news-card-video
20 Ramadhan 1446 HKamis, 20 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Dwifungsi ABRI dalam Perspektif Pancasila: Solusi atau Ancaman Demokrasi?

Phaulin Anggita
Mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta
18 Maret 2025 12:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Phaulin Anggita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, terdapat wacana mengenai Dwifungsi ABRI yang mencuat seiring dengan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Revisi ini dikabarkan akan membuka peluang bagi prajurit aktif untuk kembali menduduki jabatan sipil, mengingatkan publik pada praktik Dwifungsi ABRI di masa Orde Baru. Hal ini memicu kekhawatiran banyak pihak, terutama dalam kaitannya dengan prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998. Apakah keterlibatan militer dalam pemerintahan merupakan solusi bagi stabilitas nasional, atau justru ancaman bagi demokrasi?
ADVERTISEMENT

Sejarah Singkat Dwifungsi ABRI

Konsep Dwifungsi ABRI diperkenalkan pada era Orde Baru sebagai landasan bagi militer untuk berperan tidak hanya dalam pertahanan negara, tetapi juga dalam politik dan pemerintahan sipil. ABRI (sebelum pemisahan TNI dan Polri pada 1999) memiliki posisi dominan dalam berbagai aspek pemerintahan, termasuk parlemen, birokrasi, hingga sektor ekonomi. Meskipun saat itu konsep ini dianggap sebagai solusi dalam menjaga stabilitas nasional, dampaknya justru menimbulkan dominasi militer atas masyarakat sipil, pembungkaman demokrasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, dalam semangat reformasi, Dwifungsi ABRI dihapus dan militer dikembalikan ke tugas pokoknya sebagai penjaga pertahanan negara. Namun, revisi UU TNI yang tengah diusulkan saat ini berpotensi membuka kembali ruang bagi militer untuk masuk ke jabatan-jabatan sipil. Apakah ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila?
ADVERTISEMENT

Pancasila sebagai Pedoman: Menyeimbangkan Demokrasi dan Stabilitas

Sebagai dasar negara, Pancasila harus menjadi pedoman dalam menentukan peran TNI dalam kehidupan bernegara. Setiap sila dalam Pancasila memberikan prinsip penting dalam menjaga keseimbangan antara demokrasi dan stabilitas nasional. Peran TNI seharusnya tetap dalam ranah pertahanan negara dan tidak masuk ke ranah politik yang dapat memicu konflik kepentingan serta berpotensi melanggar nilai-nilai etika dan keadilan sosial. Peristiwa reformasi 1998 menegaskan pentingnya pemisahan militer dari politik guna menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia dan prinsip keadilan. Yang berarti kembalinya militer ke jabatan sipil berisiko menghidupkan kembali pendekatan represif dalam kebijakan publik, yang bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dalam Pancasila. Pada dasarnya demokrasi Indonesia menekankan pentingnya pemerintahan sipil yang dipilih oleh rakyat. Jika TNI kembali mengisi jabatan-jabatan sipil, maka prinsip musyawarah yang berbasis pada kehendak rakyat bisa tergeser oleh pendekatan militeristik dalam pengambilan kebijakan.
ADVERTISEMENT

Potensi Dampak Sosial

Potensi demonstrasi akibat dampak Dwifungsi ABRI. Foto oleh Phaulin Anggita (Dokumentasi pribadi)
Jika revisi UU TNI ini benar terjadi maka akan membuka kembali ruang bagi Dwifungsi ABRI, yang berarti bukan tidak mungkin akan terjadi gelombang penolakan besar-besaran dari masyarakat, seperti yang pernah terjadi pada era reformasi. Indonesia telah belajar dari sejarah kelam di mana dominasi militer dalam politik justru menekan kebebasan sipil, membungkam kritik, dan memicu ketidakadilan. Kondisi ini berpotensi menciptakan keresahan sosial yang luas, terutama di kalangan generasi muda yang sadar akan pentingnya demokrasi. Sejarah telah mencatat bahwa ketika rakyat merasa hak-hak demokratis mereka dirampas, gelombang demonstrasi akan muncul sebagai bentuk perlawanan. Situasi seperti "Indonesia Gelap" di era 1998, di mana rakyat turun ke jalan menuntut reformasi dan menolak otoritarianisme militer, bisa saja terulang kembali. Jika pemerintah tidak mendengarkan aspirasi masyarakat dan tetap memaksakan kebijakan yang bertentangan dengan semangat demokrasi, maka demonstrasi besar-besaran, aksi mogok, dan tekanan dari berbagai elemen sipil akan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.
ADVERTISEMENT

Menghindari Kemunduran Demokrasi: Solusi Dalam Perspektif Pancasila

Pancasila seharusnya menjadi tameng untuk mencegah kembalinya Dwifungsi ABRI secara penuh. Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan antara lain:
ADVERTISEMENT

Kesimpulan: Pancasila Harus Menjadi Pengawal Demokrasi

Pancasila tidak hanya sekadar ideologi negara, tetapi juga harus menjadi panduan dalam menentukan batasan peran militer dalam pemerintahan. Kembalinya peran ganda TNI dapat berisiko membawa Indonesia mundur ke era otoritarianisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai reformasi. Jika pemerintah ingin menjaga stabilitas nasional, solusinya bukan dengan memberikan kembali kewenangan politik kepada militer, melainkan dengan mengembangkan supremasi sipil, memperkuat demokrasi, serta menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai bangsa yang telah belajar dari sejarah, Indonesia harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila agar demokrasi tetap terjaga dan tidak tergantikan oleh pendekatan militeristik yang telah terbukti tidak sejalan dengan keadilan dan kebebasan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam mempertimbangkan kebijakan ini, karena menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI bukan hanya soal politik, tetapi juga soal stabilitas sosial, kepercayaan publik, dan masa depan demokrasi Indonesia.
ADVERTISEMENT