Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Kisah Pesugihan: Tak Sengaja Masuk Bank Gaib Hingga Bertahun-tahun
14 Oktober 2020 18:59 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Amir, Reza, dan Javier sore itu memutuskan untuk beristirahat dan membuka tenda terlebih dahulu. Mereka sedang melakukan penjelajahan di pesisir pantai selatan Jawa di sebuah kota di tengah Jawa. Misinya, mereka akan terus menyusuri pesisir Jawa selama tiga hari dua malam.
ADVERTISEMENT
Hari itu amat cerah. Lembayung bahkan sudah terlihat sejak pukul 16.00. Munculnya ide untuk menelusuri pesisir selatan ini berawal dari keresahan mereka bertiga terhadap rencana pembangunan resort pariwisara besar-besaran di sana yang berpotensi merusak alam.
Pesisir pantai selatan Jawa di kawasan tersebut merupakan tempat yang eksotis. Selain lautan yang bersih, pantai-pantai di sana juga kebanyakan belum terjamah manusia. Hutan -hutan dan bukit kapur masih asri dan masih lebat. Bahkan, hewan-hewan liar macam babi hutan atau serigala kabarnya masih berkeliaran.
Ketiganya hendak mengabadikan perjalanan mereka dan mengunggahnya ke kanal Youtube agar semua orang bisa tahu bahwa kawasan itu merupakan kawasan konservasi alam dan habitat dari berbagai macam flora dan fauna.
"Ini perjalanan yang penting. Kalau kita tak bergerak, orang-orang tak akan tahu betapa indahnya jika kita menjaga alam."
ADVERTISEMENT
Begitu kata Reza beberapa hari sebelum berangkat. Ketiganya merupakan alumni sebuah unit kegiatan mahasiswa pecinta alam di sebuah kampus di Yogyakarta. Selain karena hobi, mereka jadi bisa mengkampanyekan kebaikan melalui ekspedisi ini.
Sore itu Reza, sebagai orang yang paling tua, memutuskan untuk beristirahat dan membuka tenda. Ia kemudian membagi tugas agar semuanya segera selesai dan mereka bisa beristirahat secepat mungkin.
"Aku membuka tenda di sini, Amir mencari kayu bakar untuk api unggun, dan Javier cari pemukiman warga terdekat agar kita tahu ke mana harus mengevakuasi diri jaga-jaga ada kejadian tak terduga."
"Namun, untuk Javier, jika selama satu jam masih belum menemukan pemukiman, segeralah kembali untuk melaporkan. Aku percaya kau tak akan tersesat. Kau satu-satunya di antara kita yang mengerti betul soal navigasi dan sudah tahu medan."
ADVERTISEMENT
Briefing telah usai. Mereka segera melakukan tugasnya masing-masing agar tidak terlambat. Kalau matahari sudah terbenam, kawasan itu jelas akan sangat gelap gulita dan hewan buas akan membahayakan mereka.
***
"Aku akan ke arah timur laut. Ada jalan setapak ke arah sana. Kemungkinan ada pemukiman penduduk di dekat sini."
Javier bergumam sembari berjalan. Berbagai peralatan navigasi ia bawa. Selain kemampuan navigasinya yang mumpuni, Javier juga sudah berkali-kali "menaklukan" hutan pesisir selatan. Jadi, bisa dibilang bukan kali pertama ia di sana.
Di perjalanan, Javier tak menemukan hal-hal aneh. Hewan buas, jurang, atau bahkan hantu pun tak ia temukan. Bahkan, semakin ia berjalan jauh, semakin rapi saja hutan yang ia lewati.
"Tak ada sampah dedaunan di sini. Artinya ini sudah masuk ke lahan warga. Ah, ternyata dekat."
ADVERTISEMENT
Belum sampai 15 menit ia berjalan, ciri-ciri pemukiman sudah ia dengar. Sekira beberapa langkah ia berjalan, suara orang-orang sudah terdengar. Bahkan ada suara kuda dan putaran roda.
"Syukurlah, kita tak begitu jauh dengan pemukiman."
Javier kemudian menemukan jalan setapaknya berakhir. Ia sampai di sebuah jalanan besar. Namun, itu bukan jalanan aspal apalagi beton. Jalan itu memang besar, tetapi masih tanah dan kerikil.
Masyarakat di sana pun mengenakan pakaian yang tak biasa. Seperti pakaian adat. Bahkan mereka tak ada satupun yang mengenakan sandal. Kendaraan pun tak ada yang menggunakan mesin. Semuanya mengandalkan hewan seperti kuda dan kerbau.
Masuk ke perkampungan itu, rasa-rasanya seperti kembali ke ratusan tahun yang lalu. Semuanya tampak kuno dan jauh dari kata modern. Awalnya Javier merasa aneh, tetapi ia punya asumsi sendiri soal itu.
