Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Hari Istimewa Maira
1 Oktober 2022 12:44 WIB
Tulisan dari Pintania Fauziah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini tepat hari ulang tahun ku, hari yang paling istimewa bagiku.
ADVERTISEMENT
Aku berdiam diri di kamar, menunggu kehadiran orang tua ku datang dengan harapan membawa sekotak kue dan kado untuk ku. Ketika aku beranjak dari tempat tidur menuju keluar, aku melihat Ayah dan Ibu ku tertidur. Apakah di rumah ini, tidak ada yang ingat ini tanggal berapa. Bagaimana dengan adik ku yang saat ini juga berulang tahun yang ke 15. Aku masuk ke dalam kamar dan baru saja aku menutup pintu.
“Selamat ulang tahun anak mama dan papa, semoga kamu menjadi anak yang cerdas, berbakti kepada mama dan papa ya, nak".
Aku terdiam sebentar dan senang dalam hati bahwa suasana ini yang sebenarnya sudah aku tunggu. Tetapi, asal suara itu terdengar bukan dari dalam kamar ku tapi di kamar sebelah, kamar Nayla. Aku mengikuti asal suara itu, hingga akhirnya tanpa sadar air mata ku mengalir di pipi, rasanya sakit sekali ketika melihat kejadian ini di hari yang istimewa bagi ku.
ADVERTISEMENT
“Selamat ulang tahun diri ku, terima kasih kamu telah kuat menghadapi banyak cobaan, semoga aku sehat selalu".
Sambil memejamkan mata dan tiup satu lilin yang di genggam nya. Tanpa sadar air mata ku jatuh lagi mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Keesokan harinya, ketika aku terbangun. Aku melihat sinar matahari sudah menembus kamar ku lewat jendela yang sudah terbuka. Aku terbangun dan melihat ada sebuah surat dan sekotak hadiah. Dengan senang, aku membukanya ingin tahu siapa pemilik yang memberikan hadiah itu.
“Selamat ulang tahun Maira yang ke 17 tahun, tidak terasa di umur yang sekarang kamu menjadi anak yang dewasa, menjadi seorang kakak yang baik untuk Nayla dan semoga kamu bisa membuat mama dan papa bangga. Di buka hadiahnya, maaf jika papa dan mama memberikan nya sangat sederhana".
ADVERTISEMENT
Salam hangat
Mama dan papa.
Terkejut aku ketika melihat hadiah itu, ternyata hadiah itu boneka bekas Nayla. Dalam hati aku bertanya, mengapa aku di benci oleh orang tuaku sendiri. Aku menyadari hari sudah siang dan ini hari libur. Aku turun dan melihat papa, mama, dan Nayla sudah berkumpul di meja makan.
“ Pagi, kak Rara”
“Pagi, Nay, pa, ma.
“Mama hanya memberikan uang saku untuk adik mu.”
(Mama yang menatapku dengan sinis, tidak senang jika aku bergabung bersama mereka aku merasa kehadiranku mengganggu mereka)
“Baik ma, pa. kalau itu mau kalian aku sanggup”.
“Tetapi yang jadi pertanyaan, mengapa kehadiranku tidak dianggap dan seperti kalian membenciku.”
“Karena mama dan papa butuh fokus untuk merawat Nayla".
ADVERTISEMENT
“Apa bedanya dengan ku, ma?”
“Aku juga anak mama dan papa".
“Apa kamu tidak puas dengan perhatian yang mama kasih sebelum Nayla hadir.”
“Ma, kak Rara juga butuh kasih sayang.”
“Tidak apa-apa Nay, mungkin ini hadiah istimewa di umur ku yang sudah 17 tahun.”
Aku meninggalkan mereka yang masih diam, dan pergi menjauh untuk tidak bertemu wajah mereka. Aku berlari dan menangis dengan kejadian yang belakangan ini membuat mama dan papa berubah. Aku berlari menuju taman yang biasa aku jadikan tempat mengadu keluh kesahku. Tanpa aku sadari seorang pria datang, membiarkan ku menangis dan seperti banyak beban harus ku tanggung sendiri. Aku pun melihatnya dengan tatapan sendu.
