tempat yang cocok untuk berkeluh kesah serta bertukar cerita.
“Coba aja, juk, kalau aku punya uang banyak dengan cara cepat. Aku ingin bebas dari jeratan lintah darat sialan itu. Gak kuat lagi aku,” Keluh Sabeni sambil yang kemudian menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Ada cara, tapi kamu berani apa tidak?” tanya Marzuki dengan wajahnya tiba-tiba serius.
ADVERTISEMENT
“Kamu curi tali pocong pak Syamsudin pas selasa wage. Katanya, tali pocong itu bisa memberikan kamu harta atau minimal kekebalan kalau kamu nanti-nanti disakitin orang.”
“Wah, sinting kamu! Masa iya aku nyuri taling pocong pak Syamsudin. Baru aja seminggu dikuburin. Lagian, tau dari mana kamu soal begituan?”
“Dulu di kampungku, makam-makam baru selalu dijaga oleh hansip ataupun warga setiap selasa wage karena takut ada yang ngambil kain kafannya. Kebetulan aku kenal dengan salah satu orang yang punya, beneran bikin kaya. Tadinya kerjanya di kebun, eh, setelah make tali pocong jadi punya warung kelontong,” Ucap Marzuki antusias.
Mendengar cerita Marzuki, Sabeni mempertimbangkan rencana untuk melepas tali pocong orang lain demi bisa membuatnya bebas dari rantai kemiskinan. Setelah memikirkannya selama 2 hari, Sabeni bertemu lagi dengan Marzuki untuk meminta petunjuk pesugihan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam keadaan celana yang dipenuhi lumpur, Sabeni tiba di hadapan kuburan Syamsudin. Pria paruh baya itu adalah salah satu tetangga Sabeni dan Marzuki. Ia meninggal karena serangan jantung ketika hendak berangkat pergi ke kantor di sebuah pagi.
Ia mematikan lampu senter dan menaruhnya di atas kuburan lain, lalu mulai mencangkul. Setelah memakan waktu 2 jam, akhirnya ia berhadapan dengan mayat Syamsudin. Karena tak kuat melihat mayat berusia satu minggu itu, Sabeni memejamkan mata dan meraba-raba bagian kepala Syamsudin untuk mencari simpul tali pocong lalu melepasnya.
*
“Aku berhasil mengambil tali pocong itu,” ujar Sabeni dengan senyum sumringah sambil menentang sebotol bir.
“Sudah kamu kasih sajen?” tanya Marzuki.
“Sudah.”
Marzuki tak percaya bahwa Sabeni berhasil melakukan pencurian tali pocong. Di pos ronda, mereka bercakap-cakap seputar perjalanan Sabeni untuk mencuri tali pocong itu. Sabeni menceritakannya dengan penuh antusias, adapun Marzuki mendengarkannya dan sesekali menimpalinya. Botol bir tersebut adalah perayaan kecil-kecilan dari keberhasilan Sabeni.
ADVERTISEMENT
Perayaan kecil itu ternyata mendatangkan hal besar. Berkat tali pocong itu, warung sate Sabeni tiba-tiba didatangi banyak pengunjung. Biasanya Sabeni selalu pulang dengan membawa sisa, tapi semua berubah ketika ia memelihara tali pocong itu. Ia tak pernah lagi membawa sisa sate karena selalu saja ada yang bersantap di warungnya dan bahkan rela berdesak-desakan.
Sabeni mampu membeli gerobak baru dan menyediakan lebih banyak tempat duduk, semua itu untuk menarik dan mengakomodir pelanggan-pelanggannya yang semakin banyak. Ia juga berhasil membeli sepeda motor walaupun baru membayar DP saja.
Semua itu terjadi kurang dari 1 bulan dan tetap saja ia pada akhirnya tak mampu untuk melunasi hutang. Bukan karena tidak ada uang. Sabeni ditemukan tewas di rumahnya dengan leher yang tergorok.
ADVERTISEMENT
Di hadapan kuburan Sabeni, Marzuki hanya terdiam, menatap batu nisan kawannya itu. setelah memikirkan kejadian beberapa hari lalu, ia kemudian mengangkat cangkul dan mulai menggali makam Sabeni.
Tulisan ini merupakan reka ulang dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.