Konten dari Pengguna

Pesugihan Bulus Jimbung, Menjual Nyawa Demi Harta Semu

16 Juli 2020 18:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bakso. Foto: Azalia Amadea/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bakso. Foto: Azalia Amadea/Kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah lima tahun lamanya Karjo berdagang bakso di ibu kota. 2015 lalu, ia dan sang istri memberanikan diri mengadu nasib di kota itu. Jauh-jauh dari Wonosari, mereka berdua hanya berbekal ilmu membuat bakso yang ia pelajari turun temurun.
ADVERTISEMENT
Meski telah bekerja tak kenal lelah, hidup keduanya masih saja tak berubah. Mereka berdua tinggal di sepetak ruang sewaan. Ruangan sebesar 3x4 itu tempat mereka melakukan segala sesuatunya seperti tidur, memasak jualannya, dan berkegiatan sehari-hari.
Tiap subuh menjelang, keduanya bergegas pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan. Tak lama pasutri itu kemudian membuat bakso dengan resep khas milik keluarganya. Pukul 6 pagi, keduanya sudah siap untuk menjajakan bakso berkeliling kota.
Ting, ting, ting…. Begitu bunyi mangkok yang dipukul Karjo ketika menjajakan baksonya. Sang istri juga setia menemani langkah suaminya mencari nafkah. Bila siang hari tiba, keduanya akan Berhenti di depan perkantoran di Jakarta Utara. Para karyawan akan berbondong-bondong antre membeli bakso buatan mereka yang lezat.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki pelanggan, hasil jualan bakso mereka masih kurang untuk hidup sehari-hari. Kehidupannya lima tahun di ibu kota masih saja melarat. Ditambah, keduanya juga mencoba untuk memiliki momongan tetapi tak kunjung datang. Mereka tak mampu untuk sekadar cek ke rumah sakit.
Bosan dirundung kemiskinan, Karjo diam-diam mencari jalan pintas. Bukan ke arah kriminal, Karjo memilih untuk mempelajari ilmu hitam. Di desanya, hal-hal klenik sudah jadi makanan sehari-hari. Ia juga tak berani tertangkap oleh polisi dan berakhir di penjara.
ilustrasi Sendang Jimbung. Foto:tempatangker.com
Pencariannya berhenti ketika salah satu pelanggannya bercerita tentang klenik di desanya. Menurut penuturan lelaki asal Klaten itu, di desanya terdapat sebuah sedang yang memiliki energi gaib. Banyak orang sudah terbukti memiliki kekayaan berlimpah ruah setelah bersemedi di sendang itu.
ADVERTISEMENT
Tak ingin membuang waktu, Karjo kemudian membeli dua tiket bus menuju ke Klaten bersama istrinya. Sang istri pun menurut, ia juga lelah hidup dalam kubangan kemiskinan. Keduanya sangat bersemangat menjemput kekayaan di sendang itu.
Sesampainya di sendang Karjo lantas melakukan laku ritual. Ia sudah menyiapkan kemenyan, candu, nasi tumpeng dan ayam kampung, minyak wangi, daging ayam mentah, serta kembang tiga macam. Ia meletakkan semuanya di pinggir sedang dan mulai melucuti pakaiannya. Sesaat kemudian, Karjo masuk ke dalam sedang dan bersemedi di pinggiran kolam.
Konon katanya, di sendang itu terdapat penunggu berupa bulus putih atau kura-kura berpunggung lunak. Hanya orang-orang yang beruntung yang dapat melihatnya. Bagi mereka yang dapat melihat bulus putih itu, maka segala keinginan akan terwujud.
ADVERTISEMENT
“Aku ingin kaya mbah, punya 7 rumah, 7 mobil, dan 17 toko bakso. Aku juga ingin punya 3 anak mbah” tuturnya dalam hati selama bersemedi di air.
Ketika bersemedi, air merendam setengah dadanya. Menyisakan sebagian kecil dada, leher, dan kepala yang tidak terendam. Sesaat kemudian, Karjo kemudian terciprat air. Ia melihat adanya sosok bulus putih yang berenang ke arahnya. Bulus itu kemudian mengangguk dan berbicara “Tapi ada harganya”
“Di tubuhmu akan muncul bercak putih. Semakin kamu kaya, semakin lebar pula bercak putih itu. Dan ketika bercak putih itu menyelimuti tubuhmu, kamu akan mati” tuturnya dengan suara berat.
Setelah mendengar jawaban dari bulus putih itu, Karjo lantas bergegas pulang ke ibu kota. Ia menceritakan kejadian itu kepada sang istri yang hanya menurut. Sepulangnya di Jakarta, Karjo dan istri kembali berjualan seperti biasa.
ADVERTISEMENT
Meski berjualan seperti yang biasa mereka lakukan, tetapi tetap ada yang berbeda setelah kepulangan mereka dari sendang itu. Jumlah pelanggannya meningkat, tapi tidak fantastis. Namun uang simpanan yang ada digerobaknya bertambah 10 kali lipat. Tiap harinya mereka bisa memanen banyak uang dari situ.
Hanya tiga bulan berselang, Karjo berhasil membuka kios bakso pertamanya. Saat itu pula, bercak putih pertama muncul di tangannya. Laris manis dengan kios pertamanya, Karjo kemudian membuka kios lain. Hanya dengan kurun waktu dua tahun, Karjo dan istri berhasil mencapai impiannya berkat pesugihan.
Selama dua tahun pula, bercak putih yang ada di tubuhnya kian melebar. Bercak yang semula ada di tangan merebak sampai ke tubuhnya, hanya leher dan bagian kaki yang belum tertutupi oleh bercak itu. Bila ditanya, Karjo pun akan menjawab bahwa dirinya memiliki alergi parah.
ADVERTISEMENT
Sudah jadi jutawan, Karjo makin rakus. Dirinya ingin menambah bisnis untuk menambah kekayaannya. Ia berambisi untuk membangun pusat perbelanjaan di Jakarta Utara. Tetapi ia lupa akan perjanjian dengan si bulus putih. Begitu bercak memenuhi tubuhnya, ia akan mati.
Bisnis mal nya ternyata laris. Dirinya tambah kaya. Sejalan dengan itu bercak yang ada di tubuhnya pun juga makin banyak, kini hanya tinggal wajahnya yang belum tertutupi.
Satu bulan kemudian, Karjo melihat perubahan di bercaknya, sejalan dengan kekayaannya yang mengalir deras, bercaknya juga dengan cepat menutupi wajahnya.
“Ini sudah saatnya aku mati, tolong rawat harta kita dengan baik” tuturnya kepada sang istri.
Tak lama kemudian, Karjo meninggal. Sepeninggalnya Karjo, sang istri pun melanjutkan bisnis suaminya. Walau sudah teliti menjalankan bisnis, nyatanya beragam usahanya bangkrut juga. Bukannya untung, ia malah buntung. Ia harus menjual seluruh asetnya untuk menutupi utang kepada investor. Sang istri pun kembali hidup melarat dengan ketiga anaknya yang memiliki wajah seperti bulus.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian cuma kebetulan belaka.