Konten dari Pengguna

Pencarian Makna Hidup (Sebuah Catatan Menyambut Tahun Baru)

Petrus Polyando
Saya Seorang Dosen, bertugas di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). keseharian mengajar, menulis dan meneliti serta membantu melakukan kajian akademis bagi pemerintahan daerah
1 Januari 2024 12:31 WIB
·
waktu baca 15 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Petrus Polyando tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Petrus Polyando
1 Januari 2024
Petrus Polyando
zoom-in-whitePerbesar
Petrus Polyando
Prolog
Saya memulai tulisan ini dengan mengutip kata-kata yang digoreskan oleh orang buthan disebuah papan yang ditemukan oleh seorang jurnalis, pengarang buku laris, pelancong filosofis dan pembicara hebat Eric Weiner (2023) ”Ketika pohon terakhir ditebang, Ketika sungai terakhir dikosongkan, Ketika ikan terakhir ditangkap, Barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang”. Tentu ini bisa dimaknai secara beragam oleh setiap orang berdasarkan perspektif dan kepentingan dirinya yang dipengaruhi pengetahuan, sikap kritis dan sentuhan perasaan diri. Dari kata-kata tersebut, timbul banyak asumsi atas pesannya kepada setiap orang yang membaca. Umumnya kata yang tertulis sangat melekat dalam ingatan orang sehingga selalu ada ruang dan waktu untuk mendeskripsikan makna dibalik kata tersebut dari berbagai sudut. Entah karena rasa ingin tahu yang tinggi akan kebenaran kata tersebut atau sekadar mengupas asal-usul ide dan makna yang terkandung darinya, yang jelas selalu ada catatan pro dan kontra yang ditemukan. Bagi sebagian orang biasa, menanggapi kata tersebut dengan datar saja. Dalam pikiran mereka yang tidak mau diganggu dengan pencarian makna atas pesannya terlalu jauh, mungkin saja langsung tertuju pada kebiasaan/adat istiadat orang buthan untuk melindungi alamnya. Namun bagi sebagian kecil orang yang terbiasa berpikir berbeda (Lateral Thinking) atau juga berpikir kritis (Critical Thinking) yang mungkin saja dalam DNA-nya selain tiga macam molekul (gula pentosa, asam pospat, dan basa nitrogen) ada senyawa lain (perlu diuji lebih lanjut di lab-kes), kata tersebut punya pesan yang mendalam. Bisa jadi untuk setiap manusia, merenung kembali perilaku diri masa lalu dan kini serta bagaimana kondisi yang akan terjadi atas perilaku yang telah dilakukan selama hidupnya.
ADVERTISEMENT
Dibalik yang kritis, dengan perilaku mereka justru mengungkap kebenaran sesungguhnya atau menyingkap asal-usul kebenaran makna dari kata yang tertulis atau kata yang sering digunakan. Keusilan mereka justru membongkar yang tersirat dari yang tersurat, dan menjelaskan secara tuntas yang dikepala dan apa yang terungkap. Seakan menghubungkan kembali misteri yang abu-abu dengan yang terpampang nyata (jargon syarini), hasil daya upaya mereka kemudian memaksa banyak pencarian terhadap berbagai fakta untuk mengungkap kebenaran kata. Bahkan juga membuka jalan baru bagi pihak lainnya untuk menguji suatu kebenaran kata atau relevansi suatu fakta kebenaran kata tersebut dari dimensi waktu.
Semuanya mengingatkan kita bahwa setiap kata punya makna dan kebenarannya. Dan pada diri setiap orang, ada hak untuk menilai atas kebenaran makna kata tersebut. Apalagi didesak oleh perkembangan pengetahuan yang kemudian meningkatkan naluri kritis setiap individu. Sebab itu, akan selalu muncul penafsiran yang berbeda setiap waktunya. Yang benar di masa lalu belum tentu benar di masa sekarang, demikian pula yang benar di masa sekarang belum tentu diterima benar di masa yang akan datang. Oleh Prof Franky (2023) dinyatakan sebagai kebenaran yang mewaktu. Lebih jauh Sang filsuf menjelaskan sebagai kebenaran yang tersituasi oleh waktu, sehingga tidaklah final menyingkapkan diri seutuh-utuhnya. Jadi, kebenaran tersebut selalu bergerak dan berubah di dalam waktu, dalam ketegangan antara ketersingkapan dan ketersembunyian.
