Sejarah Perkembangan Blora pada Masa Kolonialisme

Malik Abdul Aziz
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
Konten dari Pengguna
17 April 2022 10:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Malik Abdul Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Blora merupakan salah satu daerah yang dikenal sebagai daerah yang kering dan berkapur, namun dapat menghasilkan kayu jati berkualitas tinggi. Sangat sedikit sekali daerah yang diketahui memiliki potensi lahan untuk pertanian yang subur, sebaliknya dalam bidang perkebunan seperti jati ini melimpah sekali jumlahnya.
ADVERTISEMENT
Hal yang sangat disayangkan pada masa kolonialisme, hasil hutan hanyalah dimanfaatkan oleh VOC (Verenigde Oost-lndische Compagnie) dan Pemerintah Hindia Belanda. Akibat dari hal ini banyak dari rakyat Blora menderita kemiskinan karena hanya memiliki lahan pertanian yang tandus dan kering, sedangkan pekerja dari hutan jati sendiri ini rata-rata hanyalah seorang buruh dengan gaji yang terhitung relatif kecil.
Ilustrasi Kegiatan praktik Kolonialisme Belanda. Foto: Shutterstock.com
Pada tahun 1891 Pemerintah Kolonial Belanda membangun jalur transportasi berupa kereta api di Wirosari-Blora yang mana jalur ini untuk mengangkut komoditas hasil hutan dan pertanian dan juga sebagai kegiatan dalam rangka memenuhi kepentingan ekonomi pemerintah.
Disisi lain pembangunan ini diketahui menyebabkan penderitaan bagi masyarakat Blora dikarenakan upah yang didapatkan tenaga kerja sangat murah sekali dan tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan oleh rakyat Blora.
ADVERTISEMENT
1. Periode Pertambangan
Blora memasuki babak baru pada tahun 1893, yang mana hal ini ditandai dengan ditemukannya tambang minyak Bumi oleh Andrian Stoop, seorang Teknika Geologi Kebangsaan Belanda.
Adanya penemuan dari berbagai sumur-sumur minyak bumi, kemudian membuat pemerintah Belanda mengeluarkan Kebijakan Penguasaan atau Konsensi Tambang Minyak terhadap perusahaan Swasta yang ada di Negeri Belanda dengan masa 75 tahun.
2. Reaksi Masyarakat Blora
Adanya kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya Blora seperti minyak bumi dan hasil hutan menimbulkan reaksi kecaman di berbagai kalangan masyarakat Blora itu sendiri kala itu. Banyak dari warga Blora melampiaskan kekesalannya dengan melakukan suatu kegiatan tindak kejahatan seperti perampokan, pencurian, dan pembakaran desa.
Adanya rasa kebencian kolektif mendalam terhadap ras kulit putih penjajah (Belanda) turut melatarbelakangi terjadinya aksi ini. Selanjutnya timbul suatu gerakan perlawanan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh tertentu dari Masyarakat Blora dalam rangka melawan Dominasi Belanda.
ADVERTISEMENT
3. Bentuk perlawanan
a. Pada tahun 1828, terjadi perlawanan oleh Naya Gimbal, yang mana ia diketahui merupakan prajurit rakyat di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Aryo Sosrodilogo. Bentuk dari perlawanan Naya Gimbal ini berupa aksi penyerangan terhadap desa yang diketahui memihak Pihak Belanda, selain itu juga sebagai bentuk dari rasa kekesalan dan tekanan kemiskinan dari penerapan kerja wajib yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda
b. Gerakan Samin, yang mana merupakan aksi perlawanan yang terjadi pada tahun sekitar 1903 dengan dipimpin seorang tokoh bernama Samin Surentiko. Dalam gerakan samin ini terjadi bentuk pembelotan sosial dengan melakukan penolakan berbagai jenis kerja wajib dan melakukan boikot terhadap pembayaran upeti untuk kepentingan perekonomian Belanda. Motif dari Gerakan Samin ini sendiri didasarkan atas perasaan senasib yaitu saling tertindas akibat keberadaan seorang penjajah.
ADVERTISEMENT
Menurut Laporan Residen Rembang, pada Tahun 1907 Anggota Gerakan Samin mencapai 5.000 orang, hal ini menunjukkan bahwa Samin ini memiliki pengaruh yang kuat sekali. Selain itu dari segi wilayah kekuasaan Ajaran Samin ini banyak berkembang di berbagai daerah seperti Klopodhuwur Blora, lalu berkembang luas ke Tuban, Bojonegoro, Madiun, Banyuwangi, Jember, Kudus, Brebes, Pati, Purwodadi dan banyak daerah lain.
Diketahui gerakan Samin ini mulai mengalami kemunduran pada tahun 1907 yang mana diakibatkan oleh ditangkapnya Samin oleh Raden Pranolo (Asisten Wedono Randublatung Blora). Kemudian Samin bersama 8 orang pengikutnya diasingkan ke Sumatera Barat. Selanjutnya pada 1914, diketahui Samin Surentiko wafat di Padang.