Lutung Pencuci Piring, Menguak Rahasia Pesugihan Bisnis Restoran di Masa Corona

Konten dari Pengguna
9 Juni 2020 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lutung. Foto: Antara/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lutung. Foto: Antara/ kumparan
ADVERTISEMENT
Hari sudah beranjak sore kala itu. Tapi Puspa baru saja menuntaskan makan siangnya di sebuah restoran di kota T. Lokasi restorannya di tepi sebuah telaga. Restoran itu menempati areal yang cukup luas. Kalau dia taksir, mungkin hampir setengah hektar.
ADVERTISEMENT
Di restoran yang menempati lahan seluas itu, tertata saung-saung tempat makan. Lokasinya agak berjauhan, dinaungi pohon-pohon yang rindang. Di beberapa sudut, ada kandang burung yang kicaunya memecah kesunyian restoran sore itu. Suasananya sejuk dan asri. Apalagi angin sejuk kerap berembus dari arah telaga ke lokasi restoran itu berada.
Usai merampungkan makan bersama dua rekan bisnisnya, yakni Septi dan Anwar, Puspa bermaksud menunaikan salat asar. “Biar tenang di perjalanan sebelum kembali ke Jakarta,” pikir Puspa saat itu. Septi dan Anwar sendiri memang tinggal di kota T. Puspa sengaja datang menemui mereka berdua untuk membicarakan langkah pengembangan bisnis mereka bersama, yang akan beroperasi lagi setelah Pemerintah melonggarkan status Pembatasan Sosial Berksala Besar atau PSBB.
ADVERTISEMENT
Suasana yang makin senja, di tengah suasana asri dan embusan angin sepoi-sepoi. Ditambah kekenyangan setelah makan siang yang terlambat, membuat Puspa agak malas beringsut mencari musholla di restoran itu. Tapi dia jabani juga kewajiban setiap lima waktu tersebut.
“Ke arah belakang Bu, dekat dapur. Nanti ada petunjuknya,” kata seorang pelayan yang ditanya soal lokasi musholla. Puspa pun mengikuti petunjuk pelayan tersebut. Meniti bebatuan yang tertata rapi di antara tanah berumput, dia mengarah ke bagian belakang restoran. Dia jumpai sebuah bangunan tak terlalu besar. “Sepertinya ini musholla yang dimaksud,” Puspa menebak.
Tapi bangunan yang memang tak jauh dari dapur itu, pintunya tertutup. Demikian juga jendela kacanya terhalang oleh gorden. Puspa sebenarnya agak ragu jika bangunan itu benar musholla yang dia cari. Tapi tak ada orang lain yang bisa dia tanyai di dekat situ. Dari dalam bangunan, lamat-lamat terdengar suara denting piring beradu.
ADVERTISEMENT
Penasaran dan ingin memastikan soal fungsi bangunan itu, Puspa mengintip dari pada kaca jendela di sela-sela gorden. “Astaghfirullah....,” ujarnya bergumam seraya membekap mulutnya sendiri. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya melalui kaca jendela di sela-sela gorden. Ada sepasang lutung yang sedang mencuci piring sajian makanan di restoran itu. Sekilas terlihat, kedua lutung itu layaknya suami istri. Matanya sayu, raut wajahnya sedih seperti dieksploitasi di ruang tertutup yang pengap.
Tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Puspa menggosokkan punggung jarinya ke mata. Memastikan bahwa dia tak salah lihat. Bahkan dia mencubit lengan kiri dengan jari tangan kanannya, meastikan dia tak sedang bermimpi atau mengigau. Dia pun yakin, yang dilihatnya adalah sepasang lutung pencuci piring.
ADVERTISEMENT
*****
Waktu seperti melayang cepat. Suatu ketika Puspa harus kembali bertemu dengan Septi dan Anwar di kota T. Apalagi yang dibahas kalau bukan bisnis mereka bersama. Kali itu, Anwar mengajak mereka untuk meeting sambil makan siang di restoran di tepi telaga.
Ilustrasi restoran. Foto: Shutterstock
“Makanannya enak-enak. Makanya enggak heran kalau restoran itu selalu ramai. Bahkan penuh. Pengunjung rela antre dan menunggu untuk dapat saung untuk tempat makan. Makanya susah banget dapat parkir. Terutama kalau pas jam makan,” tutur Anwar dengan nada berpromosi.
“Nah itu, herannya kalau makanannya dibungkus dan dimakan di rumah, rasanya enggak seenak makan di restoran itu,” timpal Anwar menanggapi usul Septi untuk makan siang di rumahnya saja. Makanannya, biar nanti dia yang pesan dari restoran di tepi telaga itu.
ADVERTISEMENT
Di tengah obrolan dua rekan bisnisnya itu, Puspa teringat pengalamannya beberapa bulan silam. Mendapati sepasang lutung pencuci piring di restoran di tepi telaga. Dia pun menceritakan pengalaman lampaunya. Yang mengejutkan, cerita Puspa seperti mendapat pembenaran dari Septi.
“Jadi asisten rumah tangga aku itu, dulu kerja di restoran itu. Tapi berhenti dan sekarang kerja di tempatku,” tutur Septi mengawali cerita dari asisten rumah tangganya.
“Menurut dia, pemilik restoran memang melakukan pesugihan. Iya praktik bisnis pakai klenik gitu, biar restorannya laku. Nah sepasang lutung itu katanya kayak semacam jimat dari dukun pemberi pesugihan. Itu syarat supaya usaha restorannya laku,” lanjutnya.
Mendengar cerita Septi, Puspa dan Anwar pun hanya melongo. Hilang sudah selera makan dan rasa lapar.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.