Kisah Kain Jarik Pesugihan Pembawa Sial

Konten dari Pengguna
30 Juli 2020 17:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Twitter @m_fikris
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Twitter @m_fikris
ADVERTISEMENT
Awal mulanya, aku mendapat informasi bahwa cara ini bisa mendatangkan kekayaan dari 'guru spiritualku'. Mengetahui bahwa aku dan keluargaku cuma orang melarat yang sehari-hari makan tempe dan kerupuk, ia memberitahuku perihal ritual pesugihan ini.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, di awal mendengar penjelasan darinya, aku cukup takut bahkan tak percaya. Tapi, ya, bagaimana lagi.
*
Aku memang harus memaksa mereka melakukan semua ini. Pertama istriku. Selanjutnya, anak-anakku. Meski mereka tampak amat ketakutan, aku bilang kepada mereka dan memastikan bahwa tak akan terjadi apa-apa.
Tiga kain jarik, gunting, dan lakban telah disiapkan di depan kami berempat. Saat itu, aku berdiri di depan istri dan kedua anakku yang sedang ketakutan. Pantas saja, seumur kami berkeluarga bahkan hidup, aku yakin mereka belum pernah melakukan hal aneh semacam ini.
Hari itu adalah malam Selasa Wage. Artinya, saat itu adalah waktu yang tepat sebagaimana yang disuruh oleh 'guru spiritualku' melakukan ritual ini.
Pertama-tama, aku menyuruh istriku untuk tidur telentang di atas kasur. Aku meluruskan badannya, juga melarangnya untuk bergerak sedikit pun. Kedua tangannya aku ikat menggunakan lakban. Dan, kepada kedua anakku, aku suruh mereka melilitkan jarik yang telah kami siapkan ke sekujur tubuh istriku. Sesaat setelah urusan dengan istriku selesai, giliran mereka berdualah yang akan aku lilit menggunakan jarik.
ADVERTISEMENT
Setelah satu jarik selesai membungkus sekujur tubuh istriku, aku sendiri pun merasa amat ketakutan. Bagaimana tidak, melihat istriku sendiri di depan mataku seperti itu, ia amat mirip dengan pocong.
Ia bahkan sempat hendak berteriak karena sesak napas. Tapi, sekali lagi, aku menenangkannya dengan berjanji bahwa tak ada suatu hal buruk pun bakal terjadi.
"Setelah ini, kita akan kaya raya," kataku pendek.
Maka, sesuai dengan perintah, aku mulai membacakan beberapa rapalan mantra di depan istriku yang terbungkus dengan kain jarik. Sebenarnya, yang aku lakukan lebih mirip dengan menyolatkan seorang jenazah. Aku melakukannya sambil berdiri. Tapi, yang aku baca adalah serapalan mantra dalam bahasa yang tak aku ketahui dari mana asalnya.
ADVERTISEMENT
Hanya akulah satu-satunya yang merapalkan mantra itu. Kedua anakku hanya diam, menunggu, dan mendengarkan apa yang aku katakan sambil menunduk. Mungkin, mereka merasa amat ketakutan.
'Guru spiritualku' bilang bahwa ritual pembungkusan jarik ini memanglah cara efektif untuk mendatangkan uang. Ia berkata, seluruh keluargaku harus mau dibungkus menggunakan jarik di malam Selasa Wage, diubah menjadi mirip pocong dan dibacakan beberapa rapal mantra. Beberapa hari setelah itu, katanya, akan ada uang yang datang dari sudut yang tak dinyana-nyana.
Ilustrasi uang pesugihan. Foto: kumparan
Sesaat setelah selesai membacakan mantra, aku pun berniat melepas kain jarik itu dari tubuh istriku. Ku minta bantuan kedua anakku untuk membantu melepasnya, dan setelahnya, giliran mereka berdualah yang aku bungkus.
Sebelum hendak merobek lakban yang mengencangkan ikatan jarik di tubuh istriku itu, kedua anakku bertanya kepada ibunya, perihal keadaannya.
ADVERTISEMENT
"Ibu baik-baik saja, kan? Gimana rasanya, Bu?" tanya kedua anakku. Mereka terdengar seperti bersahut-sahutan, dan, aku yakin, mereka amat merasa ketakutan.
Tapi, ditanyai sekaligus diajak berbicara beberapa kali oleh anakku, istriku tak memberi sahutan sama sekali. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Aku takut, suatu hal tak beres sedang terjadi.
Maka, memastikannya, dengan tanganku sendiri aku robek jarik itu dengan pisau. Aku sudah tak sabar melihat apa yang terjadi dengan istriku. Jangan-jangan, ia pingsan karena kesulitan bernapas.
Setelah aku berhasil membuka jarik itu, astaga, aku melihat istriku telah diam dan tampak amat pucat. Ketika aku dekatkan telingaku ke dadanya, tak ada denyut jantung yang aku rasakan sama sekali.
ADVERTISEMENT
Tak aku sangka, karena ritual itu, istriku meninggal. Dan benar-benar meninggal.
Melihat kejadian itu, kedua anakku menangis amat keras. Tak mungkin aku melanjutkan ritual ini dengan mengorbankan mereka berdua.
Dan aku, yang berdiri di depan jenazah istriku yang terbungkus jarik, hanya bisa meneteskan air mata sambil menyesali semuanya.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.