Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Meninjau Ulang Tiga Peraturan Baru BPJS Kesehatan
23 Oktober 2018 13:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari PKSANHAN LAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang diketahui bahwa BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mengalami defisit yang diperkirakan mencapai 11,2 Triliun pada tahun 2018 ini. Per 25 Juli 2018, dikeluarkanlah beberapa kebijakan oleh BPJS Kesehatan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri awal tahun 2018 yang membahas tentang keberlanjutan Program JKN-KIS dimana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Mengapa Stakeholder Tidak Setuju dengan Pemberlakuan Tiga Peraturan Baru BPJS Kesehatan?
Beberapa organisasi profesi (IDI, IDAI, PERDAMI, PERDOSRI, POGI) dan asosiasi fasilitas kesehatan (PERSI dan ARSSI) menyatakan keberatan terhadap peraturan tersebut dengan pertimbangan penurunan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan bagi peserta JKN. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan tentang pelayanan katarak, persalinan bayi, dan rehabilitasi medik merugikan pasien. Tidak hanya pasien, aturan baru layanan BPJS Kesehatan ini pun dinilai merugikan dokter. Peraturan ini juga dianggap tidak sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis.
Peraturan direktur BPJS Kesehatan tentang persalinan bayi baru lahir sehat dinilai berisiko mengalami sakit, cacat, atau kematian karena tidak mendapatkan penanganan yang optimal. Sementara, pembatasan operasi katarak yang dijamin program JKN dengan syarat visus atau ketajaman penglihatan 6/18 (buta sedang) dinilai akan mengakibatkan angka kebutaan di Indonesia, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Adapun, terkait aturan yang mengatur pelayanan rehabilitasi medik dibatasi hanya dua kali per pekan dinilai tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik. Peraturan tersebut juga berdampak merugikan dokter karena dokter berpotensi melanggar sumpah dan kode etik dengan tidak melakukan praktik kedokteran yang sesuai standar.
Sebelumnya, Ikatan Fisioterapi Indonesia juga mempertanyakan isi Perdirjampelkes BPJS Kesehatan terkait layanan kesehatan yang mengatur tentang rehabilitasi medik karena hanya menggunakan standar dari penghimpunan dokter spesialis, dokter fisik dan rehabilitasi, bukan standar fisioterapi. Para pengurus Ikatan Fisioterapi merasa tidak dilibatkan dalam perumusan peraturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan itu.
Proses kebijakan adalah proses yang meliputi kegiatan perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini khususnya membahas kebijakan publik, yaitu kebijakan yang dibuat pemerintah untuk kepentingan publik. Proses kebijakan seyogyanya melibatkan berbagai pihak terkait, antara lain politisi, berbagai institusi pemerintah terkait, para pengambil keputusan, kelompok kepentingan dan pihak-pihak lain. Dalam pedoman umum BPJS Kesehatan, Direksi BPJS Kesehatan memberikan arahan dalam penyusunan kebijakan yang kemudian diberikan saran, nasihat dan pertimbangan oleh Dewan Pengawasan. Dalam hal ini, dibutuhkan keterlibatan pihak-pihak terkait atau stakeholder yang memang perlu untuk dilibatkan.
Bagaimana Tindaklanjut yang Tepat dari BPJS Kesehatan?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara merekomendasikan:
ADVERTISEMENT
Referensi:
dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes (5 September 2018) www.balipost.com. Retrived 6 September 2018, http://www.balipost.com/news/2018/09 /05/54746/Ombudsman-Temukan-Publik-Bingung-Soal...html
Hidayat, Nophee (25 Juli 2018) www.jamkesnews.co. Retrived 6 September 2018, http://www.jamkesnews.com/jamkesnews/berita/detail/bna/5530/20180725/terbitkan-3-peraturan-bpjs-kesehatan-fokus-pada-peningkatan-mutu-layanan-dan-efektivitas-pembiayaan
Herdiansyah, R (2 Agustus 2018) www.republika.co.id. Retrived 4 September 2018, https://www.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/08/02/pctt20409-idi-aturan-baru-bpjs-kesehatan-rugikan-masyarakat
Marsis I.O, (2 Agustus 2018) www.cnnindonesia.com. Retrived 5 September 2018 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180802161034-20-318993/kemenkes-minta-bpjs-kesehatan-tunda-penerapan-aturan-baru
Moelok, N. F (27 Agustus 2018) www.depkes.go.id. Retrived 6 September 2018 http://www.depkes.go.id/article/view/18083100002/inilah-pendapat-kemenkes-djsn-dan-komisi-ix-dpr-ri-terkait-penerapan-perdirjampelkes-bpjs-kesehatan-.html
Penulis:
Tim Pusat Kajian Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara