Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Kisah Pesugihan: Ingin Ritual di Goa Istana, Malah Dibawa ke Alam Jin
14 September 2020 18:21 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak pagi buta, Raden dan Ningsih sudah bersiap-siap. Rencananya, sejak hari ini hingga dua hari ke depan pasangan tunangan itu akan melakukan ritual di Goa Istana, Alas Purwo, Banyuwangi.
ADVERTISEMENT
Katanya, mereka ingin mengadukan nasib mereka yang ingin menikah, tetapi tak kunjung punya rezeki untuk membiayai resepsi pernikahannya yang super mahal.
Maklum, Ningsih adalah yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal sejak lama. Sedangkan, Raden lari dari rumahnya dua tahun yang lalu. Ia diusir oleh keluarganya karena pindah agama. Nama aslinya bukan Raden. Entah tak ada yang tahu siapa jati diri sebenarnya.
Setelah bekal siap dan semua sudah dikemas, sepasang kekasih itu berangkat menuju Banyuwangi dengan jalur darat. Jauh-jauh mereka berangkat dari ujung barat pulau Jawa demi mendapatkan harta instan. Biarpun memakai bus, tetap mereka lakoni.
Berjam-jam, bahkan hampir menghabiskan dua hari perjalanan, sekitar hampir pukul tiga dini hari mereka tiba di tujuan. Dari tempat pemberhentian bus, mereka dijemput oleh kenalan Raden yang sudah dihubungi jauh-jauh hari.
ADVERTISEMENT
***
Menuju Goa Istana sebenarnya mudah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan selain kesehatan fisik dan perbekalan. Sepasang kekasih itu tinggal mengikuti jalur yang dilewati orang-orang yang pergi ke sana dengan niat yang sama.
Hanya, Raden tak mau ambil jalan mudah. Ia rela membuka jalur baru meski kudu melewati belantara hutan yang demikian lebatnya. Katanya, itu adalah amalan yang perlu dilakukan agar keinginan mereka cepat dikabulkan.
Tanpa istirahat usai melalui perjalanan panjang, sepasang kekasih itu langsung tancap gas menyusuri hutan Alas Purwo menuju Goa Istana. Sesekali mereka duduk istirahat sejenak melepas lelah. Paling-paling buang air kecil atau minum air putih belaka.
Sepanjang perjalanan tak ada satu hal pun yang mereka takuti selain waspada akan hewan-hewan berbahaya. Urusan makhluk halus, Raden adalah orang pintat minimal setingkat kampungnya. Itu urusan mudah. Ningsih pun tak terlalu memusingkan hal itu karena kabarnya ia indigo.
ADVERTISEMENT
Saat sudah hampir satu jam mereka memasuki belantara Alas Purwo, mereka duduk di atas batu yang entah datangnya dari mana. Mereka tak mau ambil pusing yang penting mereka dapat beristirahat.
Belum lama mereka membuka bekal minum, tiba-tiba ada seorang kakek bertelanjang dada menghampiri mereka. Kakek tersebut menggotong setumpuk kayu. Keduanya tak begitu curiga dengan kemunculan kakek tersebut. Bahkan, mereka menyapanya dan menawarkan minuman.
"Sedang apa adik-adik malam-malam begini? Kenapa tak ambil jalur utama?" kata kakek tersebut.
"Kita cuma mau jalan-jalan, Kek," jawab Raden.
"Sepertinya adik-adik lelah. Mau mampir ke rumah kakek? Rumah kakek tak jauh dari sini."
"Apakah rumah kakek di tengah hutan begini?" kata Ningsih mulai curiga.
"Betul, Dik. Kakek sudah tak lagi bersama keluarga."
ADVERTISEMENT
Seketika Ningsih mulai merasa ada yang tidak beres dengan kakek tersebut. Insting indigonya mulai mengatakan sesuatu. Ia yakin itu bukan kakek biasa. Bisa jadi, kakek tersebut adalah penunggu Alas Purwo.
