Merayakan Valentine dengan 5 Film Romantis Paling Realistis

Play Stop Rewatch
Media yang fokus membahas pop culture dan aktif di channel YouTube serta instagram.
Konten dari Pengguna
14 Februari 2019 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Play Stop Rewatch tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Merayakan Valentine dengan 5 Film Romantis Paling Realistis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Nah, khusus untuk perayaan valentine tahun ini, Play Stop Rewatch akan merekomendasikan lima film romantis yang paling realistis. Kenapa dipilih yang paling realistis? Karena film romantis yang realistis akan terasa lebih relatable ke kehidupan kita sehingga ada banyak hal yang bisa dipelajari dari sana.
ADVERTISEMENT
500 Days of Summer (2009)
Memasukkan 500 Days of Summer ke dalam daftar ini adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Dari semua teman sesama movie lover yang telah menonton film ini, sebagian besar di antaranya mengakui bahwa mereka pernah mengalami apa yang dirasakan sang tokoh utama, Tom (Joseph Gordon-Levitt).
500 Days of Summer sendiri bercerita tentang kisah cinta Tom dengan koleganya yang cantik dan unik bernama Summer (Zooey Deschanel). Pada awalnya, kisah cinta mereka berjalan riang gembira di mana Tom merasa dirinya dan Summer saling melengkapi satu sama lain lewat cara-cara yang unik mulai berakting bak keluarga bahagia di Ikea hingga iseng mempraktikan adegan dari film porno.
Namun, perlahan hubungan itu berubah. Cinta yang awalnya mekar berganti menjadi layu. Titik puncaknya adalah ketika Summer mengatakan kepada Tom bahwa dia tidak percaya cinta itu ada. Sementara itu, Tom sungguh memercayai cinta itu ada dan bahkan memandang Summer sebagai The One. Dari titik tersebut, semua ekspektasi Tom tentang Summer runtuh dan segalanya semakin terasa sakit ketika ia mendapati Summer menikah dengan pria lain.
ADVERTISEMENT
500 Days of Summer tampil realistis karena berhasil menunjukkan kenyataan bahwa cinta, sebesar apapun itu, tidak akan selalu terbalaskan. Ada kalanya kita mencintai seseorang, namun orang tersebut memandang kita hanya sebagai teman.
Di sisi lain, film ini juga sukses mengajarkan bahwa kita tidak bisa serta-merta menyalahkan orang yang menolak cinta kita. Bisa jadi, sejak lama ia sudah memberi sandi bahwa hubungan yang dibentuk tidak akan berkembang lebih jauh. Namun, karena kita sudah kadung memasang ekspektasi tinggi, seperti yang dilakukan Tom, semua kode tersebut dikesampingkan dan terasa menyakitkan ketika baru disadari.
Blue Valentine (2010)
Jika 500 Days of Summer bisa bikin gemas setengah mati, My Blue Valentine bisa bikin depresi. Malah, film yang dirilis tahun 2010 tersebut bisa dikatakan sebagai film romantis yang paling depresif di daftar ini.
ADVERTISEMENT
My Blue Valentine mengeksplorasi kisah cinta Dean (Ryan Gosling) dan Cindy (Michelle Williams) lewat narasi non-linear yang membandingkan hubungan mereka sebelum dan sesudah menikah. Awalnya, kisah cinta keduanya berjalan sempurna dan mulus di mana tidak ada yang bisa menghentikan mereka. Namun, segalanya berubah ketika mereka menikah di mana segala cacat yang selama ini tak terlihat perlahan terkuak satu per satu dan mulai meratakan rumah tangga yang mereka bangun.
Apa yang bisa dipelajari dari film ini? Semua hubungan tidak akan berjalan mulus seterusnya. Karena manusia terus berubah seiring berjalannya waktu, maka akan ada masa di mana, lagi-lagi, ekspektasi tidak bisa terpenuhi. Pasangan yang kita cintai saat ini belum tentu akan menjadi orang yang sama di masa depan.
ADVERTISEMENT
Film ini menampar lewat penegasannya bahwa manusia acap kali menolak perubahan. Perubahan dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, menimbulkan ketidakstabilan, di saat seharusnya perubahan itu dianggap sebagai jalan untuk memperkuat hubungan satu sama lain.
Like Crazy (2011)
Like Crazy pas untuk pasangan yang tengah menjalani Long Distance Relationship (LDR). Alasannya, karena film ini secara realistis menggambarkan suka dukanya berpacaran jarak jauh yang tidak semua orang kuat menjalaninya. Salah-salah, semua bisa menjadi terasa gila, like crazy.
Film yang dirilis tahun 2011 ini bercerita tentang hubungan jarak jauh yang dijalani Anna (Felicity Jones), yang tinggal di Inggris, dengan Jacob (Anton Yelchin) yang tinggal di Amerika Serikat. Pada awalnya, mereka tidak perlu menjalani LDR karena Anna memiliki visa pelajar yang memungkinkannya untuk menetap di Los Angeles, Amerika Serikat, bersama Jacob untuk waktu yang cukup lama. Namun, ketika masa visa tersebut habis, Anna nekat bertahan di AS karena tidak ingin meninggalkan Jacob.
ADVERTISEMENT
Belakangan, kebodohan Anna tersebut berimbas kepada hubungannya dengan Jacob. Ketika ia hendak memasuki Amerika Serikat lagi, usai kembali ke Inggris untuk acara keluarga, pihak imigrasi menolak memberikan akses kepadanya karena telah melanggar hukum. Bahkan, Anna sampai ditahan, dideportasi ke Inggris, dan dilarang masuk ke Amerika untuk waktu yang tidak ditentukan yang mau tak mau memaksa dirinya dan Jacob menjalani LDR.
Menjalani LDR ternyata bukan perkara mudah bagi keduanya. Perlahan, rasa curiga, cemburu, dan frustasi menghantui hubungan keduanya. Beberapa kali mereka mencoba untuk bertahan, namun ego masing-masing mempermainkan keduanya. Di bagian ini lah Like Crazy terasa begitu realistis di mana mereka menegaskan bahwa dalam situasi seperti yang dialami Anna dan Jacob, yang dibutuhkan adalah kerjasama dan rasa percaya terhadap satu sama lain untuk menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Big Sick (2017)
Jika Like Crazy pas untuk mereka yang menjalani LDR, Big Sick pas untuk pasangan beda agama. Adapun film ini dibuat berdasarkan kisah nyata pelawak Kumail Nanjiani yang jatuh bangun menutupi hubungan antar ras dan agama yang ia jalani dari keluarganya yang muslim taat.
Film ini yang dirilis tahun 2017 ini berkisah tentang kisah cinta Kumail (diperankan oleh Kumail Nanjiani sendiri) dengan Emily (Zoe Kazan). Pada awalnya, kisah cinta keduanya berjalan mulus di mana baik Kumail maupun Emily sama-sama tidak mempermasalahkan latar belakang keduanya yang berbeda. Namun, konflik mulai muncul ketika Kumail terus menghindari pertanyaan Emily perihal kapan Kumail akan memperkenalkannya ke keluarganya.
Pada kenyataannya, Kumail memang berusaha untuk tidak pernah mempertemukan Emily dengan keluarganya. Kumail sadar bahwa keluarganya, sebagai muslim yang taat, tidak akan merestui hubungannya dengan Emily apapun alasannya. Di sisi lain, Kumail juga tidak ingin mengecewakan keluarganya yang bersusah payah mencarikannya jodoh yang belakangan diketahui Emily.
ADVERTISEMENT
Hal yang realistis dari film ini adalah penggambarannya bahwa dalam sebuah hubungan, terkadang yang dipersatukan bukanlah pria dan perempuan saja, tetapi juga keluarga masing-masing. Dan, memenuhi ekspektasi keluarga masing-masing bukanlah perkara yang gampang karena mereka juga memiliki ekspektasi yang ingin dipenuhi.
Dilema antara membahagiakan keluarga atau membahagiakan diri sendiri selalu menjadi titik masalah dalam situasi tersebut. Pada akhirnya, film ini coba sampaikan, kita harus mengambil keputusan yang kita rasa sebagai yang terbaik karena bagaimanapun tidak mungkin kita memuaskan semua orang.
Milly & Mamet: Ini Bukan Cinta & Rangga (2018)
Milly & Mamet bisa dibilang gabungan My Blue Valentine dan Big Sick, namun dengan pendekatan komedi. Penyebabnya, karena film yang merupakan spin-off dari Ada Apa Dengan Cinta II ini tidak berpusat sepenuhnya kepada hubungan Milly (Sissy Priscillia) dan Mamet (Dennis Adhiswara) pascamenikah, tetapi juga hubungan keduanya dengan keluarga masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana ditunjukkan pada Ada Apa Dengan Cinta II, hubungan Milly dan Mamet sebagai pasangan suami istri sebenarnya baik-baik saja. Namun, perlahan, berbagai perubahan mulai terasa yang terkadang membuat keduanya berantem untuk urusan yang sebenarnya remeh-temeh.
Hubungan keduanya semakin rumit ketika Milly dan Mamet mulai mengalami krisis eksistensial. Milly bosan menjadi seorang ibu rumah tangga dan ingin berkarier lagi sementara Mamet terjebak dalam pekerjaan yang bukan merupakan hasratnya. Hal itu semakin parah ketika keluarga mereka mulai bermain dengan mengarahkan mana yang terbaik bagi Milly dan Mamet.
Sama seperti Big Sick dan My Blue Valentine, film ini dengan realistis mengajarkan bahwa semua masalah hubungan percintaan tidak akan hilang hanya dengan menikah. Sebaliknya, pernikahan akan membuat masalah-masalah baru dari berbagai sumber yang salah satunya adalah keluarga. Langgeng atau tidaknya sebuah hubungan, selanjutnya, bergantung pada bagaimana pasangan suami dan istri tersebut mampu bekerja sama dan menopang satu sama lain untuk memecahkan masalah yang ada.
ADVERTISEMENT
ISTMAN | ANDRI