Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kisah Subori yang Terkutuk Jadi Buaya Rawa karena Pesugihan
10 Agustus 2020 18:22 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Untuk melancarkan bisnisnya, Pak Subori rela melakukan pesugihan. Dari arahan guru spiritualnya, Pak Subori menjalani laku pesugihan menggunakan gigi buaya. Gigi itu sengaja dipoles dan dibentuk seperti akik untuk ditempelkan ke cincin emasnya.
ADVERTISEMENT
Pesugihan itu mendatangkan banyak untung. Ia mampu bergaya bak sosialita ibu kota. Syaratnya sederhana, Pak Subori hanya boleh setia dengan istrinya layaknya seekor buaya yang setia dengan pasangannya. Tetapi lantaran terbutakan oleh nafsu, Pak Subori pun melanggar pantangannya.
Menghabiskan malam dengan seorang mahasiswi cantik, Pak Subori pun berubah menjadi buaya rawa. Di komunitas buaya itu, Pak Subori juga tidak disambut dengan baik. Buaya-buaya penghuni rawa tak mau menerima Pak Subori sebagai bagian dari komunitasnya. Akibatnya Pak Subori harus hidup seorang diri di pinggiran rawa itu.
Sudah satu tahun, semenjak terkutuknya Pak Subori. Para keluarga masih kebingungan dengan hilangnya Pak Subori dengan tiba-tiba. Pencarian polisi terhadap hilangnya Pak Subori juga tak membuahkan hasil. Sang guru spiritualnya juga tak mau buka suara meski dia mengetahui segalanya.
ADVERTISEMENT
Satu tahun pula Pak Subori menjalani hari-harinya di rawa itu. Menjadi predator paling berkuasa di rawa itu, Pak Subori menjadi seekor buaya yang brutal. Kebencian terhadap hidupnya masih kental. Ia benci mengapa hidupnya seperti ini.
Dirinya bahkan menyesali pernah terpikir untuk menggunakan pesugihan. Lantaran temperamental yang buruk dan kebencian akan hidupnya. Pak Subori yang kini menjadi buaya gemar mencelakai manusia.
Bila ada manusia lengah yang sedang memancing, dirinya pasti mengganggu manusia itu. Selama satu tahun hidupnya menjadi buaya, Ia telah mencelakai tiga manusia. Ketiga manusia itu sengaja tidak ia terkam sampai meninggal. Ia hanya menggigit jari kaki atau tangan mereka.
**
Kebiasaan Pak Subori menggigit manusia bertambah parah. Di tahun ke lima, Pak Subori tidak hanya puas menggigit habis jari manusia. Ia bahkan berani menggigit manusia sampai meninggal. Tidak hanya itu, ia juga pernah menelan manusia hidup-hidup.
ADVERTISEMENT
Adalah Bagas, seorang anak manusia yang masuk duduk di kelas 2 SD. Lantaran tak memiliki teman, Bagas sering bermain seorang diri di rawa itu. Meski sudah diperingatkan orang tuanya untuk tak main di rawa tapi toh dia hanya anak kecil yang ingin bermain.
Kedatangan Bagas kala itu berbeda dari sebelumnya. Bagas kali itu sangat murung dan seperti menangis. Pak Subori pun tidak menyianyiakan kesempatannya untuk makan kenyang.
Melihat Bagas yang sedang lengah, Pak Subori kemudian mengendap-endap dan menerkam Bagas. Ia menggigit leher bocah itu sampai putus. Setelahnya, baru ia telan tubuh mungilnya.
Kehilangan Bagas membuat seluruh keluarganya geger. Tak ditemukannya bekas, atau jejaknya. Tetapi ada seorang warga yang menemukan sandal milik Bagas di rawa.
ADVERTISEMENT
“Apa mungkin Bagas diterkam Buaya?” tanya seorang warga dalam hati.
Warga yang curiga kemudian mencoba mencari keberadaan buaya rawa yang menelan Bagas. Tetapi Pak Subori pandai. Ia mengerti keadaan dan sembunyi.
**
Keisengan Pak Subori ternyata membawa candu. Dirinya kecanduan memangsa manusia. Selain mengenyangkan, Pak Subori juga merasa bisa ‘balas dendam’.
Di tahun kesepuluh Pak Subori menjadi buaya, dirinya telah menghilangkan lima orang manusia. Tidak hanya anak-anak, tetapi Pak Subori juga memakan manusia dewasa hingga lanjut usia.
Hidup sebagai buaya, ia memiliki moto “makin banyak makan manusia makin baik”. Sampai suatu ketika, Pak Subori melihat seorang pria muda yang tengah memancing. Dirinya ingin menerkam pria itu tetapi gagal. Sejak saat itu kelakuannya diketahui masyarakat.
ADVERTISEMENT
**
Pak Mamang dan Pak Tidar telah setuju untuk memburu buaya itu. Sebagai ketua adat, mereka harus melakukan sesuatu lantaran desanya diganggu. Meskipun sebenarnya mereka juga mengetahui bahwa buaya yang akan mereka tangkap bukanlah buaya sungguhan.
Keputusan itu akhirnya mereka lakukan. Berbekal tupai sebagai umpan dan tali tambang sebagai tali pancingnya, mereka memancing Pak Subori. Tapi, karena Pak Subori mantan manusia, dirinya mengetahui trik itu. Rencana mereka gagal.
“Bagaimana kalau kita tembak menggunakan senapan saja?” tutur Pak Mamang.
Ide itu pun dieksekusi. Pak Tidar berpura-pura memancing untuk menarik perhatian buaya jadi-jadian itu. Ketika batang moncongnya mulai terlihat, Pak Tidar segera menembaknya.
Pak Subori pun akhirnya mati ditempat. Kedua tetua adat itu berhasil membunuh mati Pak Subori alias buaya jadi-jadian itu.
ADVERTISEMENT
Lantaran sering makan manusia, gigi buaya jadi-jadian itu bahkan sudah ompong.
Kini masyarakat desa dapat kembali hidup tanpa ketakutan.
Tulisan ini hanyalah rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.