Konten dari Pengguna

Indeks Pelestarian Budaya: Inovasi Kebijakan Sektor Pendidikan

Pius Alfredo De Flores
S1 Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemahan Universitas Terbuka Indonesia - Pegawai Honorer Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Jawa Timur (Sebagai DRIVER/SUPIR) - Tugas tambahan Asisten Pejabat Fungsional Peneliti -
13 September 2024 11:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pius Alfredo De Flores tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilisutrasi peta Indonesia dengan sentuhan budaya. Dokumentasi pribadi: created by BING AI
zoom-in-whitePerbesar
Ilisutrasi peta Indonesia dengan sentuhan budaya. Dokumentasi pribadi: created by BING AI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman budaya yang paling kaya di dunia. Dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis dan lebih dari 700 bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara, Indonesia memiliki warisan budaya yang beraneka ragam dan mencerminkan kekayaan sejarah serta identitas bangsa. Keanekaragaman ini meliputi aspek-aspek budaya seperti seni pertunjukan, bahasa, ritual keagamaan, adat istiadat, arsitektur tradisional, hingga nilai-nilai filosofis yang mendasari kehidupan masyarakat. Budaya tradisional Indonesia, seperti tari kecak dari Bali, upacara adat Toraja di Sulawesi, hingga batik yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, mencerminkan kedalaman warisan leluhur yang telah dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat dari generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan dalam melestarikan budaya tradisional Indonesia semakin kompleks di era modern, terutama di sektor pendidikan. Globalisasi dan modernisasi yang cepat membawa dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat, termasuk dalam pola pikir generasi muda yang semakin jauh dari akar budaya lokal. Pendidikan memiliki peran penting sebagai alat pelestarian dan transmisi nilai-nilai budaya. Melalui kurikulum yang memasukkan elemen budaya lokal, sekolah-sekolah dapat menjadi wahana strategis untuk menanamkan kesadaran dan apresiasi terhadap warisan budaya. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya sekitar 30% dari sekolah di Indonesia yang memasukkan materi budaya lokal secara terintegrasi dalam kurikulum mereka, suatu angka yang perlu ditingkatkan untuk mencegah semakin memudarnya budaya tradisional di kalangan generasi muda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, adanya kebijakan pelestarian budaya dalam sektor pendidikan harus diiringi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan ini harus mencakup tidak hanya pengajaran budaya secara teoritis, tetapi juga partisipasi aktif siswa dalam kegiatan budaya seperti seni tari, musik, kerajinan tangan, dan partisipasi dalam upacara adat. Menurut riset yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, siswa yang terlibat secara aktif dalam kegiatan budaya tradisional cenderung memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang identitas mereka serta rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk melestarikan budaya lokal. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu diprioritaskan sebagai bagian dari strategi nasional untuk melindungi dan mempromosikan budaya Indonesia melalui sektor pendidikan.
Meskipun Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang kaya dan berakar dalam sejarah, saat ini terjadi pergeseran besar dalam minat dan preferensi budaya generasi muda. Salah satu penyebab utamanya adalah masuknya budaya asing, khususnya budaya Korea yang sangat populer melalui fenomena K-pop dan drama Korea. Budaya Korea tidak hanya hadir sebagai hiburan, tetapi juga membentuk gaya hidup, selera fashion, hingga pola komunikasi di kalangan remaja dan generasi milenial di Indonesia. Menurut laporan dari Korean Foundation tahun 2022, penggemar K-pop di Indonesia mencapai lebih dari 8 juta orang, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar untuk konten budaya Korea di Asia Tenggara. Fenomena ini didukung oleh pengaruh media sosial dan akses digital yang semakin luas.
Ilustrasi anak Indonesia menonton K-pop melalui smartphone. Dokumentasi pribadi: created by BING AI
Media sosial berbagi video seperti TikTok, YouTube, dan Instagram berperan besar dalam mempercepat penyebaran budaya luar, termasuk budaya Korea. Platform ini memfasilitasi pengguna untuk dengan mudah mengakses, berbagi, dan mempopulerkan konten-konten budaya asing tanpa disadari. TikTok, misalnya, melaporkan bahwa jumlah pengguna aktif di Indonesia telah mencapai 113 juta pada tahun 2023, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengguna terbesar di dunia. Konten-konten video pendek yang menampilkan musik, tarian, dan gaya hidup dari luar negeri, terutama Korea, mendominasi preferensi budaya di kalangan remaja. Ini memengaruhi identitas budaya mereka dan secara tidak langsung menurunkan minat terhadap budaya tradisional lokal.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar hiburan, dampak dari budaya asing ini mulai terlihat dalam cara pandang generasi muda terhadap budaya mereka sendiri. Penelitian dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa sekitar 65% siswa sekolah menengah di kota-kota besar di Indonesia lebih akrab dengan budaya pop Korea daripada dengan kesenian dan adat tradisional daerah mereka sendiri. Hal ini diperparah dengan kurangnya integrasi pendidikan budaya lokal dalam kurikulum sekolah, yang hanya mencakup sekitar 30% dari total materi pelajaran terkait kebudayaan, menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Masalah ini tidak hanya berdampak pada kesadaran budaya di kalangan remaja, tetapi juga menimbulkan tantangan besar bagi upaya pelestarian budaya nasional. Meskipun fenomena globalisasi membawa keuntungan dari segi akses informasi dan hiburan, dampaknya yang tidak terkendali terhadap preferensi budaya generasi muda dapat menyebabkan terpinggirkannya warisan budaya lokal. Apabila tren ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi yang signifikan, tidak hanya pengetahuan tentang budaya tradisional yang semakin memudar, tetapi juga identitas budaya bangsa yang dapat tergerus oleh pengaruh asing.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, fenomena ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, pendidik, dan masyarakat luas. Kebijakan pelestarian budaya melalui sektor pendidikan menjadi sangat penting untuk mengimbangi derasnya arus budaya luar yang masuk melalui media sosial dan platform digital. Pemahaman yang mendalam dan apresiasi terhadap budaya lokal harus dibentuk sejak dini di sekolah-sekolah, dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari generasi muda, agar budaya tradisional Indonesia tidak sekadar menjadi simbol masa lalu, tetapi tetap relevan dan hidup dalam kehidupan modern.
Untuk menghadapi tantangan besar dalam pelestarian budaya Indonesia, salah satu langkah solutif yang dapat diambil oleh pemerintah adalah penerapan kebijakan Indeks Pelestarian Budaya (IPB). IPB merupakan alat ukur digital yang berfungsi untuk mengidentifikasi, mengukur, dan merangkum informasi terkait upaya pelestarian budaya di berbagai instansi pendidikan. Dengan adanya platform IPB, pemerintah dapat melakukan pembinaan, evaluasi, dan penegakan regulasi secara lebih sistematis, serta memantau efektivitas implementasi pelestarian budaya di berbagai wilayah. Hal ini penting mengingat tren globalisasi dan pengaruh budaya asing yang terus meningkat melalui media sosial dan platform digital.
Iliustrasi prototype platform digital Indeks Pelestarian Budaya (IPB). Dokumentasi pribadi: created by BING AI
IPB ini dapat diimplementasikan melalui berbagai mekanisme, seperti integrasi materi pelestarian budaya dalam kurikulum sekolah yang melibatkan siswa dalam kegiatan seni dan budaya tradisional. Selain itu, platform ini juga dapat memfasilitasi pemantauan partisipasi aktif instansi pendidikan di setiap wilayah. Misalnya, setiap sekolah atau institusi pendidikan dapat diwajibkan untuk mengunggah laporan bulanan atau tahunan terkait kegiatan pelestarian budaya yang telah mereka lakukan, yang kemudian dievaluasi oleh pemerintah setempat. Jika tidak ada partisipasi aktif dari instansi pendidikan dalam menjaga dan mempromosikan budaya lokal, pemerintah dapat memberikan sanksi administratif atau bahkan penalti tertentu, guna memastikan kepatuhan dan komitmen terhadap kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
Langkah ini juga perlu dilengkapi dengan kajian lebih lanjut untuk memastikan bahwa IPB disesuaikan dengan kondisi spesifik di setiap daerah. Sebagai contoh, di daerah yang memiliki kekayaan budaya tertentu, fokus dari kebijakan IPB dapat diarahkan pada pelestarian budaya lokal yang unik, seperti wayang di Jawa, tari Piring di Sumatera Barat, atau tarian Caci di Nusa Tenggara Timur. Kajian tersebut akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana kebijakan IPB dapat diterapkan secara fleksibel namun tetap efektif di seluruh wilayah Indonesia, sehingga setiap daerah dapat berkontribusi dalam pelestarian kekayaan budaya bangsa secara optimal.
Penerapan platform IPB ini juga bisa menjadi sarana untuk merangkul peran serta masyarakat dan komunitas budaya lokal. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 80% penduduk Indonesia masih tinggal di daerah pedesaan yang memiliki tradisi dan kebudayaan kuat, sehingga keterlibatan aktif dari komunitas lokal dapat memperkuat upaya pelestarian budaya. Solusi ini menempatkan pelestarian budaya tidak hanya sebagai tanggung jawab pemerintah atau sekolah, tetapi juga sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat, dengan mengedepankan kerja sama antara berbagai pihak. Dengan demikian, budaya tradisional Indonesia dapat terus hidup, berkembang, dan diwariskan kepada generasi berikutnya dalam konteks modern yang tetap relevan.
ADVERTISEMENT