Pesugihan Bulu Genderuwo: Pelaku Tobat Karena Anak Masuk Pesantren

Konten dari Pengguna
22 September 2020 17:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi genderuwo (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi genderuwo (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Keluarga Sarwiki sempat jatuh ke dalam jurang kebangkrutan. Sarwiki menjadi korban PHK sepihak akibat kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 silam di Jakarta. Pabrik-pabrik ditutup karena Soeharto yang saat itu menjabat sebagai presiden tak mau mundur dari jabatannya. Kerusuhan pun terjadi di mana-mana. Roda ekonomi pun lumpuh yang berakhir pada pemecatan ribuan buruh.
ADVERTISEMENT
Sarwiki yang saat itu bekerja sebagai operator produksi di sebuah pabrik onderdil motor jelas-jelas menjadi korban. Keluarganya yang terdiri dari istrinya, Mukaromah, dan satu orang anaknya yang berusia lima tahun. Jalalul Fikri, harus ikut-ikutan bangkrut. Mereka yang dulunya menggantungkan diri kepada gaji sangPak ayah, kini harus memutar kepala.
Setidaknya, hingga Jalal lulus SD, keluarga Sarwiki dapat bertahan dari usaha jualan lauk-pauk keliling. Sarwiki akan berkeliling dengan sepedanya menjajakan lauk-pauk, sedangkan Mukaromah akan tinggal di rumah membuat masakan, baik untuk keluarganya sendiri maupun untuk dijual.
Saat Jalal masuk akan masuk SMP, Mukaromah hamil. Kehamilan dan kelulusan putra pertamanya yang seharusnya disambut dengan sukacita itu berubah menjadi keresahan. Pasalnya, hutang-hutang Sarwiki semasa menjadi buruh belum kunjung lunas.
ADVERTISEMENT
Belum lagi biaya sekolah Jalal yang mesti dipikirkan sekaligus biaya persalinan dan perawatan bayi kedua mereka yang pastinya tidak memakan biaya sedikit. Sarwiki pun resah, ia memikirkan dengan keras darimana mereka harus mendapatkan uang tambahan.
“Neng, jangan khawatir. Bapak akan cari cara bagaimanapun agar keluarga kita baik-baik saja,” kata Sarwiki kepada istrinya menghibur meski ia sendiri juga resah.
***
Setiap hari, Sarwiki selalu membelikan makanan-makanan mewah untuk keluarganya. Istrinya yang kini sudah delapan bulan mengandung juga tak kalah ia manjakan. Berbagai makanan, buah-buahan, pakaian, bahkan mainan dan pakaian bayi pun kerap diberikan Sarwiki.
“Memangnya Bapak dapat uang dari mana?” kata Mukaromah sekali-kali bertanya.
“Sudah, Neng. Ini semua pemberian Gusti Allah untuk keluarga kita. Nikmati dan syukuri saja.”
ADVERTISEMENT
Mendengar jawaban itu, Mukaromah maupun Jalal tak mau banyak menggugat Pak kepala keluarga. Sejauh ini mereka yakin bahwa Sarwiki bukan orang yang neko-neko. Maka, suatu hal yang tidak mungkin bila Sarwiki melakukan tindakan kejahatan.
“Bapak, Jalal ingin masuk pesantren. Teman-teman Jalal di SMP sekarang banyak yang pindah ke pesantren. Katanya, mereka ingin menambah ilmu agamanya. Jalal juga mau ikut mereka,” kata Jalal di suatu makan malam.
Mendengar putra mereka berbicara seperti itu, betapa senangnya Mukaromah dan Sarwiki. Tentu saja mereka setuju. Sebuah hal yang jarang-jarang terjadi bila seorang anak yang mengajukan dirinya sendiri untuk masuk ke pesantren dan tinggal jauh dengan orang tuanya.
“Tentu saja akan Bapak dukung, Nak. Nanti, tahun ajaran baru, Bapak akan daftarkan kamu ke pesantren, ya, menyusul teman-temanmu yang baik itu.”
ADVERTISEMENT
***
Pagi itu keluarga Sarwiki sudah siap berangkat. Anak kedua mereka sekarang sudah bisa dibawa ke mana-mana. Usianya hampir menginjak satu tahun. Sarwiki kini punya mobil. Keuangannya benar-benar membaik meski tak ada yang tahu asal muasal uang tersebut.
Dengan mengendarai mobil, keluarga kecil itu berangkat ke pesantren yang sudah diidam-idamkan Jalal. Sesampainya di sana, betapa senangnya Jalal bertemu dengan teman-teman SMP nya yang juga sudah siap tinggal di sana.
