Ceritaku yang Diincar Jadi Tumbal Pesugihan Warung Bakso Milik Budi

Konten dari Pengguna
17 November 2020 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bakso (Foto: sajiansedap.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bakso (Foto: sajiansedap.id)
ADVERTISEMENT
Ada yang aneh dengan saudara sepupuku, Budi. Setelah menghilang dari rumah selama 5 bulan, ia kembali membawa uang banyak. Anaknya yang jumlahnya tiga itu dibelikan motor masing-masing. Sementara istrinya sekarang sudah bisa pamer gelang emas yang berderet-deret di tangannya.
ADVERTISEMENT
Bukannya iri, hanya saja, setauku Budi orangnya malas bekerja. Saat kuajak ke perusahaan tempatku bekerja, ia menolaknya mentah-mentah. Kukira memang ia ingin membangun bisnis sendiri. Tapi ternyata ia malah mabuk-mabukan dan tidak bertanggung jawab kepada istri dan anaknya.
Akibatnya, ia diusir dari rumah itu. Dan itulah yang terjadi saat ia kembali pulang. Setelah dipikir-pikir lagi, aku tak ingin berprasangka buruk. Mungkin saja Budi benar-benar bertobat dan tetap ingin bersama keluarganya.
Beberapa hari setelah kepulangannya, aku bertemu Budi. Dari percakapan itu, aku menyimpulkan kalau Budi sedang membuka warung makan. Katanya, dia membuka warung bakso saat diusir istrinya. Sekarang, dia mau membuka cabang di dekat rumahnya.
Hari pertama dibuka, warung itu langsung ramai pembeli. Bahkan, porsi bakso yang dijual sudah ludes lima jam setelah dibuka. Karena penasaran, aku berencana untuk mencicipi bakso buatan Budi lain kali.
ADVERTISEMENT
Namun, rencanaku itu tertahan oleh kematian salah satu anak Budi secara tiba-tiba. Akibatnya, warung bakso Budi tutup sementara. Ternyata, anak Budi meninggal karena kecelakaan. Namun anehnya, tidak ditemukan darah di tempat kejadian.
Motor yang dibelikan Budi itupun juga masih utuh. Aneh sekali, pikirku. Keanehan tersebut semakin memuncak di kepalaku tatkala Budi melarang warga desa untuk membacakan doa untuk anaknya.
“Kenapa kamu melarang mereka baca Yasin Bud? Kan itu untuk kebaikan anakmu juga?” tanyaku suatu hari. Budi lalu menjawab kasar, “Bukan urusanmu,” katanya. Sejak saat itu, aku curiga ada sesuatu yang disembunyikan Budi.
Beberapa hari setelah kematian anaknya, Budi membuka warung baksonya lagi. Kali ini pembelinya semakin banyak. Sampai-sampai orang harus mengantre terlebih dahulu sebelum menikmati semangkuk bakso Budi.
ADVERTISEMENT
Aku semakin penasaran. Kucobalah datang ke warung Budi. Karena aku saudaranya, aku diberikan tempat duduk langsung tanpa mengantre dari orang-orang berdesakan itu. Tak lama kemudian, bakso yang kupesan sudah datang.
Bau kuahnya sangatlah sedap bahkan sebelum datang ke mejaku. Seketika itu, aku langsung melahapnya. “Gila! Ini sih benar-benar enak,” gumamku sambil merasakan nikmatnya bakso Budi. Aku baru sadar, akibat terlalu buru-buru, aku jadi lupa berdoa sebelum makan.
“Ah, belum terlambat kalau mau berdoa sekarang,” kataku. Kemudian aku menaruh garpu dan sendok ke mangkok dan mulai berdoa. Setelah selesai berdoa, aku menemukan hal aneh saat mulai menyuapkan bakso itu lagi ke mulutku.
Rasanya kali ini benar-benar berbeda. Bakso yang sungguh nikmat tadi kini rasanya seperti daging busuk. Kuahnya malah berasa seperti air rebusan yang dihasilkan dari sampah. Benar-benar tidak enak. Aku ingin muntah, tapi tak enak dengan Budi.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, aku buru-buru keluar dari warung itu dan mencari tempat sampah untuk memuntahkan isi perutku. Aku bingung setelahnya. Kenapa kok bisa terjadi hal seperti itu? Padahal pembeli yang lain seperti tak masalah.
---
Ilustrasi algojo (Foto: Rahmad/Kumparan)
“Kau telah memakan bakso itu. Jadi, terimalah konsekuensi kalau kau akan mati 7 hari lagi,” ucap seorang alogojo yang wajahnya rata.
Aku terbangun dari tidurku. Itu adalah mimpi paling aneh yang pernah ada. Aku sendiri tidak pernah percaya dengan segala yang aku lihat dalam mimpiku. Tapi jujur saja, mimpi barusan agak membuatku takut.
Dan anehnya, mimpi itu terus datang kepadaku seperti menghitung mundur. Hari selanjutnya, algojo itu mengatakan aku hanya punya enam hari lagi, pun seterusnya sampai tiga hari berturut-turut. Lambat laun aku mulai sadar kalau itu bukan sembarang mimpi.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, aku memutuskan untuk menemui guru spiritual keluargaku untuk bertanya perihal mimpiku itu.
“Dik, kamu sedang kena guna-guna. Kamu sepertinya akan dijadikan tumbal oleh seseorang yang melakukan pesugihan,” kata guruku.
Sontak aku kaget mendengar hal itu. Seingatku, aku tak pernah sekalipun punya masalah dengan orang lain, terlebih dendam. Guru spiritualku kemudian menyarankan aku untuk beribadah di hari ke-tujuh kematianku, sesuai kata algojo.
“Pada malam itu, bacalah Ayat Kursi sebanyak 100 kali semalaman. Jangan lupa juga untuk membaca Kalimat Thayyibah sebanyak 100 kali juga. Kamu harus bisa melawan kekuatan jahat itu,” katanya.
Pada hari ke-tujuh, aku lalu melakukan ibadah sesuai arahan guruku tersebut. Aku berdiam diri di kamar sambil membaca Ayat Kursi dan Kalimat Thayyibah. Sempat aku mendapat gangguan mulai dari jendela yang bergetar hingga kursi yang pindah dari tempatnya.
ADVERTISEMENT
Namun aku bergeming. Aku tak ingin kalah dari kekuatan jahat itu. Pada akhirnya, aku selesai membaca ayat-ayat tersebut saat adzan Shubuh berkumandang. Sejak saat itu, mimpi itu sudah tak pernah muncul lagi di tidurku.
Akan tetapi, keanehan justru terjadi pada keluarga Budi. Warungnya tiba-tiba jadi sepi. Bahkan, kini tak ada lagi yang berkunjung ke warungnya tersebut. Motor dan perhiasan yang dibelikan Budi untuk anak istrinya terpaksa dijual untuk memenuhi kebutuhan.
Kabar terakhir, Budi lumpuh dan hanya bisa berbaring di ranjang. Katanya ia terkena stroke seluruh badan sehingga tak bisa lagi berjalan dan berbicara. Tapi yang jadi pergunjingan warga yang sempat menjenguknya adalah, ada yang melihat seorang algojo berwajah rata yang berdiri di sebelah ranjang Budi.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.