ADVERTISEMENT
Bila kita meluangkan waktu sejenak menelusuri lebih jauh setiap goresan kata yang tertuang dari papan orang Buthan, kita dapat menemukan keterkaitannya dengan pencarian makna hidup dan bisa jadi ada kaitannya dengan orientasi kebahagiaan.
Makna hidup dan Orientasi Kebahagiaan.
Kita mulai membedah apa itu makna hidup. Seorang penyintas kamp-konsentrasi, psikiater, dan pendiri logoterapi, Viktor E. Frankl (1988), berdasarkan pengalamannya sendiri dan pengalaman menangani orang-orang dalam praktiknya, menyatakan bahwa kita tidak bisa menghindari penderitaan namun kita bisa memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan bergerak maju dengan tujuan baru. Teori Frankl ini dikenal sebagai logoterapi yang menyatakan bahwa dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, seperti yang dikemukakan Freud, namun penemuan dan pencarian atas apa yang secara pribadi kita anggap bermakna. Ini berarti mencakup siklus kehidupan dan kematian yang lebih luas, penderitaan dan kematian. Seseorang hendaknya tidak mencari makna hidup yang abstrak. Setiap orang mempunyai panggilan atau misi khusus dalam hidupnya untuk melaksanakan tugas konkrit yang menuntut pemenuhan. Dalam hal ini dia tidak dapat tergantikan, dan hidupnya tidak dapat terulang kembali. Dengan demikian, tugas setiap orang sama uniknya dengan peluang spesifiknya untuk melaksanakannya. Intinya pada nilai tangungjawab sebagai sebuah keharusan. Penekanan tanggungjawab ini meletakan makna hidup yang menghadirkan gambaran tentang setiap situasi dalam kehidupan sebagai tantangan bagi manusia dan menghadirkan masalah yang harus diselesaikan.
Dikutip dari Noura Books, 3 Cara mencari makna Hidup oleh Viktor E. Frankl
Dalam teori logoterapi, Frankl (1988) mengemukakan bahwa kita dapat menemukan makna hidup dalam tiga cara berbeda: (1)menciptakan suatu karya atau dengan melakukan suatu perbuatan; (2)dengan mengalami sesuatu atau bertemu dengan seseorang; Spesifiknya, dengan mengalami sesuatu - seperti kebaikan, kebenaran dan keindahan - dengan merasakan alam dan budaya atau dengan merasakan keunikan manusia lain - dengan mencintainya. dan (3)melalui sikap yang kita ambil terhadap penderitaan yang tidak bisa dihindari. Kita dapat menemukan makna dalam hidup bahkan ketika dihadapkan pada situasi tanpa harapan, ketika menghadapi nasib yang tidak dapat diubah. Karena yang penting adalah memberikan kesaksian tentang potensi terbaik manusia, yaitu mengubah tragedi pribadi menjadi kemenangan, mengubah kesulitan menjadi pencapaian kemanusiaan. Ketika kita tidak mampu lagi mengubah keadaan, sebenarnya kita ditantang untuk mengubah diri kita sendiri, menghadapi nasib yang tidak dapat kita ubah sehingga bisa tumbuh melampaui diri sendiri. Dari sini menghadirkan pesan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan untuk melihat kehidupan dengan cara baru dan akan berubah selamanya.
