Kisah Pesugihan: Monyet-Monyet Gaib Gandakan Penghasilan Warung Soto

Konten dari Pengguna
22 November 2020 19:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi monyet (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi monyet (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Pengalaman membuka mata batin adalah pengalaman yang seru, tetapi menakutkan. Kau mau, Tirman?"
ADVERTISEMENT
"Ada-ada saja. Kau tahu, wartawan itu tak menyukai takhayul. Aku tak percaya itu."
"Haha. Ada-ada saja. Kau jadi wartawan kalau sedang bekerja. Sekarang ini kan kau sedang makan soto bersamaku. Jadi, cobalah, ini seru, kok."
"Halah. Paling tak akan berpengaruh apa-apa padaku. Silakan saja."
Dodi kemudian memejamkan matanya dan memegangi tangan Tirman. Ia meminta sahabat karibnya itu untuk memejamkan matanya juga. Meski dengan wajah mengece, tetapi Tirman tetap mengikuti arahan Dodi.
Malam itu, Tirman dan Dodi sedang makan soto bersama di sebuah warung soto paling terkenal di sebuah kota di Jawa Barat. Katanya, rasanya begitu magis sehingga bisa membuat orang-orang akan ketagihan dan kembali ke sana.
Namun, anehnya warung soto tersebut selalu sepi. Dan, yang lebih aneh lagi adalah, meskipun selalu sepi, paling hanya empat hingga lima pengunjung setiap harinya, si pemilik soto selalu kaya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itulah, warung soto tersebut dijuluki soto sugih oleh para pelanggan tetapnya. Dodi dan Tirman termasuk pelanggan tetap mereka. Katanya, justru warung sepi tetapi punya rasa yang enak adalah perpaduan yang baik.
"Soto sugih saja. Tak banyak orang, harganya murah, tetapi rasanya tetap enak," kata Dodi kala mengajak Tirman berangkat.
Kembali ke soal membuka mata batin, Dodi masih terus merapalkan mantra-mantra yang tak begitu jelas terdengar. Sedangkan Tirman yang tak percaya takhayul itu masih memejamkan mata mengikuti aturan sahabatnya.
Kira-kira 10 menit Dodi membacakan mantranya hingga ia meminta Tirman membuka matanya perlahan. Dengan senyum sinis yang mengejek, Tirman membuka matanya sembari berkata.
"Kalau tak terjadi apapun, berarti benar, takhayul itu tak ada."
ADVERTISEMENT
"Sudah, buka saja matamu. Nanti juga kau akan melihat sesuatu."
Ilustrasi mata batin (Foto: Pixabay)
Ketika mulai membuka mata, betapa kagetnya Tirman ketika melihat warung soto yang selama kini sedang ia kunjungi tampak aneh dan tak wajar. Ia bahkan tak bisa berkata sedikitpun melihat fenomena itu.
Bulu kuduknya merinding, mulutnya menganga, matanya melotot tak berkedip sekalipun. Ia memelototi atap warung dengan seksama. Seakan mengawasi dari satu sudut ke sudut lainnya.
"Sialan! Apa ini, Dod? Kau bukan sedang menghipnotisku, bukan?"
***
Tirman kalang kabut. Ia kaget, takut, dan penasaran apa yang terjadi kemarin malam. Setelah melihat kawanan monyet yang tiba-tiba muncul dan menguasai langit-langit warung soto yang ia kunjungi tempo hari, ia tak ingat apa-apa lagi.
ADVERTISEMENT
"Kau pingsan, sobat. Mungkin, kau kaget setelah melihat sekawanan monyet gaib yang dipelihara oleh si pemilik soto sugih."
"Benarkah itu, Dod? Sungguh, ini kali pertama aku mengalaminya. Benarkah apa yang kau katakan itu?"
Dodi kemudian menjelaskan pengalaman Tirman sehari lalu saat makan di warung soto sugih bersamanya. Apa yang terjadi di balik itu dan apa maksud si pemilik warung memelihara monyet mistis itu di warungnya.
Katanya, pemilik warung soto itu sengaja "menanam" monyet-monyet gaib di atap warungnya sebagai jimat pesugihan untuk menggandakan penghasilannya. Hal itu hampir mirip dengan penglaris, kata Dodi.
Namun, ajian monyet sugih tidak membuat warung menjadi ramai dan dicintai pengunjung, melainkan hanya untuk menggandakan penghasilan yang didapatkan oleh si pemilik warung.
ADVERTISEMENT
"Nah, monyet-monyet yang bergelantungan di langit-langit warung yang kau lihat itu adalah monyet-monyet gaib, sobat. Si pemilik sengaja memeliharanya untuk menggandakan penghasilannya."
"Lalu, apa nasib kita yang telah memakan soto buatan mereka?"
"Santai saja. Tak akan terjadi apapun pada kita. Tak ada yang aneh dengan sotonya. Si pemilik tak memanipulasi masakannya sama sekali. Ia hanya menaruh demit pesugihan di sana."
"Syukurlah kalau begitu. Eh, tapi, bagaimana kau bisa tahu ini semua, Dod?"
"Haha. Akhirnya kau penasaran juga. Si pemilik warung itu adalah klienku. Itu pekerjaanku sekarang, Tirman. Sudah sangat lama sekali kita tak berjumpa sampai kau tak tahu kalau aku seorang dukun."
"Hah? Dukun? Sialan! Jangan bercanda kau!"
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.
ADVERTISEMENT