Pria itu sangat tenang dan seperti tidak memiliki masalah. Aku memasang muka lesu, ketika melihatnya. Rasanya masih amat sedih jika mengingat hari ulang tahun ku yang sudah beranjak dewasa. Pria itu melihat wajah ku dengan tatapan kasihan, dan memberikan sapu tangan untuk mengusap air mata ku. Aku berdiam diri saja, menatap pria itu, dan pria itu memulai sebuah obrolan.
ADVERTISEMENT
“Kamu kenapa, ada masalah?”
“Ceritakan saja kepadaku, jika kamu sudah siap cerita”
“Aku Maira, hari ini sebenarnya hari yang sangat istimewa bagiku, tetapi orang tua ku ingin aku harus belajar dewasa.”
“Ketika semalam, umur 17 itu adalah umur yang istimewa, tetapi tidak bagiku.”
“Baiklah, sekarang sebaiknya kita berteman baik. Aku Calvin.”
“Maira, sebenarnya semua umur sama saja, istimewa. Namun, terkadang manusia merayakan hari istimewa nya dengan memotong kue dan kegiatan lain, tetapi untuk ku semua hari sama.”
“Kita itu memang sudah dewasa.”
“Tetapi kita harus menyikapi sesuatu dengan bijaksana.”
“Kamu bukan anak kecil lagi, sekarang jika kamu mau ikut denganku.”
“ Tempat apa ini, pohonnya bagus, udaranya sejuk.”
“ Tulis saja di pohon ini, apa saja permintaan ini akan dikabulkan.”
ADVERTISEMENT
Aku mulai menulis dengan perasaan yang mulai lega. Melihat Calvin dengan senyuman. Aku melanjutkan tulisan ku di pohon ini. Lalu, aku bergumam dan memberikan spidol tinta hitam miliknya.
“Sudah, ini ku kembalikan.”
“Baik, pohon ini akan mengabulkan apa saja yang kamu inginkan.”
“Panas.”
“Berlindung di pohon itu, cepat sebelum matahari menyerang, tuan putri.”
“Terima kasih, tuan raja.”
“Kamu tidak pulang?”
“ Tidak. Aku lebih nyaman di tempat ini, dan merasa aman bersama tuan raja.”
“Pintar gombal kamu, Ra.”
Terkadang aku merasa sendirian dengan hidup yang ku jalani saat ini. Tetapi jika bertemu dengan Calvin dan tempat ini, membawa ku dengan kedamaian dan rasa nyaman yang aku rasakan. Tanpa sadar aku pun menyandarkan kepala ku di bahu Calvin. Memejamkan mata sejenak, karena rasa sakit hati karena perkataan Mama dan Papa sudah bisa ku tahan lagi. Aku menangis.
ADVERTISEMENT
Ketika matahari sudah menghilang, menandakan waktu sudah sore. Aku bergegas untuk meninggalkan tempat itu, tempat yang menurut ku memiliki perlindungan tersendiri bagiku. Sebelum berpamitan, aku dan Calvin berhenti di depan pohon yang mampu mengabulkan permintaan. Dia menuliskan kata-kata yang membuatku hening dalam sekejap, dia menegaskan bahwa pertemuan hari ini bukan pertemuan yang pertama.
“Sudah sore".
“Pulang yuk, Mai".
“Panggil saja, Rara".
“Baiklah, tuan putri Rara sekarang waktunya kembali ke habitat masing-masing, aku berharap pertemuan ini tidak berhenti sampai di sini saja".
“Semoga, jika ada waktu luang kamu bisa bertemu lagi denganku".
Ternyata kebahagiaan itu bukan hanya bersama keluarga, tetapi bersama orang baik pun kita merasa bahagia dan kebahagiaan itu tidak bisa dijadikan tolak ukur. Aku merasa nyaman dengan pertemuan singkat itu di hari istimewaku, menjadi sangat istimewa.
ADVERTISEMENT