Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Jauh di Mata Dekat di Hati: Sekelumit Cerita Huaqiao Indonesia
28 Maret 2019 23:48 WIB
Tulisan dari Pipit NF tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jauh di mata tapi dekat di hati, itu mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perasaan para Huaqiao di Yingde. Berkesempatan untuk mengunjungi mereka pada saat magang di KJRI Guangzhou, saya terharu dengan berbagai tarian yang ditampilkan, baik oleh para Huaqiao tersebut maupun keturunannya untuk menyambut kedatangan kami.
ADVERTISEMENT
Di kota Yingde inilah salah satu tujuan migrasi para Huaqiao saat kembali ke Tiongkok. Huaqiao merupakan orang-orang Tiongkok dan keturunannya, yang pernah tinggal di Indonesia namun dipaksa untuk kembali ke Tiongkok.
Terdapat beberapa versi mengenai kembalinya mereka ke Tiongkok, antara lain situasi politik di Indonesia dengan terbitnya PP No 10 Tahun 1959, maupun karena adanya seruan dari Pemerintah Tiongkok sendiri agar warganya yang tinggal di luar negeri kembali ke Tiongkok untuk mengabdi pada negeri.
Pada tahun 1960-an, sebanyak 1.099 orang keturunan Tionghoa asal Indonesia kembali ke Tiongkok dengan sebuah kapal laut. Kini Huaqiao asal Indonesia dari Yingde telah menetap dan bekerja di berbagai kota di sepanjang kawasan Sungai Mutiara, seperti Shenzhen, Dongguan, Zhongshan, Shaoguan, dan lain-lain. Sejumlah Huaqiao juga menetap di Hong Kong dan Makau.
ADVERTISEMENT
Selain dari Indonesia yang mendominasi, para Huaqiao juga berasal dari Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar.
Meskipun telah berpuluh-puluh tahun kembali ke Tiongkok, nampaknya hati mereka tetap cinta akan Indonesia. Tidak sedikitpun terbersit dendam pada wajah mereka. Hal itu juga terlihat dari bagaimana mereka dengan antusias menyambut kedatangan kami dengan berbagai makanan khas Indonesia seperti gado-gado dan opor ayam. Meskipun rasanya sedikit berbeda karena dibuat berdasarkan ingatan yang diturunkan secara turun temurun, namun tidak melunturkan semangat dan kecintaan mereka terhadap Indonesia.
Pada kesempatan kunjungan kami ke kampung para Huaqiao di Yingde tersebut, kami bernyanyi dan menari bersama. Ada satu lagu yang sangat mereka sukai dan masih sangat membekas dalam ingatan mereka, yakni lagu Bengawan Solo. Para Huaqiao yang tidak lagi muda itu begitu antusias menyanyikan lagu karya Gesang tersebut.
ADVERTISEMENT
Pak Tjia, salah satu dari para Huaqiao bahkan sempat menangis saat mengingat bagaimana rindunya mereka pada Indonesia sebagai tanah kelahirannya, sehingga menyebabkan kenekatannya untuk kabur dari Tiongkok meskipun tidak memiliki dokumen perjalanan apapun.
Namun, hal tersebut kemudian berhasil digagalkan aparat Tiongkok. Saat ini keinginan untuk datang kembali ke Indonesia masih ada dalam diri Pak Tjia, meskipun tidak lagi membara seperti pada saat ia muda. Ia menyadari bahwa Indonesia sudah sangat berkembang dan mungkin ia tidak lagi dapat mengenali kampung kelahirannya di Indonesia.
Bulan Juni tahun 2017, KJRI Guangzhou bersama dengan Pemerintah Kota Yingde menyelenggarakan perayaan 50 tahun kepulangan para Huaqiao kembali ke Tiongkok. Konsul Jenderal RI saat itu, Silvy Gayatri mengajak para Huaqiao dan keturunannya untuk terus menjalin hubungan baik dengan Indonesia. “Kita harus menatap masa depan demi kesejahteraan kedua negara,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa para Huaqiao tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari keluarga besar masyarakat Indonesia.
Pemerintah Indonesia saat ini membuka peluang beasiswa untuk belajar seni budaya Indonesia bagi warga negara Tiongkok, terutama bagi keturunan Huaqiao. Minat untuk mempelajari seni dan budaya Indonesia di Tiongkok memang sangat besar, hal tersebut terlihat dari adanya Pusat Studi Indonesia di Universitas Huaqiao di Kota Xiamen, provinsi Fujian. Selain itu, sekitar 300 orang mahasiswa Indonesia saat ini tengah menempuh studi di sana.
ADVERTISEMENT
Memang sejarah kelam dapat terjadi pada siapapun. Namun, kita harus bijak menyikapinya untuk menatap masa depan yang lebih baik.