Kisah Pemilik Restoran yang Rela Korbankan Anaknya untuk Pesugihan

Konten dari Pengguna
6 Juli 2020 18:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kedekatan ibu dena anak. Foto : Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kedekatan ibu dena anak. Foto : Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tahun 2007 lalu, Pak Jaya dan istrinya mengalami kerugian fantastis. Keduanya mencoba membuka usaha di bidang kuliner. Kemampuan memasak sang istri ternyata tidak mampu membuat usahanya sukses. Tetapi akhirnya sukses juga berkat tolongan dari Mbah Darmo.
ADVERTISEMENT
Kedua sejoli itu menggunakan dana tabungan mereka untuk menyewa sebuah gerai di mal. Di atasnya dibangunlah bangunan warung makan besar yang mampu menampung hingga 500. Konsepnya sederhana namun enak dipandang mata. Pak Jaya yang dulu merupakan seorang desain interior menggunakan kemampuannya untuk mendekorasi usaha.
Hasilnya pun memukau. Konsep restoran gaya topis pun jadi. Pembuatannya memakan banyak biaya. Terlebih Pak Jaya dan istrinya menyewa di mal kenamaan Ibu Kota. Untung tabungan Bu Linda yang merupakan mantan direksi perusahaan gula masih banyak sehingga cukup untuk memodali. Keduanya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan masing-masing dan memulai bisnis kuliner.
Sudah menikah selama 10 tahun, keduanya tidak memiliki anak. Memang itu pilihan hidup mereka. Bekerja di bawah tekanan dengan tingkat kesibukan yang padat tidaklah mudah menjadi orang tua. Justru sang anak akan kasihan lantaran tak dapat menikmati kasih sayang kedua orang tuanya. Meski begitu, keduanya tetap mencinta seperti ketika masih remaja.
ADVERTISEMENT
Setelah 4 bulan dibangun, restoran itu akhirnya dibuka. Pembukaannya juga bombastis. Bu Linda mengundang jajaran artis ternama dan para sosialita kenalannya untuk meramaikan acara. Ia juga mengangkat seorang artis dengan bayaran fantastis sebagai brand ambasadornya. Tak lupa, Bu Linda membagikan 200 paket makanan gratis kepada pengunjung mal setiap minggunya.
Tak mau ribet dengan rangkaian acara, Bu Linda juga menggunakan jasa party planner terkenal. Banyak biaya yang digelontorkan untuk acara launching restoran kenamaannya itu. Tapi tak apa, asal Bu Linda senang Pak Jaya tak akan mempermasalahkannya.
Ilustrasu makanan restoran. Foto : Unsplash
3 bulan berjalan, bisnis restorannya masih sepi. Keduanya berpikir bahwa mereknya masih baru dan belum banyak orang yang mengenalnya. Mengaji artis ternama sebagai brand ambassador pun sepertinya tak ada guna. Walau khawatir, mereka tetap berpikir positif. Keduanya masih percaya para pengunjung akan datang karena makanannya enak dan suasana yang sangat tropical. Sesuai untuk remaja kalangan atas ibu kota.
ADVERTISEMENT
Setahun berlalu, restorannya masih sepi. Pasutri itu sudah harus membayar biaya sewa gerai. Angkanya mencapai tiga digit, tetapi pemasukan dari restoran itu masih dua digit. Pak Jaya dan Bu Linda harus mengeluarkan tabungan yang menipis untuk membiayai kekurangannya. Untuk memberikan gaji karyawannya, Bu Linda harus menjual mobilnya.
Ketika memberikan jatah bulanan, ternyata raut wajah loyo mereka ditangkap Sukirman.
“Maaf bu, pak, kalau boleh tahu ada apa ya ini kok belakangan terlihat muram” tanya Sukirman hati-hati.
Keduanya bertatapan dan menghela napas panjang sebelum Bu Linda berkata.
“Sepertinya kami harus menutup restoran ini. Sudah satu tahun ini kita gak ada untung. Yang ada saya sama Pak Jaya selalu menutupi operasional. Padahal uang tabungan kita juga semakin menipis” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Ini langkah berat, tetapi kita harus mengambil keputusan yang terbaik sebelum kita tenggelam dalam kemiskinan” lanjut Pak Jaya.
Sukirman mengangguk, mengerti keputusan berat kedua juragannya. Kedua majikannya memperlakukan semua karyawan dengan baik. Sukirman pun juga sudah beberapa kali dibantu majikannya itu. Ia pun tak tega melihat kedua majikannya kesusahan.
“Sebenernya saya bisa bantu bu, pak. Guru saya di kampung bisa bantu usaha Bapak-Ibu biar lancar” kata Sukirman hati-hati.
Keduanya menyambut kabar Sukriman dengan sumringah. Mereka berdua memang menginginkan mimpinya berjalan dengan lancar dan mendapatkan pundi-pundi dari sana.
**
Pak Jaya dan Bu Linda tiba di sebuah padepokan di pelosok Boyolali. Padepokan itu dipenuhi dengan para murid yang menggunakan pakaian serba hitam. Semuanya datang melihat Pak Jaya dan Bu Linda datang menggunakan mobil.
ADVERTISEMENT
“Maaf bu, ada yang bisa dibantu? Ibu cari siapa ya?” tanya seorang murid yang menghampirinya.
“oh ini kita lagi cari Mbah Darmo. Beliaunya ada tidak ya?” jawab Bu Linda.
Pasangan suami itu kemudian dituntun untuk menuju kediaman Mbah Darmo. Mereka berjalan kaki melewati pematang sawah dan sungai kecil yang melintasinya.
Sesampainya di sana, Mbah Darmo langsung menyambut keduanya dengan baik. Setelah mempersilahkan keduanya duduk, Pak Jaya mulai bercerita mengenai bisnisnya dan bagaimana ia dapat sampai di situ.
“Ada satu hal yang bisa membantu bisnis kalian. Tetapi ada harga yang harus dibayar. Kalian harus rela satu anak kalian memiliki kecerdasan di bawah rata-rata” tuturnya sembari manggut-manggut.
“… tapi kami tidak memiliki anak pak” kata Pak Jaya.
ADVERTISEMENT
“Ya kalian harus punya anak!” tutur Mbah Darmo tegas.
**
9 bulan kemudian, Bu Linda yang memasuki usianya ke 40 melahirkan. Ia melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Tetapi ternyata bayi itu tumbuh menjadi seorang anak yang terlambat dalam perkembangan. Ia masih belum bisa berbicara di kala anak-anak seusianya sudah bisa berjalan.
Para kerabatnya menduga bahwa hal itu adalah efek dari melahirkan di usia senja. Tetapi mereka tak tahu yang sesungguhnya. Bu Linda dan Pak Jaya menggunakan pesugihan agar bisnis restorannya laris meski harus mengorbankan anak semata wayangnya. Bisnis itu kini berkembang menjadi franchise yang dapat ditemui di seluruh mal di kota di Indonesia.
Tulisan ini merupakan rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT