Fitnah Pesugihan yang Berakibat Warung Dibakar, Pelaku Berujung Tidak Waras

Konten dari Pengguna
31 Oktober 2020 17:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kebakaran (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebakaran (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Tidak semua makanan lezat itu hasil dari pesugihan, Pak. Tolong, biarkan kami memberikan penjelasan."
ADVERTISEMENT
"Alah. Sudahlah. Kalian itu sudah terbukti menggunakan kekuatan gaib agar warung bakso kalian tak sepi pengunjung. Para pedagang di kampung ini sudah resah dengan kehadiran kalian."
Perdebatan tak seimbang dan penuh dengan tekanan itu berakhir dibakarnya warung bakso Mas Kumis, setidaknya begitu ia biasa dipanggil.
Amarah membara di antara sekitar ratusan orang siang itu dipicu akibat kabar burung soal pesugihan yang dipraktikan Mas Kumis. Katanya, Mas Kumis menaruh celana dalam di panci baksonya.
"Bakar semuanya. Bakar. Kalian juga harus pergi dari kampung ini. Jangan ada satupun yang tertinggal. Kami tak akan segan-segan menghabisi kalian jika masih terlihat ada di sini."
Laci uang yang ada di warung itu ludes dijarah warga. Alat-alat makan habis dibanting, semuanya luluh lantak dan pecah. Mas Kumis bahkan ditelanjangi hingga hanya tersisa celana dalam.
ADVERTISEMENT
Siang itu, sulit sekali membedakan mana orang jahat, mana orang baik. Sebotol bensin disiramkan ke warung bilik Mas Kumis yang berdiri di atas lahan negara. Sejumput korek api kayu dibakar dan dilemparkan ke tengah-tengahnya.
Api membumbung tinggi disusul sorak sorai ratusan orang yang mempersekusi Mas Kumis dan keluarganya. Jika tak ada polisi, hampir saja putri pertama Mas Kumis jadi sasaran pelecehan seksual.
Sejak hari itu, keluarga Mas Kumis menghilang dari Desa Sukaroto. Kepolisian menangkap para pelaku persekusi beberapa bulan kemudian. Namun, Mas Kumis tak ditemukan di manapun.
***
"Biar mampus itu si Kumis. Memangnya dia siapa seenaknya berkuasa di kampung kita. Haha. Kini kau akan jadi satu-satunya penjual bakso di Sukaroto, Bud."
ADVERTISEMENT
"Betul. Bisnis memang kejam. Kalau tak ku lakukan itu. Akan habis anak-anakku mati kelaparan."
Habis-habisan Budi dan temannya, Muskin, mengejek Mas Kumis. Mereka puas atas apa yang telah mereka perbuat. Budi habis-habisan memfitnah Mas Kumis telah mengamalkan pesugihan dengan menaruh celana dalam di panci baksonya.
Budi yang juga seorang pedagang bakso tak terima dengan larisnya bakso Mas Kumis. Ia merasa tersaingi karena bakso Mas Kumis sudah seperti pusat nongkrong anak-anak muda.
Warung bakso si Budi yang berdiri tak jauh dari warung Mas Kumis selalu tampak kusam dan sepi. Beberapa kali Mas Kumis mengajak Budi makan gratis di warung baksonya sebagai bentuk persahabatan. Namun, Budi selalu menganggap itu sebagai ejekan.
Tukang bakso (Foto: Kumparan)
"Aku sudah tak tahan dengan caranya melecehkanku. Ia dengan sengaja mengajakku makan di warungnya berkali-kali. Betapa sakit hatiku tiap kali ia mengajakku makan dengannya. Sialan!"
ADVERTISEMENT
***
"Muskin sialan! Di mana kau? Berani-beraninya kau menipuku? Kembalikan uangku, Bajingan!"
Budi memaki habis-habisan Muskin lewat panggilan telepon. Namun, tak ada jawaban. Tak selang beberapa detik kemudian, orang di seberang telepon memutus sambungan.
"Hei, Sialan! Jangan lari kau! Bajingan!"
Beberapa waktu lalu, Muskin menjanjikan renovasi warung bakso jika Budi mau memberikan dana investasi sebesar Rp 100 juta kepadanya. Namun, tak disangka-sangka, Muskin malah membawa kabur uang tersebut.
Padahal, Budi mendapatkan uang tersebut dari pinjaman bank. Jelas saja ia stress tak karuan. Temannya yang dahulu bersamanya memfitnah Mas Kumis, ternyata mengkhianatinya.
Belum lagi, ia harus memutar otak mencari uang untuk mengganti pinjaman tersebut. Karena kejadian itu, Budi kehilangan kesadarannya. Setiap hari Budi melamun di teras rumah. Jika ada yang memanggilnya, meskipun itu istri dan anak-anaknya, ia akan marah dan membanting semua yang ada di hadapannya.
ADVERTISEMENT
Karena kondisinya itulah, ia harus dipasung di sebuah gudang di samping rumahnya agar tak membahayakan penduduk setempat.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.