Konten dari Pengguna

Pejuang Hebat

Pitra Puspasari
Mahasiswa semester tiga di perguruan tinggi
29 Desember 2021 12:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pitra Puspasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belasan tahun sudah ayah pergi meninggalkan kami ke alam lain. Semenjak itu, ibuku menjadi seorang ibu sekaligus kepala keluarga. Tak terbayangkan rasanya menjalankan dua peran sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Membanting tulang dari mulai sang surya terbit hingga kembali ke peraduannya ia lakukan saban hari agar keluarga kecilnya dapat terus menyambung hidup. Ia adalah sosok perempuan yang paling tangguh dan tegar yang aku kenal. Tidak pernah mengeluh walaupun jiwanya terlihat letih. Tidak pernah menangis di depan anak-anaknya. Ketika sakit pun, ia berusaha untuk melayani anak-anaknya dan tetap pergi mencari pundi-pundi rupiah.
ADVERTISEMENT
“Ibu sayang kamu.” Kalimat itu tidak pernah sekalipun aku dengar meluncur dari bibirnya. Namun, aku tahu bahwa kasih sayang yang ia berikan selalu mengalir deras bagaikan air sungai yang terus meluap. Perhatian-perhatian kecil yang ia berikan, doa-doa yang ia panjatkan setiap beribadah, melalui itulah ia menyalurkan cinta kasihnya padaku. Berjuang sendirian merawat, membesarkan, dan mendidik dua orang anak perempuan tentu bukanlah perkara yang mudah. Berbagai macam rintangan datang menghadang. Masalah finansial, pekerjaan, atau masalah lain sesekali menghampiri, tetapi ibuku berhasil melewatinya dengan baik.
Setiap aku bertambah umur, ibu tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun atau memberikan hadiah padaku. Kata ibu, ucapan selamat dan hadiah sudah ia kirimkan lewat doanya yang tulus. Ibuku sering kali mengajarkan untuk selalu menjadi manusia yang mandiri. Jangan terlalu bergantung pada orang lain karena pada akhirnya kita akan sendiri juga. Manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Mata indahnya kini tidak bisa membaca tulisan tanpa bantuan kacamata. Guratan-guratan halus mulai menghiasi wajah cantiknya. Namun, semangat juang demi keluarga senantiasa berkobar dalam dadanya. Ia adalah ibuku. Malaikat tanpa sayap. Pahlawan kehidupan tanpa tanda jasa. Cahaya pelita dalam duniaku yang gelap gulita. Petunjuk arah ketika aku dalam keadaan tersesat dan terombang-ambing tidak tahu tujuan. Ibu adalah rumah dan tempat kembali bagiku. Ia menjadi salah satu alasan untuk aku tetap berada di dunia. Aku harap, senyuman manis itu akan selalu terukir indah di bibirnya.
Terima kasih sudah bertahan dan berjuang sampai sejauh ini, Ibu. Aku menyayangimu.