Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Rapat Dengar Pendapat Dirjen Imigrasi Dengan Anggota Komisi III DPR RI
22 Juni 2023 10:46 WIB
Tulisan dari pkl wsb tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI, Silmy Karim, membuat perbandingan antara paspor sebagai dokumen perjalanan dengan Surat Izin Mengemudi (SIM). Hal ini sebagai tanggapan Silmy terhadap pernyataan seorang anggota DPR RI mengenai keterlibatan petugas imigrasi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ini, saya memiliki perumpamaan yang sesuai. Ketika seseorang mengalami kecelakaan saat mengemudikan mobil, dia memiliki SIM. Ketika terjadi tabrakan, yang disalahkan bukanlah penerbit SIM. Sama halnya dengan paspor, ketika disalahgunakan, terutama sekarang paspor memiliki masa berlaku selama 10 tahun. Mungkin pada saat pertama kali penerbitannya masih melalui prosedur, namun pada perpanjangan setelah lima atau sepuluh tahun, tidak lagi berprosedur, dan jika petugas imigrasi menangkap seseorang, itu juga tidak tepat," ujar Silmy saat Rapat Dengar Pendapat dengan Anggota Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI pada Selasa (21/06/2023).
Silmy meminta dukungan dari anggota DPR RI agar masalah ini dapat dihadapi dengan proporsi yang tepat sehingga petugas imigrasi yang bertugas dalam pelayanan paspor dan pemeriksaan imigrasi dapat bekerja dengan lebih percaya diri. Silmy tidak ingin anggota stafnya penuh kekhawatiran ketika menerbitkan paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI), yang dapat menghambat semangat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Silmy tidak menyangkal adanya data yang menyatakan bahwa 90 persen korban TPPO di luar negeri adalah wanita pekerja migran Indonesia. Oleh karena itu, ia memberikan instruksi kepada bawahannya agar lebih tegas dalam memberikan paspor kepada calon pekerja migran Indonesia.
"Bahkan di daerah kami, kami telah memerintahkan larangan khusus untuk wanita, karena wanita adalah yang paling banyak dieksploitasi di luar negeri. Kami melarang mereka yang berusia 17-45 tahun, jika profil mereka tidak jelas, maka permohonan paspornya langsung ditolak. Bahkan kami ingin memberlakukan larangan selama 5 tahun agar mereka tidak dapat membuat paspor," jelas Silmy.
Dalam forum tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi juga mengungkapkan bahwa petugas imigrasi telah berhasil menggagalkan 10.138 calon pekerja migran Indonesia nonprosedural yang akan berangkat ke luar negeri sepanjang tahun 2023. Penolakan keberangkatan tersebut dilakukan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi di bandara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas.
ADVERTISEMENT
Hal ini, menurut Silmy, merupakan bentuk komitmen Ditjen Imigrasi dalam mencegah TPPO terhadap calon pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki dokumen yang lengkap dan berpotensi menjadi korban di luar negeri.
Selain itu, Direktur Jenderal Imigrasi juga akan segera membentuk Satgas TPPO untuk mengikuti saran dari Komisi III DPR RI. Satgas TPPO ini akan berfokus pada pencegahan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI), terutama para calon pekerja migran Indonesia, dari jeratan kejahatan perdagangan orang.
"Kami akan segera membentuk Satgas tersebut untuk mengikuti saran dan masukan dari Anggota Komisi III DPR RI," pungkas Silmy