Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kawasan Tanpa Rokok dan Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan
3 Juni 2024 9:06 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Plan Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Polemik rokok di Indonesia terus menjadi isu serius, terutama dalam konteks masa depan kesehatan anak-anak. Anak-anak sangat mudah terpapar asap rokok, baik di ruang publik, di rumah, di lingkungan sekitar, maupun di sekolah. Ironisnya, rokok kini telah menjadi "tren" di kalangan anak-anak dan remaja, termasuk berbagai jenis rokok non-konvensional. Berdasarkan data statistik, Indonesia kini menjadi negara dengan jumlah pengguna rokok elektrik (vape) tertinggi di dunia, dengan banyak penggunanya adalah remaja.
ADVERTISEMENT
Dalam momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang dirayakan setiap 31 Mei, pada tahun ini, WHO menyerukan Youth Step in and Speak Out #TobaccoExposed, dengan memberikan wadah bagi kaum muda dan mendesak pemerintah untuk melindungi mereka dari pemasaran rokok. Industri yang menargetkan kaum muda dan menciptakan gelombang kecanduan baru, hingga berdampak kesehatan bagi kaum muda.
Dari sisi kebijakan di Indonesia, pelaksanaan regulasi pengendalian rokok masih lemah. Seharusnya anak mendapatkan perlindungan dari paparan rokok, sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur tentang bahan adiktif termasuk rokok telah menegaskan bahwa adanya perlindungan anak terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau, yang harus dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif serta larangan merokok bagi anak usia di bawah 18 tahun. Namun, realitanya masih banyak anak dan kaum muda yang mengonsumsi rokok. Terdapat 3,65% anak usia di bawah 18 tahun dan 26,95% kaum muda mengkonsumsi rokok (data BPS 2024).
ADVERTISEMENT
Perilaku merokok pada anak dan kaum muda dipengaruhi oleh teman, lingkungan dan keluarga yang merokok serta paparan iklan rokok yang sangat lazim memicu keingintahuan anak, remaja dan kaum muda untuk mengonsumsinya. Hal tersebut kemudian akan meningkatkan risiko penyakit yang ditimbulkan dari perilaku merokok, sebagaimana merokok adalah salah satu faktor penyakit tidak menular.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Guna mengatasi hal di atas, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan peraturan bersama yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yaitu ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok termasuk dalam kegiatan promosi produk rokok. Peraturan ini mengatur area bebas rokok di ruang publik seperti di layanan kesehatan, sekolah, taman bermain anak, tempat ibadah, hingga angkutan umum. KTR diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah perokok.
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah turut andil dalam implementasi KTR. Gubernur Jakarta mengeluarkan PERGUB No. 40 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan Dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Seluruh OPD memiliki wewenang melakukan pengawasan penataan kawasan dilarang merokok. Sayangnya, penerapan KTR ini masih belum maksimal. RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) yang merupakan ruang publik dan sudah tertulis tanda “Kawasan Tanpa Rokok” masih luput dari penerapan KTR yang seharusnya menjadi kawasan bebas rokok sebagai bagian dari sarana dan prasarana KLA (Kota/Kabupaten Layak Anak). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan KTR perlu di evaluasi.
Di ranah pendidikan, sekolah-sekolah di Jakarta sudah menerapkan KTR, berlaku bagi murid, guru, staf sekolah, penjaga kantin hingga satpam/satuan pengamanan. Peraturan yang diterapkan pun cukup ketat, sekolah tak segan memberikan sanksi bagi murid yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah, seperti teguran dan pendisiplinan. Namun, terkadang sanksi lebih condong diberikan kepada murid yang ketahuan merokok, Berdasarkan temuan monitoring program YHP (Young Health Programme) dengan murid pada bulan Maret 2024, mereka menceritakan terkadang melihat guru atau warga sekolah merokok di lingkungan sekitar sekolah. Sanksi teguran saja yang diberikan kepada orang dewasa, berbeda ketika murid yang ketahuan merokok di sekolah. Mereka merasa seharusnya sanksi yang diberikan harusnya sama bagi murid maupun orang dewasa. Hal ini seakan perilaku merokok boleh dilakukan di lingkungan sekolah.