ADVERTISEMENT
Beralih ke orientasi kebahagiaan. Sederhananya bahwa setiap manusia memiliki level orientasi kebahagiaan masing-masing. Ada yang bahagia karena memperoleh materi yang berlimpah, bisa makan, bisa menduduki jabatan; ada yang bahagia karena mengalahkan lawannya, bisa membela negara, menjadi bagian dari kelompok tertentu, dst; ada juga yang bahagia karena membantu sesama, ingin mengabdikan diri untuk sesama melalui panggilan profesinya. Dan masih banyak orientasi kebahagiaan lain yang ditampilkan dari diri manusia. Keseluruhan orientasi kebahagiaan bila kita dekatkan dalam penilaian atas skala tertentu, maka akan kita temukan beberapa tingkat orientasi kebahagiaan. Dan dari realitas yang ada, kita dapat melakukan penilaiannya mengadopsi skala kebaikan menurut Platon (lysis) yang menempatkan pada tiga tingkatan yakni Ephitumia, Thumos dan Logisticon (A.Setyo Wibowo, 2023). Bila dijelaskan tiga tingkat kebaikan tersebut menjadi level orientasi kebahagiaan manusia dalam struktur anatomi tubuhnya sebagaimana analisis Platon, maka kita dapat mengkategorikan sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Pertama, orientasi kebahagiaan pada tingkat epithumia. Pada level ini orang bahagia karena capaiannya atas materi. Misalnya seseorang ingin memperoleh jabatan karena ingin menikmati fasilitas jabatan, kemudian dengan posisinya tersebut memudahkan baginya memenuhi kebutuhan hasrat diri seperti makan, minum, seks, uang, dan fasilitas fisik lainnya. Dalam anatomi tubuh manusia, disejajarkan level paling bawah yang dibatasi seputar perut ke bawah, yang berlaku bagi orientasi kelas pekerja.
Pada level kedua, meningkat pada orientasi kebahagiaan pada tingkat thumos yaitu harga diri/ bangga diri. Seorang berjuang meraih sesuatu karena ada gejolak dalam dirinya bangga terhadap sesuatu yang nilainya tidak sekedar materi. Dia berjuang menghasilkan buah karya tangannya atau buah pikirannya, dengan nilai yang berbeda untuk komunitasnya, untuk negaranya, untuk warisan cerita yang patut dikenang di masa kini dan akan datang, meski secara materi nilainya teramat kecil. Dalam anatomi tubuh manusia, level ini sering disejajarkan dengan level area dada, yang biasanya diletakan kepada seorang prajurit, seorang atlet dan abdi negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Pada level ketiga atau level tertinggi orientasi kebahagiaan manusia berkenaan dengan logisticon. Sebagai level tertinggi, ada banyak orang yang meletakan kebahagiaan pada rasional yang hanya bisa direngkuh lewat rasio sebagai bagian tertinggi jiwa manusia. Sebenarnya ini soal rasa di mana orang ingin mengabdikan diri untuk kebaikan, keindahan dan kebenaran melalui profesinya. Seseorang akan memuliakan hidupnya dengan profesi apapun yang dimiliki sebagai panggilan jiwa untuk menyelesaikan persoalan sosial, melestarikan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada level ini, mereka berani memilih nilai kebahagiaan yang berbeda meski banyak kesusahan dan kesengsaraan. Nilai kebahagiaan mereka tidak lagi diletakan pada uang, fasilitas dan harga diri, tapi manfaat nyata bagi banyak orang. Pengorbanan mereka tidak lagi dikalkulasi dengan nilai materi semata.
ADVERTISEMENT
Memaknai hidup yang mewaktu ini.
Goresan orang Bhutan yang diuraikan diawal, sebenarnya ingin menegaskan kepada kita bahwa ada belahan dunia lain yang lebih mengutamakan kebahagiaan melalui kebijakan. Dalam konteks dimaksud terdapat kebijakan Kebahagiaan Nasional Bruto Bhutan, yang berusaha mengukur kemajuan bangsa bukan lewat neraca dagangnya, melainkan lewat kebahagiaan- atau ketidakbahagiaan-rakyatnya. Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa ada negara yang lebih memfokuskan pada indeks kebahagiaan, yang bagi sebagian kalangan terkesan sangatlah abstrak bahkan palsu. Mana-mungkin negara mampu memenuhi kebahagiaan warganya sementara kebahagiaan itu soal rasa yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia dan sangat relatif. Di Indonesia, BPS telah menetapkan ada indeks kebahagiaan yang mencakup beberapa dimensi penyusunnya antara lain: 1) indeks dimensi kepuasan hidup; 2) indeks dimensi perasaan; 3) indeks dimensi makna hidup.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi ini soal orientasi hidup yang berdampak pada pencarian kebahagiaan yang tumbuh dan berkembang pada setiap komunitas, setiap wilayah dan setiap negara. Perihal orientasi orang Bhutan di atas sejatinya merepresentasikan pergeseran mendalam dari cara kita berpikir tentang uang dan kepuasan dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya. Pesan moralnya bisa saja begitu agar manusia lebih mensyukuri yang dimiliki saat ini. Namun bisa juga kita memberikan penilaian berbeda dengan menggunakan logika terbalik dimana sebenarnya ada gugatan sosial terhadap perilaku bejat para pemimpin pemerintahannya yang korup dan sering mengeksploitasi sumber daya alam hanya untuk kepentingan oligarki tanpa peduli kelangsungan ekosistem dan kehidupan berkelanjutan jangka panjang.