“Dul, kita bareng lagi, ya. Mau sekamar denganku?” kata Jalal kepada temannya yang ditemuinya di pesantren yang sama.
Santri di Pesantren (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Sarwiki dan Jalal saat itu sedang duduk di teras rumah Kyai Mukhlis di pesantren tersebut. Sebagaimana prosedur yang berlaku, bahwa setiap orang tua santri baru harus menemui Kyai Mukhlis terlebih dahulu untuk memohon doa, izin, dan menitipkan buah hati mereka.
ADVERTISEMENT
“Nanti kalau sudah bertemu Pak Kyai Mukhlis, kamu cium tangan beliau ya, Nak.”
Sudah waktunya mereka masuk. Jalal berjalan di depan ayahnya. Sedangkan Sarwiki memegangi pundak Jalal sembari berjalan masuk ke rumah Pak Kyai Mukhlis. Baru saja menginjak batas pintu rumah Kyai Mukhlis, Sarwiki tiba-tiba merasa lemas. Dadanya terasa sesak dan sekujur tubuhnya tiba-tiba saja panas.
Ia tak kuat melangkah. Nafasnya terasa semakin berat, bahkan hampir tak bisa bernafas sama sekali. Saking tak kuatnya, Sarwiki sampai berlutut di bagian pintu rumah Kyai Mukhlis. Pak Kyai Mukhlis yang saat itu sudah tersenyum menyambut kedatangan Sarwiki dan Jalal, sontak terbangun dan menghampiri Sarwiki. Jalal sampai ketakutan melihat ayahnya ambruk.
Saat dihampiri Kyai Mukhlis, bukannya tertolong, Sarwiki malah merasa semakin panas dan sesak. Ia berteriak-teriak merasa kesakitan. Pak Kyai Mukhlis pun merasa aneh. Namun, lama kelamaan beliau tersadar, bahwa ada yang beres dengan Sarwiki. Tanpa peduli dengan erangan Sarwiki, Pak Kyai Mukhlis buru-buru menghampirinya bahkan memegangi tangan Sarwiki.
ADVERTISEMENT
Seketika Sarwiki menjerit. Mata dan kulitnya memerah seketika. Urat-urat di sekujur tubuhnya mulai tampak. Ia seperti menahan sakit yang teramat. Sarwiki tampak tersiksa saat dipegangi oleh Kyai Mukhlis. Ia sampai meminta ampun dan berusaha melepaskan tangan Pak Kyai Mukhlis.
“Ikuti saya. Ikuti saya, Pak,” kata Pak Kyai Mukhlis disusul membacakan bacaan-bacaan kitab suci.
Setelah hampir 30 menit bergumul di bagian pintu rumah Kyai Mukhlis, Sarwiki akhirnya pingsan. Ia dibawa oleh tim medis pesantren ke klinik terdekat untuk dilakukan perawatan. Karena kejadian itu, Sarwiki dirawat selama hampir semalam. Mukaromah jelas sedih sekaligus bertanya-tanya apa yang terjadi.
***
“Bapakmu membawa sosok makhluk gaib saat datang ke rumah saya,” kata Pak Kyai Mukhlis di hadapan Jalal dan Mukaromah.
ADVERTISEMENT
“Makhluk gaib di tubuh bapakmu itu mengatakan bahwa bapakmu bersekutu dengannya. Ia sosok genderuwo yang bulunya diambil untuk memperkaya diri.”
Mendengar itu, Mukaromah seketika mengangis tersedu-sedu. Ia tak percaya bahwa suaminya yang ia percayai melakukan hal di luar dugaan seperti itu. Ternyata, selama ini kekayaan yang didapatkan keluarganya adalah hasil dari persekutuan dengan makhluk halus.
***
“Ini Bapak Haji Sarwiki. Beliau merupakan bendahara pesantren. Kalau bapak-ibu mau membayar biaya pesantren untuk anak-anak, nanti pasti akan berurusan dengan Pak Haji Sarwiki ini,” kata Kyai Mukhlis Mukhlis saat mengenalkan seluruh jajaran pesantren dalam sebuah acara pertemuan orang tua santri dengan pesantren.
Tiga tahun sejak kejadian itu, Sarwiki dipekerjakan di pesantren Kyai Mukhlis Mukhlis. Bahkan, Sarwiki dengan istrinya dibiayai naik haji oleh Kyai Mukhlis Mukhlis setahun yang lalu. Keluarga Sarwiki kini punya rumah di sekitaran pesantren.
ADVERTISEMENT
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.