ADVERTISEMENT
Lemahnya penerapan KTR baik di angkutan umum, tempat umum, maupun di sekolah,menambah potensi anak dan kaum muda terpapar oleh asap rokok. Apalagi dengan adanya rokok elektrik yang dianggap ‘lebih aman’ daripada rokok konvensional. Bisa dikatakan sebagian besar anak dan kaum muda di sekitar perokok menjadi perokok pasif yang secara tidak langsung menghirup asap rokok. Bahkan anak berpotensi menjadi perokok tersier, di mana paparan residu asap rokok yang “menempel” pada barang-barang yang terpapar asap rokok, seperti di baju, jaket, meja, dinding atau karpet. Residu asap rokok sama bahayanya dengan asap rokok karena sulit dihilangkan dan sering tanpa sadar terhirup.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat sebanyak 7,03 juta kasus kematian akibat penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular pada umumnya disebabkan oleh perilaku hidup tidak sehat. Perilaku merokok menjadi salah satu faktor yang paling berbahaya menimbulkan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes, hipertensi dan sebagainya. Anak dan kaum muda yang memulai kebiasaan merokok di usia remaja berisiko tinggi mengalami penyakit tidak menular di usia dewasanya. Selain itu juga berdampak pada kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan, seperti mengurangi kesuburan, gangguan haid, hingga keguguran pada ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Pendidik Sebaya sebagai Upaya Lawan Bahaya Rokok
YHP sebuah program yang diimplementasikan oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), berfokus pada pencegahan penyakit tidak menular pada kaum muda, melibatkan kaum muda sebagai pendidik sebaya untuk menyebarluaskan informasi terkait perilaku-perilaku yang berisiko menyebabkan penyakit tidak menular kepada teman sebayanya. Topik Hidup Tanpa Rokok, menjadi salah satu topik yang paling sering dibahas oleh pendidik sebaya YHP baik di sekolah maupun di komunitas. Beberapa cerita dari pendidik sebaya YHP, mereka tidak segan menegur teman, orang tua dan keluarganya yang merokok. Salah satu cerita menarik yang didapatkan oleh tim YHP, bahwa salah satu pendidik sebaya YHP, sejak mengikuti kegiatan YHP merubah perilakunya dengan berhenti merokok. Hal ini dilakukannya karena ingin menjadi role model untuk teman sebayanya, sehingga temannya ikut berhenti merokok. Cerita lainnya, orang tua dari pendidik sebaya juga akhirnya mulai mengurangi konsumsi rokok.
ADVERTISEMENT
Dari cerita-cerita dari pendidik sebaya YHP menjadi sebuah semangat baru bahwa perilaku merokok bisa dicegah dari usia remaja. YHP berjalan di 40 sekolah di Jakarta dengan mengkampanyekan hidup sehat dengan tanpa rokok. Melalui program ini mendukung sekolah ramah anak dengan bebas asap rokok di lingkungan sekolah. Harapannya sekolah dampingan YHP juga mendorong implementasi KTR yang tepat di sekolah dengan mendorong seluruh warga sekolah, baik murid, guru, staf sekolah, penjaga sekolah hingga tamu sekolah dapat mematuhi peraturan sekolah yang bebas asap rokok, serta memberikansanksi bagi orang yang merokok di lingkungan sekolah, seperti denda. Sekolah juga bisa menyediakan layanan konseling berhenti merokok bagi guru dan murid yang merokok.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Daerah Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gurbernur Nomor 25 tahun 2021 terkait penanggulangan Penyakit Tidak Menular melalui skrining kesehatan rutin. Harapannya melalui implementasi kebijakan tersebut, skrining dapat dilakukan tidak hanya kepada orang dewasa saja tetapi juga remaja, di mana mulai usia remaja melakukan perilaku tidak sehat seperti merokok yang berisiko tinggi mengalami gejala-gejala penyakit tidak menular. Serta memaksimalkan peran UKS/M sebagai inisiatif penciptaan lingkungan sehat di sekolah Unit Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M), dengan menerapkan KTR di sekolah. Di mana penerapan KTR harus dievaluasi dalam berbagai aspek dan implementasinya. Hal ini akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat sekolah pada saat ini dan di masa yang akan datang. Mengingat penyakit ini merupakan penyakit kronis dan membutuhkan biaya pengobatan yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kita semua harus menyadari bahwa anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan kesehatan di mana pun mereka berada. Ini termasuk perlindungan dari paparan rokok yang berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ironisnya, banyak anak terpapar bahaya asap rokok, baik dari teman, orang tua, keluarga, hingga masyarakat. Seringkali perokok berpikir bahwa 'yang saya lakukan hanya berdampak pada diri saya sendiri', padahal dampak rokok juga dirasakan oleh anak-anak sebagai perokok pasif, yang mendapatkan efek buruk yang sama. Regulasi KTR perlu dievaluasi oleh pemerintah secara serius karena masih banyak pelanggaran di area yang seharusnya bebas asap rokok. Termasuk institusi sekolah yang harus menindak tegas bagi perokok di area sekolah. Kesadaran masyarakat untuk tidak merokok di sekitar anak harus ditingkatkan. Memberikan anak lingkungan yang bebas dari asap rokok adalah hak yang perlu kita perjuangkan bersama.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini ditulis oleh: Adelia Ismarizha, Project Officer Young Health Programme (YHP) Plan Indonesia