Bila kita hubungkan orientasi kebahagiaan dengan makna hidup, maka kita bisa temukan bahwa pencarian terhadap makna hidup ditentukan oleh level orientasi kebahagiaan seseorang. Tentu saja wajar dan sah berlaku bagi siapa saja, tanpa komplain atau debat oleh pihak lain, sebab pilihan ada ditangan individu. Bila Si-A orientasi kebahagiaannya level epithumia artinya pencarian makna hidupnya seputar kenikmatan materi. Selanjutnya bila Si-B orientasi kebahagiaannya level thumos maka sesungguhnya pencarian terhadap makna hidupnya adalah mendapatkan penghargaan atau ditinggikan harga diri dengan kebanggaan atas perolehannya. Lain lagi dengan Si-C, yang orientasi kebahagiaannya level Logisticon, tentu pencarian kebahagiannya adalah pengorbanan diri secara rasional untuk kebaikan bersama. Kepentingan terbesarnya adalah peran terbaik dirinya untuk mengubah keadaan, mampu menyelesaikan persoalan sosial, melestarikan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketiga pilihan orientasi kebahagiaan yang berimplikasi pada pencarian makna hidup, memang memperlihatkan level ketiga sebagai pilihan tepat. Namun ini bukanlah hal mudah mengingat dalam diri manusia selalu terjebak pada level pertama dan level kedua, sementara itu level ketiga membutuhkan usaha, keberanian memilih nilai kebahagiaan yang berbeda apalagi dipenuhi dengan banyak kesusahan dan kesengsaraan. Nilai kebahagiaan level ketiga ini menuntut orang tidak lagi meletakan pada uang, fasilitas dan harga diri, tapi manfaat nyata bagi banyak orang yang tidak lagi dikalkulasi dengan nilai materi semata.
Menyoal pilihan orientasi kebahagaian level ketiga ini memang terasa berat, karena mudah diucapkan tapi agak sulit dilaksanakan. Namun demikian, apakah semuanya harus dipasrahkan saja atau membiarkan pada orang lain melakukannya? Bagaimana kalau pemahaman seperti ini, juga terjadi pada orang lain? Ini berarti saling membiarkan dan saling mengharapkan tanpa satupun yang mengambil posisi melakukannya. Pertanyaan selanjutnya apa yang terjadi bila peristiwa saling membiarkan dan saling mengharapkan ini berlangsung dari waktu ke waktu? Jawabannya tentu tidak ada yang mengendalikan. Dengan kondisi semua orang lebih mengutamakan orientasi kebahagiaan pada materi dan bangga diri tanpa satupun mau berkorban untuk melakukan hal nyata bagi banyak orang secara iklas, maka yang terjadi adalah kenyataan persaingan saling meniadakan. Oleh Plautus dalam karyanya Asinaria (195 SM) dan disempurnakan oleh Thomas Hobbes dalam buku De Cive (1651) mengingatkan kepada kita dengan istilah Homo homini lupus est atau Manusia adalah serigala bagi manusia yang lainnya.
Hobbes : Homo homini lupus, gambar diambil dari La question du latin
Dengan menyadari kehidupan ini mewaktu dimana semuanya akan dibatasi oleh waktu dan digantikan oleh kehidupan baru, apakah manusia akan terus-terusan bertahan pada pencarian makna hidup melalui orientasi pemenuhan materi dan bangga diri, atau level epithumia dan thumos semata? Bila demikian apa bedanya manusia dengan hewan, kalaupun oleh platon menjuluki manusia itu juga hewan tapi-kan ditegaskan lagi olehnya sebagai hewan rasional, semacam unggas tanpa bulu. Meski pernyataan ini juga ditentang oleh diogenesis salah seorang murid sokrates yang paling kritis. Artinya platon masih meletakan ada nilai unggul dalam diri manusia.
