Konten dari Pengguna

Terkikisnya Demokrasi di Banten Akibat Plutokrasi dan Politik Dinasti

Ahmad Zulfikar Haki
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
4 November 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Zulfikar Haki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ahmad Zulfikar Haki*
Terkikisnya Demokrasi Provinsi Banten kembali menjadi sorotan dalam kontestasi politiknya, terutama terkait dengan terkikisnya demokrasi akibat pengaruh plutokrasi dan politik dinasti. Fenomena ini terlihat jelas dalam kemunculan pasangan calon Andra Soni dan Dimyati Natakusumah dalam pemilihan kepala daerah. Keduanya mencerminkan kekuatan politik yang tidak hanya didukung oleh kekuasaan finansial, tetapi juga oleh dominasi keluarga politik yang telah mengakar kuat di provinsi ini.
ADVERTISEMENT
Pasangan Andra Soni, yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Banten, dan Dimyati Natakusumah, seorang politisi senior yang telah lama berkiprah di Banten dan nasional, mencerminkan dinamika plutokrasi di mana kekuatan modal memainkan peran penting dalam menentukan arah politik lokal. Plutokrasi, yang merupakan sistem di mana kekuasaan politik lebih dikendalikan oleh elite-elite ekonomi dan pemilik modal, tampak semakin menguat di Banten seiring dengan fenomena politik dinasti yang juga menonjol.
Politik Dinasti Mengikis Demokrasi
Dimyati Natakusumah, yang merupakan tokoh sentral dalam politik Banten, berasal dari keluarga politik yang berpengaruh besar. Sebelumnya, istrinya, Irna Narulita, menjabat sebagai Bupati Pandeglang, menunjukkan kuatnya cengkeraman politik dinasti di wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseimbangan demokrasi di Banten, karena keluarga ini terlihat terus mewariskan kekuasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
ADVERTISEMENT
Demokrasi, yang seharusnya mencerminkan partisipasi rakyat dan kesempatan yang adil bagi semua calon pemimpin, tampak memudar ketika kekuasaan politik lebih banyak berada di tangan kelompok keluarga tertentu. Dalam kasus paslon Andra Soni dan Dimyati, banyak yang mengkhawatirkan bahwa keterlibatan keluarga besar dalam politik Banten semakin mempersempit ruang bagi calon-calon independen dan berkompetensi tinggi, tetapi yang tidak memiliki akses modal atau dukungan politik dari keluarga elite.
Fenomena politik dinasti ini memunculkan dilema bagi masyarakat Banten. Di satu sisi, pendukung pasangan calon ini mengklaim bahwa pengalaman panjang keluarga Dimyati Natakusumah dalam dunia politik adalah modal yang kuat untuk membawa perubahan dan stabilitas di Banten. Namun di sisi lain, banyak pihak yang khawatir bahwa politik dinasti hanya melanggengkan kekuasaan dan kepentingan segelintir kelompok, yang pada akhirnya mengorbankan demokrasi serta mengabaikan aspirasi masyarakat secara lebih luas.
ADVERTISEMENT
Plutokrasi dan Kekuasaan Modal
*ilustrasi shutterstock.com
Selain isu politik dinasti, kekuatan modal dalam politik lokal Banten juga menjadi sorotan utama. Dalam pemilihan kepala daerah, modal finansial memainkan peran besar, mulai dari pendanaan kampanye hingga pengaruh yang diberikan oleh para pemodal besar dalam menentukan arah kebijakan calon terpilih. Paslon Andra Soni dan Dimyati dinilai memiliki dukungan finansial yang kuat dari jaringan bisnis dan elite politik, sehingga kampanye mereka lebih mudah menjangkau pemilih dibandingkan dengan kandidat yang hanya bergantung pada dukungan masyarakat biasa.
*https://home.csulb.edu/~msaintg/ppa590/models.htm
Situasi ini mengarah pada plutokrasi, di mana keputusan politik sering kali dipengaruhi oleh siapa yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar. Akibatnya, kebijakan publik cenderung menguntungkan elite dan pemilik modal, sementara kepentingan masyarakat umum sering kali diabaikan. Demokrasi, yang seharusnya memberikan ruang bagi semua lapisan masyarakat untuk berpartisipasi, semakin terkikis oleh dominasi para pemilik modal dan kekuatan keluarga politik.
ADVERTISEMENT
situasi ini diperkuat karena pidatonya Dimyati Natakusumah yang bertanya kepada para pendukungnya "ini kabupaten atau kota?" padahal kala itu ia sedang berpidato di depan ratusan pendukungnya, menurut saya tidak kredibel seorang calon pemimpin bertanya seperti itu
kampanye paslon pilgub no urut 02, 4 oktober 2024, di belakang perpusda serang, foto dari kamera ponsel pribadi penulis
Kritik Yang Berasal Dari Masyarakat Lokal
Sejumlah pengamat politik dan aktivis demokrasi di Banten telah mengkritik fenomena ini, menilai bahwa pengaruh plutokrasi dan politik dinasti akan semakin mempersempit ruang demokrasi di provinsi ini. Masyarakat Banten memerlukan pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata, memperjuangkan aspirasi rakyat kecil, dan bukan hanya mewakili kepentingan elite politik dan ekonomi.
Munculnya paslon Andra Soni dan Dimyati Natakusumah dalam pemilihan kepala daerah menunjukkan bahwa tantangan demokrasi di Banten masih sangat besar. Jika tren plutokrasi dan politik dinasti terus berlanjut, demokrasi di provinsi ini berpotensi semakin tersingkirkan, dan rakyat hanya akan menjadi penonton dalam kontes kekuasaan yang didominasi oleh segelintir elite.
ADVERTISEMENT
Di masa mendatang, diperlukan reformasi dalam sistem politik Banten agar demokrasi bisa kembali berjalan dengan sehat. Kepemimpinan di Banten harus lebih terbuka terhadap partisipasi publik, transparansi, dan akuntabilitas, sehingga kekuasaan tidak hanya terpusat pada elite keluarga politik atau mereka yang memiliki kekuatan modal.
*penulis merupakan mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Ilmu Komunikasi FISIP Untirta