Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Jelantah Genoil yang Berdayakan Preman dan Nelayan
4 April 2018 11:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Pingit Aria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdirinya Genoil berawal dari keprihatinan Andi Hilmy Mutawakkil saat berkunjung ke Pasar Pannampu, Makassar, empat tahun lalu. Pasar itu cuma berjarak sekitar 1 kilometer dari bibir pantai, tapi ikan tak selalu tersedia di sana.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu ada kelangkaan solar, jadi banyak nelayan tak bisa melaut,” kata Hilmy saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bersama teman sekolahnya, Ahmad Sahwawi, Hilmy kemudian mencoba membuat biodiesel dari minyak jelantah. Sahwawi yang kemudian kuliah di Jurusan Teknik Mesin Universitas Hasanuddin pun membuat mesin kecil berkapasitas 30 liter. Namun, Hilmy ingin membangun mesin yang lebih besar.
Empat kawan mereka, yakni Achmad Fauzy Ashari, Rian Hadyan Hakim, Jonathan Akbar dan Fauzy Ihza Mahendra kemudian bergabung. Motor, mobil, sampai tanah keluarga nekat digadaikan untuk mengumpulkan modal.
Hasilnya, uang Rp 360 juta mereka gunakan untuk merakit mesin di garasi rumah milik keluarga Achmad Fauzy. Maka, CV Garuda Energi Nusantara (Genoil) pun berdiri. “Sambil kuliah, semua kami kerjakan sendiri, potong-sambung pipa, gerinda, mengecat, sampai jago semua,” ujar Achmad Fauzy.
ADVERTISEMENT
Tak perlu waktu lama, mesin berkapasitas 4.000 liter itu pun beroperasi. Genoil memberdayakan preman insaf sebagai penghubung. Hampir setiap hari, mereka akan membeli jelantah dari tukang gorengan seharga Rp 1000-1500 per liter, lalu mengirimnya ke Genoil yang membayarnya seharga Rp 2.000 per liter.
Genoil kemudian menjual biodiesel ke para nelayan seharga Rp 5.000 per liter, lebih murah ketimbang harga eceran Pertamina. Itu pun Genoil masih memberikan selisih Rp 500 per kilogram untuk pengecernya.
Dengan produksi biodiesel lebih dari 1.000 liter per hari, omzet mereka kini mencapai Rp 170 juta per bulan. “Awal 2016 semua barang yang sempat digadaikan sudah ditebus,”kata Achmad Fauzy.
Keberhasilan mereka pun telah mendapat pengakuan. Genoil menjuarai Ideas for Indonesia (Idea Fest) 2016, di Jakarta, 23-24 September 2016 lalu. Menyisihkan lebih dari lima ratus peserta dari seluruh Indonesia, Tim Genoil berhak atas hadiah uang Rp 100 juta serta study trip ke Inggris.
ADVERTISEMENT
Terbaru, Hilmy yang kini masih kuliah di Jurusan Antropologi Universitas Negeri Makassar juga akan mewakili Indonesia pada Global Student Enterpreneur Awards (GSEA) 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia dan Toronto, Kanada. Tapi tujuannya bukan sekadar berkompetisi. “Saya ingin membantu lebih banyak orang,” katanya.