ADVERTISEMENT
"Ternyata ada desa adat di sini. Aku baru tahu. Kalau begini, semakin menarik perjalanan kita. Pengusaha-pengusaha resort sialan itu akan berhadapan dengan kampung adat ini. Setelah aku berkenalan dengan warga sekitar, aku akan kembali dan mengabarkan kepada Reza dan Amir."
Javier kemudian masuk ke kampung tersebut. Tak ada bangunan atau rumah di sana, yang ada hanya pondokan-pondokan kecil yang dibuat dari bambu dan jerami. Setelah melihat ke sekeliling, ia menemukan satu bangunan yang lebih besar dari yang lainnya.
"Mungkin itu rumah kepala desa mereka. Lebih baik aku datangi kepala desanya saja agar lebih sopan."
Di depan bangunan besar tersebut telah berjaga seorang bertubuh kekar membawa sebuah gada besar. Sepertinya ia yang menjaga bangunan tersebut. Javier lalu menundukkan kepalanya. Namun, si penjaga tak merespons dan hanya diam. Merasa tak nyaman, Javier langsung masuk saja ke bangunan itu.
Betapa kagetnya Javier ketika melihat di dalamnya bukanlah sebuah rumah. Melainkan mirip bank modern. Ada loket teller, ada bangku-bangku antrian, orang-orang tampak sibuk. Javier lalu bertanya kepada seseorang yang duduk di sana.
ADVERTISEMENT
"Permisi, Tuan. Kalau boleh tahu, ini bangunan apa, ya?"
"Oh, ini bank, Dik. Adik mau menabung? Silakan menunggu, ya."
Jelas saja Javier kaget bercampur kagum. Ada sebuah desa adat yang punya sistem keuangan modern. Sungguh berita besar untuk teman-temannya dan akan menjadi konten menarik jika dimasukkan ke dalam Youtube.
"Ah sial, aku lupa. Ini hampir satu jam. Aku harus kembali dan mengabarkan berita besar ini kepada teman-teman."
Secepat kilat ia kembali ke titik perkemahan mereka. Tak butuh waktu lama bagi Javier untuk kembali karena memang tidak begitu jauh. Ia tinggal mengikuti tanda jalan yang telah ia pasang saat berangkat.
Namun, betapa kagetnya Javier saat sampai di tempat perkemahannya. Amir dan Reza tak ada di sana. Bahkan, tenda dan semua perangkat penjelajahannya juga tak ada di tempat.
ADVERTISEMENT
"Ke mana mereka? Apakah aku ditinggalkan? Atau, mungkinkah mereka dirampok? Sial. Aku harus buru-buru pergi. Sepertinya di sini berbahaya."
Buru-buru Javier berjalan ke arah jalur kembali. Ia bahkan sesekali berlari agar tak terlambat malam. Javier harus segera sampai di loket tiket kala ia pertama datang agar terhindar dari bahaya.
"Aku takut rampok. Semoga tak terjadi apa-apa dengan mereka."
Hampir berjam-jam ia berlari, akhirnya Javier sampai di loket tiket. Namun, ia merasa agak aneh. Karena loket tiket yang ia datangi pagi tadi telah banyak berubah. Catnya saja sudah berbeda. Bahkan, ada bangunan-bangunan warung yang tampak baru.
"Masa iya secepat ini melakukan renovasi?"
Javier buru-buru menghampiri penjaga loket dan menanyakan ke mana perginya Reza dan Amir. Ketika mulai bertanya, betapa tersentaknya Javier ketika mendengar jawaban si penjaga loket.
ADVERTISEMENT
"Anda Javier? Javier Harahap, bukan? Boleh saya lihat KTP Anda?" bukannya menjawab ke mana perginya Amir dan Reza, si penjaga loket malah menanyakan KTP Javier. Tanpa pikir panjang, Javier lalu memberikan KTP-nya segera.
"Masya Allah. Anda benar-benar Javier Harahap! Dua tahun lalu teman-teman Anda kembali ke sini dari dalam hutan dan melaporkan kalau Anda hilang. Kami mencari-cari Anda selama satu tahun, tetapi tak sedikitpun jejak kami temukan."
"Bahkan, maaf, seonggok jasad pun tak ada. Kami bingung ke mana Anda pergi. Akhirnya kami hentikan pencarian tersebut dan menyatakan kalau Anda tewas diterkam hewan buas."
Seketika tubuh Javier lemas. Ia lalu terduduk tanpa sadar. Satu hal yang ia pikirkan usai mendengar pernyataan si penjaga loket, yakni bank aneh yang ada di sebuah desa adat misterius tadi.
ADVERTISEMENT
"Apakah itu alam gaib?" Javier bergumam lalu ia ambruk pingsan.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.