Konten dari Pengguna

Kisah Pesugihan: Pelihara Jenglot Biar Laris, Malah Berakhir Gila

24 September 2020 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jenglot (Foto: Faisal Nu'man/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jenglot (Foto: Faisal Nu'man/Kumparan)
ADVERTISEMENT
Tidak ada lagi orang paling kaya di kampung Cikomang selain keluarga Kasmudi. Dia bukan artis atau seorang pejabat, tetapi kekayaannya bisa-bisa melebihi presiden sekalipun.
ADVERTISEMENT
Rumahnya saja berlantai empat. Hotel setempat kalah mewah dengan rumah Kasmudi. Saking kayanya, tahun lalu Kasmudi menikah lagi. Ia punya dua istri dan lima orang anak.
Semua keluarganya tinggal di rumah besar tersebut. Dua anak pertama dan keduanya yang masing-masing masih kelas dua dan tiga SMP saja sudah diberikan mobil. Anak pertamanya punya sedan mewah, satu lagi lebih suka mobil klasik yang harganya selangit.
Padahal, Kasmudi hanya seorang tukang sate kambing. Ia biasa membuka lapaknya di sepanjang trotoar jalanan pusat kota. Sehari-hari, lapak satenya pasti penuh tanpa pandang malam minggu atau bukan.
Ia tak punya warung tetap, padahal bisa saja modalnya dipakai untuk membeli, atau minimal menyewa sebuah gedung untuk jualan satenya. Namun, Kasmudi tak mau begitu. Ia lebih suka mengemper di trotoar.
ADVERTISEMENT
"Tak ada pikiranku menyewa ruko atau restoran. Ini sudah amanah dari dukunku," kata Kasmudi sekali waktu.
***
Kasmudi melamun keras. Ia masih trauma setelah rumahnya dibobol maling. Mungkin Kasmudi tak akan kehabisan hartanya karena kemalingan. Kalau soal perhiasan istri atau barang elektronik, bisa dibeli lagi.
Si penjual sate itu benar-benar tak memusingkan barang-barangnya yang raib, meski terhitung barang mewah macam jam Rolex seharga Rp 2 miliar nya yang juga hilang digondol bandit. Ia lebih mengkhawatirkan satu benda yang sangat ia jaga.
"Jenglot itu hilang, Mih. Gerombolan bandit sialan itu membobol brangkas kita. Dasar serakah! Tak cukup uang dan perhiasan mereka bawa, jenglot pun jadi sasaran. Kalau makhluk itu hilang, lapak sateku akan sepi pengunjung, Mih!" kata Kasmudi kepada istri pertamanya sembari meneteskan air mata tanda kesal bercampur sedih.
Ilustrasi maling (Foto: Abil Achmad Akbar/Kumparan)
"Tenang, Kang. Setelah dari sini, kita pergi ke rumah Ki Rowo. Kita minta ia mencari tahu di mana keberadaan jenglot itu sekarang. Kita sudah membayarnya mahal, jelas Ki Rowo tak akan membiarkannya hilang," kata istri pertamanya kala mereka melapor ke kantor polisi.
ADVERTISEMENT
Setelah berjam-jam dimintai keterangan, Kasmudi dan istrinya buru-buru merapat ke rumah sang dukun untuk melaporkan kejadian tersebut. Syukur-syukur para pelaku juga bisa terlacak lewat penerawangan Ki Rowo. Begitu pikir mereka.
***
"Jenglot itu marah kepadamu. Kau harus meminta ampun kepadanya dengan menikahkan kedua istrimu denganku."
"Apa, Ki? Ki Rowo tidak sedang main-main bukan? Hehe. Dengan segala hormat, Ki. Mohon yang itu jangan dijadikan lelucon."
Ki Rowo tidak sedang main-main. Ia jelas-jelas ingin menikahi kedua istri Kasmudi. Entah apakah itu syarat yang benar, atau memang hanya akal-akalan saja. Yang jelas, Kasmudi tak akan terima dengan syarat itu.
"Apakah tak ada cara lain, Ki? Saya mohon, apapun akan saya lakukan asal bukan syarat itu."
ADVERTISEMENT
"Jenglot itu peliharaanku sebelumnya. Kau tak bisa menjaganya. Sedangkan, ia setia betul kepadaku. Ia hanya memberikan hukuman kepadamu. Aku tak menyukai istri-istrimu. Aku hanya memenuhi syarat yang diminta arwah si jenglot."
"Saya mohon, Ki. Aki pasti tahu, bahwa syarat itu tak mungkin saya penuhi."
"Kau mau mempermainkanku, hah?! Kalau kau tak percaya, ambil saja konsekuensi yang harus kau terima, bajingan. Kau sudah ku beri nikmat, masih saja membangkang."
"Sialan! Aku juga tak percaya kepadamu kakek tua! Dasar cabul. Bilang saja kau menyukai istri-istriku. Atau, jangan-jangan gerombolanmu yang membobol rumahku!"
Kasmudi tiba-tiba hilang hormat. Ia ujug-ujug naik darah dan membentak-bentak Ki Rowo. Bahkan, meja sesajiannya digebrak hingga ambruk semua alat dukun yang ada di atasnya.
ADVERTISEMENT
"Bajingan! Pergi kalian! Pergi!"
Kasmudi dan istri pertamanya kemudian digelandang petugas keamanan Ki Rowo. Semuanya murid-murid silat dukun tersebut. Sambil menyingsingkan lengan baju, Kasmudi menuruti mereka.
***
"Si Kasmudi sekarang gila. Katanya, ia suka membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Kasihan. Itulah akibat dari pesugihan yang gagal."
"Iya betul. Padahal, dulu lapak satenya kesukaan masyarakat. Pasti jalanan sini tak pernah sepi. Sekarang, sejak pesugihannya gagal, kita jadi kehilangan pemasukan."
Kira-kira begitulah percakapan para tukang parkir di sekitaran trotoar bekas lapak sate Kasmudi. Di satu sisi, para tukang parkir itu mengambil pelajaran dari apa yang terjadi. Namun, di sisi lain mereka menyayangkan karena kini tak lagi dapat uang parkir dari pelanggan Kasmudi.
"Sudah-sudah. Jangan banyak mengeluh. Biarpun kita susah, yang penting dapat duit dari hasil kerja yang halal. Itu baik buat keluarga dan kita sendiri," celetuk salah seorang tukang parkir yang turut nimbrung dalam obrolan.
ADVERTISEMENT
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.