ADVERTISEMENT
Jadi, tuntutannya adalah perlu ada peningkatan level orientasi kebahagiaan. Waktu silih berganti bila hidup kita tidak berubah maka kita akan ketinggalan dan bisa jadi kita akan menjadi bagian masa lalu yang numpang hidup di masa kini dan yang akan datang tanpa berkontribusi apapun. Dengan demikian, kita tidak memiliki makna bagi kehidupan sama sekali dan memberikan nilai tambah bagi alam semesta. Kita hanya sebagai makluk konsumtif yang menghabiskan sumber kehidupan bukan makluk produsen/penghasil nilai tambah bagi kehidupan.
Renungan Menyongsong Tahun Baru
Menghadapi situasi global yang penuh gejolak, labil naik turun (volatile), tidak ada kepastian (Uncertain), Sangat rumit (complex) dan membingungkan (ambigue) yang dikenal dengan istilah VUCA. Kita semua dituntut untuk memperhitungkan secara matang setiap perencanaan diri kita, dalam pergaulan dan pengambilan keputusan pada setiap lingkungan organisasi atau komunitas dimana pun kita berada. Bahkan situasi saat ini bukan lagi VUCA semata. Oleh seorang futuris dan penulis Amerika, Jamais Cascio (2020) menganggap bahwa VUCA hanya bisa menggambarkan situasi riil sebelum adanya covid-19, disrupsi teknologi, serta kesemrawutan perpolitikan dunia saat itu. Saat ini situasi telah berkembang tidak hanya VUCA tapi BANI yang menggambarkan suatu kondisi yang mudah pecah (Brittle), keadaan yang mengkhawatirkan (Anxiety), tidak lurus (Non-linear), dan sulit dipahami (Incomprehensible). Bahwa dunia kita semakin ditandai oleh kerapuhan, meningkatnya kecemasan, dinamika nonlinier dan tidak dapat diprediksi, serta tingkat kompleksitas yang sering kali tidak dapat dipahami secara tradisional.
BANI, Jamais Cascio, Open The Future (2020)
Menghadapi kondisi dunia sebagaimana dideskripsikan di atas, kita semua dituntut untuk mengambil sikap yang lebih presisi sehingga mampu mengatasi persoalan VUCA dan BANI. Pemahaman terhadap VUCA akan membantu individu dan organisasi terus maju dan berkembang atau minimal bertahan hidup. Sementara itu terhadap kerangka BANI World membantu kita menavigasi implikasi yang lebih luas dari perubahan-perubahan di dunia yang ditandai dengan kerapuhan, kegelisahan, non-linearitas, dan ketidakmampuan memahami. Intinya keduanya secara bersama-sama, menyediakan perangkat komprehensif bagi individu dan organisasi yang ingin berkembang di era modern yang penuh kompleksitas dan ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
Terhadap kedua situasi di atas, mari kita renungkan apa yang telah kita lakukan selama setahun ini (2023), baik secara individu maupun dalam peran kita di lingkungan komunitas tertentu serta interaksi kita sebagai makluk sosial. Bila VUCA membutuhkan pendekatan pada kemampuan beradaptasi, ketangkasan, dan bereaksi terhadap perubahan eksternal, maka BANI membutuhkan pendekatan terhadap Ketahanan, manajemen kecemasan, menerima kompleksitas, mengatasi masalah internal. Bila VUCA memfokuskan pada Lingkungan eksternal, pasar, persaingan, geopolitik, maka BANI memfokuskan yang lebih luas pada dimensi eksternal dan internal, termasuk dinamika organisasi. Penerapan ide soal VUCA memang lebih banyak digunakan dalam konteks bisnis, strategi, dan manajemen risiko. Sementara itu BANI Berlaku untuk bisnis, masyarakat, dan dampak digitalisasi pada individu dan organisasi. Inilah sekilas model pemikiran baru BANI yang muncul sebagai paradigma yang diperlukan untuk menghadapi dinamika yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kepemimpinan baik di lingkungan bisnis maupun organisasi pemerintah, BANI menghadirkan tantangan unik. Intinya pemimpin harus mampu beradaptasi, tangguh, dan transparan dalam pengambilan keputusan. Mereka harus mengatasi kerapuhan sistem dengan meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan. Kecemasan anggota atau masyarakat memerlukan kejelasan dan kenyamanan psikologis. Kompleksitas non-linier membutuhkan kemampuan beradaptasi dan mendorong pemikiran inovatif. Sementara itu transparansi sangat penting dalam mengatasi situasi yang tidak dapat dipahami, sehingga memungkinkan semua pihak dapat berkolaborasi secara efektif.
