Konten dari Pengguna

Cerita soal Jimat Wafak yang Ternyata Tak Ampuh Bawa Keberuntungan

20 Maret 2020 20:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wafak. (Foto: Abdul Latif/kumparan).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wafak. (Foto: Abdul Latif/kumparan).
ADVERTISEMENT
Abi sudah menghabiskan rokok keduanya pagi itu, tapi ia masih saja tetap merasa gerogi. Waktu menunjukkan pukul 9 pagi, masih ada waktu setengah jam untuk Abi menunggu pesanannya yang tak kunjung datang.
ADVERTISEMENT
Hari itu adalah hari di mana Abi dan ratusan orang lainnya akan mengikuti tes untuk masuk ke sebuah universitas swasta terkemuka di kota mereka. Abi mengikuti tes karena universitas swasta ini merupakan satu-satunya jalan keluar bagi Abi agar tidak terjebak di rumah bersama ocehan orang tuanya yang masih tidak terima bahwa anak semata wayangnya gagal masuk universitas negeri.
Abi merasa bersalah akan hal itu. Ia menyesal karena sudah menghabiskan sebagian besar masa sekolahnya untuk main warnet, adapun sisanya adalah pacaran.
Kelalaian Abi kemudian mempengaruhi hasil seleksi masuk perguruan tinggi. Nilainya selama 3 tahun sekolah compang-camping dan jawaban yang ia tulis di lembar jawaban seleksi bersama bolong-bolong. Singkatnya, semua itu hanya menjadi abu yang harus ditelan oleh Abi, tentu saja rasanya pahit.
ADVERTISEMENT
Abi tidak ingin gagal kali ini, oleh karena itu ia mencoba untuk belajar. Di sela-sela waktu belajarnya, ia membuka telepon selulernya dan menemukan sesuatu yang ia rasa dapat membantunya untuk bisa masuk ke perguruan tinggi swasta tersebut.
Tinggal 15 menit sebelum waktu tes. Di seberang gerbang masuk kampus, Abi masih menunggu pesanan yang seharusnya sudah berada di tangannya 20 menit yang lalu. Saat Abi baru baru membakar rokok ketiganya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya. Pintu terbuka dan seorang laki-laki seusia Abi turun dari mobil.
Laki-laki itu memperkenalkan diri sebagai Rama. Ia berasal dari SMA Bunga Karya, SMA Swsta yang dikenal mahal dan diisi oleh anak-anak pejabat daerah, pemilik perkebunan teh atau tambak. Abi menyimpan perasaan jengkal terhadap SMA itu. ia selalu memandang anak-anak orang kaya yang bersekolah di situ dididik dengan kesombongan.
ADVERTISEMENT
Namun berbeda dengan Rama. Kesan pertama Abi terhadap Rama adalah ia merupakan anak yang menyenangkan. Rama mencoba membuka percakapan terlebih dahulu dan terus menerus memberikan pertanyaan, mulai yang bertujuan basa-basi seperti menanyakan asal sekolah, hingga menanyakan persiapan tes yang akan mereka ikuti. Abi hanya mencoba untuk menimpali.
“tinggal lima menit lagi nih, masuk yuk?” tanya Rama.
“Duluan aja, aku lagi nunggu seseorang,” jawab Abi.
Rama mengucapkan “semoga sukses” lalu masuk duluan ke tempat tes berlangsung. Abi membalas dengan kalimat serupa.
Gerbang sudah mulai sepi, beberapa peserta yang baru saja datang langsung berlari kecil karena waktu tes tinggal 3 menit lagi. Abi sudah berkeringat karena khawatir apa yang ia harapkan ternyata tidak sampai kepadanya.
ADVERTISEMENT
Hampir saja Abi menghampiri gerbang, tiba-tiba dari sebelah kiri motor bebek melaju dengan knalpot yang terdengar tidak mengenakan. Pengendara tersebut mengenakan jaket berwarna merah dan celana training berwarna biru, sesuai dengan ciri-ciri dari orang yang Abi tunggu.
“Mas, katanya jam 9 kurang?” tanya Abi dengan nada meninggi.
“Mohon maaf sekali mas atas keterlambatannya. Tadi di jalan macet dan sebelumnya saya harus nganter istri dulu ke tempat kerja. Tapi ini barangnya saya bawa kok, sesuai pesanan,” jawab pria yang ditunggu-tunggu oleh Abi.
