Kisah Pesugihan Kelelawar yang Dijalani Kades, Curi Harta Warga Desa

Konten dari Pengguna
15 September 2020 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kelelawar (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelelawar (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, Desa Sumontoro sering dikagetkan dengan serentetan kejadian menyebalkan. Di antaranya, banyak uang warga yang hilang. Memang, desa itu terkenal dengan para penduduknya yang makmur dan kaya raya. Mungkin karena itulah pelaku mengincar desa ini untuk dirampas harta bendanya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pelaku juga kerap mengambil binatang ternak seperti sapi dan kambing milik warga. Hal ini membuat seluruh warga Sumontoro kesal. Mereka bertanya-tanya, siapa sebenarnya dalang dari ini semua. Yang mereka tahu, sistem keamanan di desa itu sudah canggih.
Akhirnya, atas perintah seksi keamanan desa, pemuda desa ditugaskan untuk berjaga giliran setiap malamnya. Warga desa itu juga sepakat membuat sayembara yang menjanjikan uang Rp 100 juta bagi siapapun yang dapat menangkap pelaku.
Sumadi, salah satu pemuda desa yang berjaga malam ini sangatlah semangat dengan gilirannya. Pasalnya, ia sangat menginginkan uang itu. Kalau ia bisa menang, uang itu akan ia gunakan untuk biaya perkawinannya dengan Siti bulan depan.
Sumadi datang bersama tiga pemuda desa lainnya, Suparjo, Jono, dan Mat. Mereka duduk melingkar di pos ronda untuk mendiskusikan kerja mereka malam ini. Tapi, alih-alih berdiskusi tentang itu, mereka malah asyik melontarkan opininya masing-masing untuk menebak siapa pelaku di balik semua ini.
ADVERTISEMENT
Suparjo yang lebih tua setahun dari yang lainnya memulai pembicaraan. “Kalau dipikir-pikir, Pak Gatot itu bisa dicurigai loh,” katanya.
“Kenapa kamu mencurigai dia, Jo? Bukannya dia sudah kaya ya?” tanya Jono sambil menyesap sebatang rokok.
“Elah dalah, kok kalian ndak tau? Pak Gatot itu mau nyalon menggantikan kades yang sekarang. Makanya, dia butuh duit yang besar buat mendanai kampanye. Kemarin beliau malah sudah datang ke rumah, nawarin bapak duit. Tapi, bapak ndak mau. Dia masih suka kades yang sekarang,” jelas Suparjo panjang lebar.
“Masak mebel segede itu masih kurang, Jo? Ndak mungkin! Aku yakin pasti pelakunya Bu Suratmi. Lah wong warung kecilnya yang baru buka sebulan itu sudah bikin cabang di mana-mana. Pasti dia gunakan uang-uang yang dicuri itu buat modal bangun cabang-cabang itu,” tangkal Mat.
Ilustrasi pos ronda (Foto: bantenhits)
“Kalau itu mah beda lagi, Mat. Sudah jadi rahasia umum kalau Bu Suratmi pakai pesugihan biar dagangannya laris. Dia gak ada hubungannya sama kejadian ini.
ADVERTISEMENT
Kalau menurutku, maling yang satu ini cerdas. Lihat saja, di seluruh desa kita sudah banyak CCTV-nya tapi saat dicek, tidak ada satupun tanda-tanda mencurigakan dari orang-orang yang lewat di sekitar rumah korban,” kata Suparjo memancing diskusi panas.
Sumadi yang notabene adalah seorang pengamat hanya diam saja mendengarkan celotehan teman-temannya itu. Dia lebih senang mengumpulkan informasi yang lengkap sebelum mengambil kesimpulan.
Bisa jadi, apa yang dikatakan teman-temannya belum tentu benar. Tapi, itu juga tidak menutup kemungkinan ada salah satu dari mereka yang mengatakan kebenaran.
“Kamu yakin kalau pelakunya seorang maling, Jo?” Jono yang suka bertanya memancing balik Suparjo.