Lalu dengan situasi yang digambarkan tersebut, masihkah kita memfokuskan pada orientasi klasik dengan model mental tradisional, bertahan pada zona keterberian. Bila ini sikap kita maka hukum alam akan beraksi. Alam akan merelaksasi semuanya, dengan perubahan yang dihadirkan. Sudah pasti segalanya akan berubah, karena adanya perubahan sistem di mana-mana, di segala sektor dan entitas sosial. Baik di tingkat nasional maupun lokal. menyasar pada politik, ekonomi dan sosial bahkan kehidupan pribadi masyarakat dan interaksi antara individu dengan teman dan keluarga. Mengenalkan VUCA dan BANI memberikan pemahaman agar kita dapat mempersiapkan diri menghadapi perubahan. Ingat! Ungkapan klasik Heraklitus 2500 tahun silam masih berlaku hingga kini ”Satu-satunya hal yang konstan dalam hidup adalah perubahan”.
Heraclitus
Epilog
ADVERTISEMENT
Tahun silih berganti, sudahkah kita menemukan makna hidup kita? Sudah meningkatkah orientasi kebahagiaan kita? Sudahkah kita menjadi solusi atas persoalan di sekitar kita? Bila belum atau masih kurang, memasuki Tahun Baru 2024 ini mari kita jadikan momentum menghadirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan reflektif tersebut. Ini tentu membutuhkan persiapan diri dengan menentukan target individu maupun kelompok atau dalam konteks yang lebih luas memastikan organisasi bisnis maupun pemerintah yang transformatif dan adaptif. Hal ini hanya bisa ditempuh dengan jalan perubahan atau pembaharuan sebagai tawaran resolusi. Dalam konteks pencarian makna hidup, kita harus bisa beralih kepada nilai yang lebih tinggi soal kebaikan bersama. Intinya ada kesadaran diri soal keutamaan makna hidup kita yang tidak cukup hanya meletakan kebahagiaan pada orientasi materi dan bangga diri. Tahun baru selalu ada target baru, karena itu mari kita tingkatkan target kita pada peran dan posisi kita yang bermanfaat bagi banyak orang, lingkungan alam dan memelihara ekosistem demi kelangsungan hidup bersama. Mari kita mulai dengan mengubah pola pikir kita, kemudian sikap kita dan membiasakan tindakan kita yang sesuai dengan tuntutan zaman saat ini. Janganlah kita hanya terjebak dalam warisan rutinitas leluhur, penuh kepasrahan, memproduksi energi negatif. Bila ini terus kita lakukan, kita hanya menambah masalah, dan kita seolah hanya meneruskan karya original leluhur. Kita seolah nihil gagasan besar. Mari kita renungkan bersama ”Saat ini semuanya telah tersedia, kita hanya butuh seorang genius yang berani dan mampu menghubungkan sehingga berjalan dalam sistem yang kita harapkan”. Tersedia disini bermakna bahwa masalahnya telah ada, solusinya pun telah banyak digagas, fasilitas untuk mendukung operasional teknis pun telah dihadirkan, lalu kenapa kita belum mendapatkan hasil yang baik. Dalam pemahaman inilah seorang genius diharapkan lahir. Siapa itu? Kita semua punya potensi menjadi genius itu.
ADVERTISEMENT
*Selamat Memasuki Tahun 2024 dengan penuh harapan, penuh makna hidup dan meningkat orientasi kebahagiaan.*🙏🫡🤝