Di genggaman Abi terdapat wafak yang ia temukan di salah satu forum jual beli di media sosial ketika ia sedang belajar untuk tes. Wafak tersebut sesuai dengan yang Abi lihat. Bentuknya persegi Panjang dan terbuat dari kulit. Di permukaannya terdapat tulisan-tulisan huruf arab yang Abi sendiri tidak mengerti maksudnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Abi yang saat itu merasa kesulitan dalam memahami materi-materi yang baru dipandanginya selama 10 menit merasa tertarik dengan wafak itu. Ia percaya bahwa wafak dapat mendatangkan keberuntungan.
Testimoni yang diberikan orang-orang juga positif. Jimat itu dikatakan mampu membawa seseorang lolos tes masuk instansi pemerintahan hingga mengantarkannya untuk duduk dan bekerja di perusahaan besar. Karena itu, Abi memutuskan untuk melakukan rtransaksi secara langsung dengan si penjual yang masih duduk di atas motor bebeknya.
“Jadi 300 ribu, mas,” jawab si penjual ketika Abi menyerahkan uang yang sudah disepakati.
“lah, katanya 270 ribu?” tanya Abi kaget.
“uang bensin, mas.” Sambil cengengesan.
Dengan jengkel, Abi memberikan 30 ribu yang ia ambil dari dompet yang berada di saku belakangnya, mengucapkan terima kasih, lalu bergegas pergi ke ruangan tes.
ADVERTISEMENT
Waktu tes baru berjalan 30 menit. Tidak seperti tes-tes sebelumnya, Abi merasa lebih tenang juga merasa percaya diri atas jawaban yang ia pilih di lembar jawaban. Ia berpikir bahwa apa yang terjadi pada dirinya sekarang adalah efek dari wafak yang ia taruh di dalam dompet.
20 soal sudah Abi kerjakan, dan ia memandangi jendela, mencoba memikirkan jawaban untuk soal nomor 21. Saat sedang berpikir, konsentrasinya pecah ketika melihat Rama berjalan di koridor yang terlihat dari jendela. Sambil engan menggendong tas, Rama tidak menunjukkan raut wajah kesulitan ataupun senang.
“Buset, cepet juga,” Abi kaget.
Matahari sudah di atas kepala. Abi bergegas menuju ke tempat parkir yang berada di luar kampus dengan perasaan lega karena berhasil menjawab 130 soal dari 150 soal. Panas yang menyengat membuat Abi menutup kepalanya dengan tas.
ADVERTISEMENT
Saat sedang menyeberangi lapangan, Abi melihat mobil yang berhenti dihadapannya tadi pagi. Ia kemudian sadar bahwa mobil tersebut milik Rama karena ia melihat Rama sedang mengobrol dengan 2 orang pria. Pria pertama berdiri di samping Rama dengan setelan yang rapih sambil menjabat tangan pria kedua yang fotonya Abi lihat terpajang di koridor Gedung tempat ia tes barusan.
Setelah berjabat tangan, pria pertama memberikan sebuah bingkisan ke pria kedua, lalu pamit masuk ke mobil dengan Rama. Abi yang melihat itu tidak memikirkan apapun kecuali betapa bagusnya mobil Rama.
3 minggu setelahnya, Abi duduk di depan laptop dengan perasaan campur aduk. Ia merasa yakin bahwa wafak ini dapat memberikan keberhasilan untuknya sebagaimana testimoni yang diberikan pembeli lain, namun di sisi yang lain, ia khawatir bahwa wafak tersebut tidak mujarab.
ADVERTISEMENT
Ternyata perkiraan Abi benar, Namanya tidak tercantum di daftar peserta yang berhasil lolos tes. Merasa frustasi, ia menghubungi kembali si penjual yang nomornya masih tersimpan.
“Saya tidak pernah menjamin barang tersebut ampuh 100%, harus diimbangi usaha juga,” ucap si penjual di seberang telepon.
Abi tidak berhak untuk meminta uangnya kembali sehingga yang ia lakukan adalah menutup telepon tanpa mengucap salam atau apapun. Ia merasa kecewa karena tabungannya ternyata dipakai untuk pesugihan yang tidak menghasilkan apa-apa.
Ia hanya terdiam di depan laptop dengan perasaan kecewa. Saat memandangi layar laptop, ia melihat nama sebuah nama di daftar peserta yang lolos, yakni Rama. Abi mungkin akan bersikap biasa saja ketika melihat nama Rama masuk ke dalam daftar peserta yang lolos, jika ia tidak mengingat 2 orang pria yang bersama Rama waktu itu: Pria pertama yang pulang bersama Rama setelah memberikan bingksan kepada pihak kedua yang fotonya terpampang di kampus.
ADVERTISEMENT
Amarah Rama memuncak, ia sadar ada yang lebih ampuh dari wafak.