Konten dari Pengguna

Komunikasi Efektif di Layanan Kesehatan Hewan: Apa yang Kita Pelajari?

PHOEBE KONG TIEN NI
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan di Universitas Airlangga asal Kuala Lumpur, Malaysia. Ia bercita-cita menginspirasi kesadaran dan aksi untuk keberlanjutan lingkungan melalui studi dan tulisannya.
5 Desember 2024 17:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PHOEBE KONG TIEN NI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga: Mengamati komunikasi dan praktik perawatan dalam layanan kesehatan hewan. Gambar: Koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga: Mengamati komunikasi dan praktik perawatan dalam layanan kesehatan hewan. Gambar: Koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
Selama kunjungan ke rumah sakit hewan, saya berkesempatan mengamati komunikasi verbal dan non-verbal di lingkungan layanan kesehatan. Rumah sakit tersebut terdiri dari beberapa lantai, yang masing-masing memiliki tujuan berbeda. Lantai pertama digunakan untuk perawatan akut, dan mencakup bangsal untuk hewan yang menular, sedangkan lantai ketiga digunakan untuk kasus sub-akut, seperti pembedahan dan pemeriksaan sinar-X untuk hewan yang tidak menular. Pemisahan ini berfungsi untuk menggambarkan bagaimana strategi komunikasi yang berbeda dapat digunakan tergantung pada sifat kasus dan tingkat urgensi.
ADVERTISEMENT
Di antara elemen komunikasi yang paling jelas dalam situasi ini adalah yang terjadi antara profesional veteriner dan pemilik hewan peliharaan. Pemilik hewan peliharaan sering kali tampak cemas atau emosional mengenai perawatan yang diterima hewan peliharaan mereka. Saya mengamati bahwa komunikasi yang jelas agar klien memahami rencana perawatan dan yakin dengan apa yang diterima hewan peliharaan mereka sangatlah penting. Saya pernah menyaksikan seorang perawat menjelaskan kepada pemilik hewan peliharaan cara memberikan obat kepada anjingnya. Ia berbicara dengan nada lembut dan menunjukkan prosesnya, sehingga pemilik merasa yakin untuk melakukan perawatan di rumah. Hal ini juga menyoroti salah satu alasan mengapa pemilik hewan peliharaan harus dididik dalam perawatan hewan: karena mereka mungkin tidak memahami aspek teknis perawatan yang diterima hewan peliharaan mereka.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, saya juga melihat situasi yang seharusnya dapat diperbaiki dalam hal komunikasi. Misalnya, saya pernah menyaksikan seorang dokter hewan mencoba menjelaskan kondisi pasien di ruang transisi kepada rekannya melalui telepon. Komunikasi berjalan lancar, tetapi agak cepat dan tidak memungkinkan untuk melakukan kontak langsung, dan beberapa informasi perlu dijelaskan lebih lanjut nanti. Hal ini memunculkan poin penting: meskipun alat komunikasi jarak jauh seperti telepon dan radio diperlukan untuk komunikasi cepat, alat tersebut tidak dapat menggantikan interaksi tatap muka, yang sangat penting dalam hal mengomunikasikan sesuatu yang agak rumit atau menguras emosi.
Aspek emosional dalam komunikasi dalam lingkungan dokter hewan juga merupakan pertimbangan penting. Dalam satu insiden yang sangat emosional, seorang dokter hewan harus menyampaikan berita tentang diagnosis terminal kepada pemiliknya. Ia menjelaskan dengan nada yang tenang dan penuh empati, menggunakan alat bantu visual untuk membantu pemiliknya mengerti. Itu adalah salah satu momen ketika kecerdasan emosional memainkan peran penting dalam komunikasi dokter hewan. Bagaimanapun, komunikasi yang efektif bukan hanya tentang keterampilan teknis; komunikasi yang efektif juga mengomunikasikan sikap emosional pemilik hewan peliharaan. Dalam kasus lain, ada beberapa contoh di mana komunikasi dilakukan dengan tergesa-gesa. Salah satunya adalah ketika seorang dokter hewan bergegas memberi tahu pemilik hewan peliharaan dengan cepat saat ia sedang tidak beraktivitas; pemilik hewan peliharaan tampak terganggu oleh berita tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan dan empati dalam menangani masalah tersebut, bahkan saat seseorang sedang dalam pelarian.
ADVERTISEMENT
Hal penting kedua yang saya amati adalah komunikasi antar tim dokter hewan itu sendiri. Di area perawatan, khususnya di bagian hewan menular, saya mengamati dokter hewan, perawat, dan asisten bekerja sama untuk menstabilkan hewan yang sakit parah. Ada beberapa contoh pembaruan verbal murni, sementara yang lain murni non-verbal dengan informasi kecil namun penting di antara para anggota. Misalnya, seorang perawat akan berkomunikasi dengan dokter hewan dengan menunjuk ke tempat hewan tersebut berada di bagan atau mengangguk untuk menunjukkan pemahaman. Hal ini mengembangkan keterampilan verbal dan non-verbal yang penting dalam komunikasi di antara para anggota. Dalam lingkungan berkecepatan tinggi ini, komunikasi yang efektif secara harfiah dapat berarti hidup atau mati bagi seekor hewan.
ADVERTISEMENT
Komunikasi juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah sakit. Area tempat hewan dalam masa pemulihan atau operasi menggunakan bagan tertulis dan catatan medis di antara staf dokter hewan mengenai komunikasi yang perlu dilakukan tentang kondisi dan status hewan. Catatan ini berguna untuk menyampaikan informasi, tetapi saya juga mengetahui bahwa tim bergantung pada pertukaran verbal untuk mengklarifikasi instruksi atau saling memberi informasi. Pertukaran verbal ini, meskipun sangat diperlukan, terkadang juga dapat memiliki kekurangan. Misalnya, ketika salah satu percakapan terburu-buru atau tidak koheren, informasi penting mungkin terlewatkan atau disalahpahami.
Di sisi lain, saya mengamati seberapa besar perhatian yang diberikan staf rumah sakit terhadap komunikasi non-verbal selama interaksi mereka dengan hewan. Ketika seorang dokter hewan memeriksa seekor anjing, misalnya, ia menggunakan nada suara yang lembut dan gerakan tangan yang lembut, sehingga menenangkan kecemasan hewan tersebut. Bentuk komunikasi non-verbal ini penting dalam membangun kepercayaan dengan hewan dan mendorong kerja sama. Bahasa tubuh dokter hewan menyampaikan kepada hewan bahwa mereka bukanlah ancaman, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih tenang untuk perawatan.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, mengamati komunikasi di rumah sakit hewan memberi saya wawasan berharga tentang kompleksitas komunikasi perawatan kesehatan. Komunikasi yang efektif dalam perawatan hewan memerlukan keseimbangan antara pengetahuan teknis dan kecerdasan emosional. Komunikasi dengan pemilik hewan peliharaan harus jelas dan empatik, sementara komunikasi dalam tim perawatan kesehatan juga perlu ditingkatkan. Meskipun teknologi menyediakan banyak cara untuk berkomunikasi, kontak pribadi dan keterampilan non-verbal tidak tergantikan. Dalam hal ini, saya merasa bahwa pelatihan rutin tentang komunikasi verbal dan non-verbal oleh anggota tim perawatan kesehatan dan upaya untuk menghindari komunikasi yang terburu-buru dapat lebih meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan di rumah sakit hewan.