Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kenapa Harga Makanan di Go-Food dan GrabFood Lebih Mahal?
17 Mei 2018 15:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Pingit Aria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian mendapati harga makanan pada Go-Food dan GrabFood lebih mahal ketimbang di kedai aslinya? Saya sering. Hasil tanya kanan kiri, Go-Jek dan Grab rupanya menetapkan bagi hasil dari tiap transaksi di aplikasi pesan antar makanan yang dikembangkannya.
ADVERTISEMENT
Besaran bagi hasilnya disebut antara 20-25 persen dari transaksi. Ini yang membuat kebanyakan merchant ‘mitra’ Go-Jek dan Go-Food kemudian menaikkan harga produknya di aplikasi.
Cerita ini pertama kali saya dapat dari seorang kawan. Kedai ibunya yang berada di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur, baru terdaftar sebagai mitra Go-Food. “Sekarang bisa pesan dari mana aja,” ujarnya berpromosi.
Saya lalu melihat tampilan kedai yang dimaksudnya di Go-Food, dan menemukan kejanggalan. “Kok harga rawonnya mahal? Memang naik ya?” tanya saya. Saya kebetulan belum lama mengunjungi kedai ibu kawan tersebut. “Iya, Go-Food ambil 20% dari tiap transaksi di aplikasi. Jadi dinaikin deh harganya,” jawabnya.
Setengah tak percaya, saya mulai membanding-bandingkan harga makanan di Go-Food dan GrabFood dengan daftar menu dari kedai-kedai yang saya kunjungi. Ternyata, betul kata kawan saya.
ADVERTISEMENT
Di kedai Ayam Gubrak di Penjaringan, Jakarta Utara misalnya, harga paket ayam gubrak hanya Rp 15 ribu, namun pada aplikasi Go-Food dan GrabFood harganya tercantum sebesar Rp 18 ribu.
Sri, salah seorang pramuniaga di sana menjelaskan, ada beberapa produk yang harganya dinaikkan guna menutup beban bagi hasil yang ditetapkan oleh aplikator: 25% oleh Grab dan 20% oleh Go-Jek. "Produk ayam harganya dinaikkan Rp 3 ribu untuk menutup itu," kata dia, Selasa (16/5).
Sementara di kedai Ayam Penyet Everest yang berada di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pengelola mencantumkan harga dengan selisih antara Rp 1.000-4.000 lebih mahal pada aplikasi Go-Food maupun GrabFood. “Soalnya ada biaya bagi hasil, invoice-nya ditagihkan tiap bulan,” kata Vita, kasir.
ADVERTISEMENT
Makin penasaran, saya mulai membandingkan daftar harga makanan dan minuman pada aplikasi Go-Food dan GrabFood dengan foto menu restoran yang ada di Zomato. Hasilnya sama, harga makanan pada aplikasi Go-Food dan GrabFood memang cenderung lebih mahal dari aslinya. Ini contohnya:
Harga martabak biasa di restoran Martabak Kubang hanya Rp 35 ribu. Setelah ditambah PPn 10 persen pun seharusnya harga martabak itu Rp 38.500, namun di aplikasi Go-Food harganya menjadi Rp 42.250. Begitu juga harga nasi goreng yang seharusnya Rp 30 ribu bengkak menjadi Rp 36.300.
Tak ada yang salah dengan skema bagi hasil antara aplikator dan mitranya. Tapi jika sampai mempengaruhi harga, bukankah lebih baik jika Go-Food dan GrabFood lebih terbuka kepada konsumen?
ADVERTISEMENT