Konten dari Pengguna

Kisah Pesugihan Serbuk Kemenyan: Tak Kaya Malah Masuk Penjara

29 September 2020 18:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membakar kemenyan (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membakar kemenyan (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
"Ini ku berikan serbuk kemenyan putih yang telah ku bawa bertapa di pantai selatan selama berminggu-minggu. Jika dibakar, kau akan dibawa pergi ke tempat yang penuh harta. Harta itu dapat kau bawa pulang untuk anak dan istrimu."
ADVERTISEMENT
Suara dukun tersebut begitu berat. Usianya yang sudah tua renta membuat ia mengucapkan nasihat kepada Dodi dengan perlahan. Mungkin nafasnya sudah tak lagi kuat untuk bicara.
"Baik, Ki. Akan ku lakukan sesuai dengan nasihat Aki."
Malam itu Dodi menghadap Ki Dawi untuk meminta nasihat. Ia baru-baru ini telah diputus kontrak oleh tempat kerjanya karena alasan yang ia saja tidak tahu. Dodi benar-benar kelimbungan, bagaimana anak dan istrinya bisa makan nanti.
Dodi bekerja sebagai kasir di sebuah ritel terbesar di kotanya. Gajinya memang pas-pasan, hanya menyentuh tepat di batas akhir UMR kotanya yang biasa-biasa saja. Namun, uang itu cukup untuk menghidupi istri dan satu orang anaknya yang tahun depan akan masuk sekolah dasar.
ADVERTISEMENT
Keadaannya kemudian anjlok kala Dodi berhenti bekerja. Berbagai tagihan sulit untuk dibayar. Belum lagi pinjaman-pinjaman ke beberapa orang. Sungguh, jika bukan pesugihan, Dodi tak tahu bagaimana caranya ia bisa hidup. Begitulah Dodi berpikir.
Akhirnya, ia menemui Ki Dawi untuk menuntunnya melakukan pesugihan. Dodi tak mau pesugihan yang rumit, yang tak butuh tumbal atau amalan yang mengorbankan orang lain. Asalkan ia dapat rejeki yang cukup untuk menghidupinya.
Namun, kala itu Ki Dawi, dukun yang Dodi temukan di pesan berantai, menawarkan pesugihan jenis baru katanya. Dodi cukup menyalakan serbuk kemenyan putih yang katanya telah dipertapakan selama berminggu-minggu oleh Ki Dawi.
"Maharnya tak murah, tetapi khasiatnya sangat manjur."
"Berapapun akan saya bayar, Ki."
ADVERTISEMENT
Berbekal sisa tabungan dan hasil penjualan emas istrinya, Dodi memberanikan diri membayar berapapun biaya mahar serbuk kemenyan putih itu.
"Untukmu, ku berikan satu juta saja. Akan ku berikan banyak, yang cukup untuk satu bulan ke depan. Bakar kemenyan itu selama sebulan penuh, bulan depan kau akan kedatangan rejeki yang tak diduga-duga."
"Baik, Ki. Akan saya penuhi semua syarat tersebut dan akan saya bayar maharnya."
***
Dodi melihat sosok putih bersih nan cantik. Seperti peri yang tiba-tiba mendatanginya. Malam itu ia dibawa terbang oleh si peri tersebut. Dodi berkeliling di langit lepas bersama sang peri.
"Kemenyan serbuk ini benar-benar manjur. Ki Dawi memang hebat. Barangkali kedatangan peri cantik ini adalah permulaan," begitu Dodi berbicara dalam hati.
Ilustrasi peri (Foto: Kumparan)
Selama berhari-hari ia terus menyalakan kemenyan serbuk putih itu. Anak istrinya tak ada satupun yang curiga. Barangkali bau kemenyan tersebut tak tercium karena sudah dipertapakan oleh Ki Dawi. Begitu pikir Dodi.
ADVERTISEMENT
Karena kerap dibawa terbang oleh peri tersebut dan melihat-lihat alam yang ia saja baru lihat, Dodi ketagihan menyalakan serbuk kemenyan itu setiap hari. Benar-benar setiap hari hingga menemukan akhir bulan.
***
Seperti biasa, Dodi akan memulai ritualnya malam itu. Ia sudah masuk ke dalam ruangan khusus untuk menyalakan serbuk kemenyan pemberian Ki Dawi.
Serbuk itu tersisa sedikit, barangkali hanya sejumput tangan Dodi saja. Dodi pun sudah berniat mendatangi Ki Dawi untuk membeli lagi serbuk tersebut. Ia ingat, kata Ki Dawi, bulan kedua adalah bulan di mana rejeki akan mendatanginya.
"Baru bulan pertama saja aku sudah didatangi peri putih yang cantik, apalagi di bulan kedua. Sudah pasti Ki Dawi benar. Di bulan kedua, harta itu akan datang. Aku akan kaya," Dodi berbicara kepada dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Ia ambil serbuk putih itu dari dalam saku celananya. Ia taburkan di atas tempayan yang terbuat dari tanah liat. Di tempayan tersebut telah terbakar sabut kelapa. Jika serbuk kemenyan itu ditabur, maka akan mengeluarkan aroma khas yang disukai Dodi.
Baru saja ia hendak menaburkan serbuk kemenyan tersebut, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor rumah Dodi. Mereka berteriak-teriak menyebut-nyebut nama Dodi. Sontak Dodi kaget. Ada masalah apa dirinya dengan orang-orang itu.
"Benar ini dengan kediaman Dodi Saputra? Anda Dodi?"
"Benar, ini saya. Bapak-bapak ini siapa, ya?"
"Kami dari kepolisian. Boleh bapak ikut kami ke kantor sekarang juga?"
"Ada apa, ya? Saya tak berbuat apa-apa."
Tiba-tiba saja sekelompok polisi itu menerobos masuk ke rumah Dodi. Mereka kemudian menggeledah seluruh rumah Dodi. Saat itu, Dodi benar-benar kebingungan mencari tahu apa yang telah ia perbuat sehingga dirinya dicari polisi.
ADVERTISEMENT
"Ketemu!" teriak salah seorang polisi.
"Jangan ambil itu, Pak. Jangan."
"Bapak Dodi, bapak tahu ini apa? Ini sabu, Pak. Untuk mencari tahu asal muasal barang ini, kami perlu membawa Bapak ke kantor polisi."
Saat itu Dodi lemas mendengar keterangan polisi. Ia setengah percaya, setengah tidak. Hal yang saat ini ia pikirkan adalah, peri putih nan cantik yang sering mendatanginya saat ia membakar kemenyan tersebut.
"Apakah saat itu aku sedang teler?"
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.