“Aku yakin. Kemarin, aku habis bertanya dengan Pak Ahmad. Katanya, pas rumahnya kemalingan, dia sempat mendengar ada suara orang menuruni tangga di rumahnya. Tapi, pas dicek, ternyata tidak ada orang kecuali keluarganya. Brankasnya ternyata sudah kosong dilahap,” Suparjo memang informan andal.
ADVERTISEMENT
Diskusi itu berhenti di argumen Suparjo. Mungkin karena yang lain sudah tidak punya pertanyaan atau informasi lain yang bisa dibagikan. Tiba-tiba, momen diam itu dipecahkan oleh kehadiran Pak Kades. Ia menghampiri mereka berempat di pos ronda.
Setelah selesai berbincang dengannya, Mat membuka diskusi kembali. “Eh, apa kalian tidak curiga dengan Pak Kades? Kalian sering dengar kan kalau dia selalu punya mobil atau binatang ternak baru saat malamnya ada kemalingan?” tanyanya.
“Ah, kamu itu Mat, kalau tidak tahu apa-apa ndak usah langsung menyimpulkan sesuatu. Kalau salah bisa jadi hoax loh itu,” kata Suparjo mengingatkan.
“Loh, tapi bisa jadi Jo. Saya juga kadang terheran, Pak Kades itu tidak terlalu kaya tapi kok bisa mengalir terus duitnya,” Jono mulai curiga juga.
ADVERTISEMENT
“Masa kalian ndak tahu juga? Itu mah praktik biasa buat pejabat-pejabat. Ya meskipun di desa, tapi gak menutup kemungkinan juga kalau Pak Kades suka korupsi dana desa kayak DPR yang di TV itu. Jangan salah loh, gini-gini dana desa kita besar juga, bisa sampai miliaran,” Suparjo mencoba menyangkal argumen teman-temannya.
Mendengar kesimpulan terakhir, Sumadi tidaklah yakin dengan apa yang dikatakan Suparjo, meski perkataannya banyak benarnya. Kalau memang Pak Gatot ingin nyalon, sudah pasti Pak Kades yang tidak terlalu kaya itu merasa terancam karena dia kalah “jumlah” dengan Pak Gatot.
Lagipula, Sumadi juga sering mendengar kalau binatang ternak milik Pak Kades itu banyak yang mirip dengan binatang ternak dari orang-orang yang kemalingan. Sumadi yakin, Pak Kades juga tidak bisa melakukan korupsi. Relasinya di pemerintahan dan kepolisian sangatlah minim. Kalau dia ketahuan, dia tidak bisa mengelak atau menyogok agar bisa keluar dari hukuman.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba, ada suara teriakan dari arah rumah Pak Gatot. Teriakan itu terdengar seperti teriakan perempuan. Sepertinya, istri Pak Gatot telah bertemu hantu atau makhluk aneh lainnya di rumah. Tak lama kemudian, orang-orang berkumpul di rumah Pak Gatot. Keempat pemuda yang sedang bertugas ronda itu juga bergegas menuju rumah itu.
Ternyata, Pak Gatot telah menangkap seekor kelelawar yang ukurannya lumayan besar. Aneh sekali, pikir Sumadi. Mana ada kelelawar tumbuh sebesar itu. Tiba-tiba, kelelawar itu berubah menjadi seseorang. Semua orang yang berkumpul di situ sangat kaget karena kelelawar itu berubah menjadi Pak Kades yang membawa segebok uang di saku bajunya.
Melihat itu, orang-orang langsung geram dan memukuli kelelawar jadi-jadian itu. Semuanya terlalu kesal karena perbuatan Pak Kades. Dugaan Sumadi benar. Meski ia tidak bisa mendapatkan uang sayembara itu, setidaknya dia tidak malu karena terlalu percaya diri dengan kesimpulan yang dibuat Suparjo.
ADVERTISEMENT
Pak Kades langsung digotong ke kantor polisi. Dia didenda dan diperintahkan untuk mengembalikan semua harta yang sudah ia curi. Sementara itu, Pak Gatot berhasil memenangkan hadiah sayembara Rp 100 juta dan menjadi kepala desa selanjutnya.