Konten dari Pengguna

Cerita Terjebak di Rumah Paman Gangsar: Aku Bertemu Tuyul Pesugihan

20 November 2020 18:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tuyul (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tuyul (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Dari kursi belakang, aku melihat ayah sedang fokus menyetir. Sementara di sebelahnya, ibu juga fokus memperhatikan ayah yang sedang menyetir. Sedangkan aku duduk di kursi tengah mobil dengan kedua saudaraku, Meli, dan Adit.
ADVERTISEMENT
Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah Paman Gangsar. Ia adalah teman lama ayah saat masih duduk di bangku SMA. Kata ayah, mereka sudah lama tidak berkomunikasi sehingga saat mendengar kabar Paman Gangsar yang sukses, ia langsung mengajak kami untuk menemuinya.
Dengar-dengar, Paman Gangsar dulunya hidup susah. Entah sejak kapan, dirinya dikabarkan sukses dengan pekerjaannya dan punya rumah mewah. Ayah yang mendengar kabar tersebut merasa harus memberikan ucapan selamat yang layak, yaitu dengan mengunjunginya.
Singkat cerita, Paman Gangsar memberikan alamatnya kepada ayah. Sontak, ayah gembira sekali karena akan bertemu teman lamanya. Dan akhirnya, hari ini keluarga kami memutuskan untuk berangkat ke rumah Paman Gangsar.
Bukan apa, semakin dekat jarak yang dilalui mobil kami, semakin tidak enak pula perasaanku. Sepanjang perjalanan, ayah memang hanya mengandalkan lokasi yang dikirimkan ke ponsel ayah. Akan tetapi, banyak yang janggal dari perjalanan yang kami lalui.
ADVERTISEMENT
Pertama, kami tadi sempat terhenti di tengah jalan tol karena mobil tiba-tiba saja mogok. Padahal, ayah sudah memoles mobil tersebut agar bisa tahan di perjalanan jauh. Untung saja, ada penumpang lain yang mau membantu menderek mobil kami sehingga bisa diperbaiki di bengkel.
Setelah menunggu satu jam, mobil kami ternyata bisa digunakan kembali. Tak menunggu lama, ayah menyuruh kami bergegas agar bisa segera sampai di tempat tujuan. Keanehan terjadi lagi ketika Meli muntah-muntah.
Padahal, dia adalah anak paling kuat di antara kami. Dia jarang sekali sakit, apalagi muntah hanya karena mabuk perjalanan. Namun ibu tetap berpikir positif. Ia kemudian memberikan Meli obat anti mabuk perjalanan yang disiapkannya. Dan untungnya, Meli tidak mual lagi setelahnya.
ADVERTISEMENT
Dan sekarang, kami apes lagi. Mobil kami mogok lagi di tengah hutan. Benar sekali, di tengah hutan. Dan anehnya lagi, mana ada rumah di tengah hutan? Aku berusaha bertanya kepada ayah apakah jalan yang dituju itu benar, dia mengatakan kalau tidak ada yang salah dari lokasinya.
Ayah kemudian menghubungi Paman Gangsar untuk menjemputnya di lokas tersebut karena kata ayah, mobil kami mogok hanya berjarak satu kilometer saja dari rumah Paman Gangsar. Tak lama kemudian, Paman Gangsar datang.
Layaknya sahabat yang sudah lama tak bertemu, ayah dan Paman Gangsar berpelukan lama. Aku dan kedua saudaraku lalu bersalaman dengannya. Kemudian, Paman Gangsar mempersilakan kami untuk naik ke mobilnya.
Aku dan Meli kebagian duduk di kursi belakang. Tahu apa yang kulihat? Sebuah keranjang kecil yang berisi kembang-kembangan. Keranjang tersebut lalu aku taruh di bawah karena aku akan menduduki kursinya. Dari situlah, satu per satu keganjilan mulai terjadi.
ADVERTISEMENT
---
Rumah Paman Gangsar memang besar, lebih tepatnya luas sekali, seperti penginapan yang punya banyak kamar. Setelah sampai, kami dijamu di ruang tamu di mana Ayah dan Paman Gangsar mengobrol ngalor ngidul sampai lupa waktu.
Aku dan kedua saudaraku hanya manggut-manggut, terkadang ikutan tertawa, dan lama kelamaan bosan dengan pembicaraan orang dewasa. Aku lalu izin ke kamar mandi untuk buang air. Di perjalanan menuju kamar mandi itu, aku bertemu seorang anak kecil.
Ia berjongkok sendirian di depan televisi. Bisa jadi ini anak Paman Gangsar yang tidak suka bertemu orang lain, apalagi menjamu tamu. Kalau aku bisa seenaknya seperti dia tanpa mendapat marah dari ibu, mungkin aku juga akan melakukannya.
Aku lalu mendekatinya dan mengajak kenalan. Namanya Mawar. Tapi wajahnya agak pucat. Dia juga hanya mengucapkan Mawar saja selama percakapan kami. Aku tiba-tiba kebelet kencing sungguhan. Aku lalu meninggalkannya untuk menuju kamar mandi.
ADVERTISEMENT
Saat aku kembali, anak itu sudah tak ada di depan televisi. Mungkin dia sudah mau menemui orang-orang asing itu? Atau malah justru kembali ke kamarnya? Entahlah. Aku lalu bergabung kembali ke ruang tamu. Di sana, aku berbisik kepada Meli tentang anak yang kutemui tadi.
“Gila ya kamu? Tadi Paman Gangsar bilang kalau anaknya sudah meninggal dua tahun yang lalu,” kata Meli berbisik di telingaku. Deg! Aku terdiam lama. Lalu siapa yang kutemui tadi? Belum selesai aku bertanya-tanya, sosok anak yang kutemui tadi tiba-tiba muncul di belakang Paman Gangsar.
Anak itu kemudian bergelayotan di punggung Paman Gangsar. Dan semacam sudah terbiasa, Paman Gangsar menyambut tubuh anak itu dan menggendongnya di punggung.
ADVERTISEMENT
Aku diam saja menyaksikan hal ini karena sepertinya, semua orang tidak ada yang melihatnya selain aku. Malam itu, aku tidur dengan perasaan yang tak karuan.
---
Keesokan harinya, mobil ayah yang sudah diperbaiki oleh bengkel sudah ada di depan rumah Paman Gangsar. Aku terus-terusan merengek untuk segera pulang karena sudah lama perasaanku tidak enak saat bermalam di rumah ini.
Akhirnya, ayah yang katanya masih kangen dengan sahabatnya itu terpaksa menuruti permintaanku. Kami lalu pamit pulang dan berterima kasih. Selama perjalanan, aku tak kuasa menahan apa yang sudah aku lihat semalam.
“Paman Gangsar pelihara tuyul,” kataku memecah keheningan.
Semua orang terdiam. Ibu kemudian menoleh ke arahku dan berkata, “Iya sayang, ibu juga melihatnya semalam,” katanya. Setelah itu, momen tersebut menjadi sesi kami mencurahkan apa yang selama ini kami pendam ketika berada di rumah itu.
ADVERTISEMENT
Selain tuyul, Meli juga sempat melihat sosok hitam besar di kamar mandi. Ibu sendiri diganggu dengan suara hembusan napas di telinganya saat tidur. Terakhir, ayah melihat sendiri kalau di kamar Paman Gangsar ada sesajen untuk melakukan ritual pesugihan.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.