Raden pun merasakan hal yang sama. Namun, keduanya tak mau ambil pusing. Barangkali, mereka mampir barang sebentar tak apa-apa. Lagipula, lumayan saja bisa jadi sang kakek punya air minum yang dapat diminta sedikit. Mungkin juga air tersebut bisa berkah.
"Baik, Kek. Kami akan ikuti kakek."
Benar saja, tidak sampai 10 menit mereka sudah sampai di rumah kakek tersebut. Rumah tersebut tentu tak dialiri listrik. Penerangannya hanya mengandalkan lampu minyak yang dipasang di luar dan di dalam rumah.
Sepasang kekasih itu duduk di bagian depan rumah. Rumah yang dibangun dari kayu-kayu pepohonan itu tampak nyaman meski berada di tengah hutan. Bahkan, banyak stok makanan, seperti buah-buahan dan bau daging buruan tercium di sekitar rumah.
ADVERTISEMENT
"Kek, terimakasih sudah menyambut kami. Kami hendak mampir sebentar saja dan melanjutkan perjalanan. Kalau diizinkan, kami hendak meminta air minum kepada kakek dengan harapan agar tujuan kami diberi kelancaran," kata Raden dengan sopan.
Kakek tersebut tersenyum dan masuk ke dalam rumah. Tak lama, ia membawa air minum yang ditaruh di dalam potongan bambu. Ningsih dan Raden tampak senang dan tak ragu menerima minuman tersebut.
"Terimakasih, Kek. Kalau boleh, kami meminta izin untuk melanjutkan perjalanan. Mohon doakan kami, Kek."
Kakek tersebut tak menjawab. Ia memang tiba-tiba tak banyak bicara sejak tinggal di rumahnya selain hanya melemparkan senyum ramah. Tak mau ambil lama, sepasang kekasih itu kemudian melanjutkan perjalanan.
Belum lama berjalan dari rumah sang kakek, dua orang pasangan kekasih itu tiba-tiba bertemu sekelompok tim SAR. Ada sekitar 20 orang berpakaian oranye sembari membawa lampu senter. Anehnya, mereka memanggil-manggil nama Raden dan Ningsih.
ADVERTISEMENT
"Raden! Ningsih!"
Raden dan Ningsih tentu saja kebingungan. Mereka buru-buru menghampiri sekelompok tim SAR itu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Betapa kagetnya tim SAR itu saat mereka bertemu Ningsih dan Raden.
"Itu itu! Sudah ketemu... Sudah ketemu!" kata salah seorang tim SAR.
Buru-buru Raden dan Ningsih dihampiri oleh sekelompok tim SAR itu. Mereka dihampiri layaknya korban kecelakaan. Tim medis yang ikut rombongan buru-buru merawat dua orang tersebut. Tentu saja Raden dan Ningsih kaget bukan kepalang.
"Ada apa ini? Mengapa kalian mencari kami?" kata Raden kaget.
"Kalian menghilang selama hampir satu bulan. Ada teman kalian yang melapor kepada kami," kata salah seorang tim SAR tersebut.
Betapa kagetnya Raden dan Ningsih mendengar jawaban tersebut. Padahal, belum sampai dua jam mereka masuk ke dalam hutan dan membuka jalan baru. Bagaimana bisa mereka dianggap hilang selama satu bulan.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di pos utama, keluarga Raden dan Ningsih sudah menunggu ketibaan mereka. Seketika mereka memeluk Raden dan Ningsih sembari menangis tersedu-sedu.
"Alhamdulillah. Saya takut kalian kenapa-kenapa. Satu keluarga sudah mencari kalian ke mana-mana."
"Dua orang pasangan tunangan dilaporkan menghilang di hutan Alas Purwo sejak tiga minggu lalu. Hingga berita ini ditulis, tim SAR gabungan bersama Polri dan TNI masih melakukan pencarian," begitu kurang lebih tulisan di koran yang Raden baca di pos utama belum lama setelah keduanya dievakuasi.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.