Mempromosikan Karya Sastra Lewat Film

Konten Media Partner
18 Agustus 2019 8:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tetralogi Buru (Foto: abighifari.files.wordpress.com)
zoom-in-whitePerbesar
Tetralogi Buru (Foto: abighifari.files.wordpress.com)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Membaca bukanlah skill yang kebanyakan orang Indonesia miliki. Bahkan, minat baca kita terhitung sangat rendah sekali menurut statistik yang dirilis UNESCO pada tahun 2012. Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara.
ADVERTISEMENT
Tidak perlu melihat data statistik, kalian sendiri bisa melihat lingkungan sekitar kalian dan tanyakan beberapa orang. Apakah mereka suka dan setidaknya pernah membaca karya sastra? Kalau hanya sekedar membaca, PSR yakin semua juga sempat membaca. Entah itu buku Raditya Dika yang isinya hanyalah kumpulan pengalaman lucunya atau buku motivasi untuk sukses. Kami mengkategorikan minat baca ini ke dalam kategori buku sastra.
Untuk ukuran kota besar seperti Jakarta, bahkan hanya segelintir orang yang tertarik untuk membaca buku sastra, entah dari dalam negeri maupun luar negeri. Jadi sangat wajar jika buku karangan Pramoedya masih asing secara mayoritas orang Indonesia.
Iya, benar. Namanya sangat dikenal. Tapi, apakah orang-orang yang kenal dengan Pramoedya pasti membaca karyanya? PSR rasa mereka tipikal orang-orang yang cuma mengikuti sensasi sesosok selebriti tapi tidak pernah menghargai karyanya.
Pemain Film "Bumi Manusia" dan Cucu Pramoedya Ananta Toer saat berkunjung ke kantor kumparan, Selasa (16/7) (Foto: Faisal Rahman/kumparan)
Sama seperti hal ini, mereka hanya tahu Pramoedya itu terkenal di kalangan sastrawan, bahkan karyanya mendunia. Mirisnya, kebanyakan dari mereka tidak pernah langsung terjun untuk membaca karya-karyanya.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana caranya bisa mengajak mereka untuk bisa membaca sebuah karya sastra tersebut? Film adalah media yang tepat untuk mempromosikan sebuah karya sastra.
Ambil contoh Laskar Pelangi atau Ayat-ayat Cinta yang mana bukunya semakin laris setelah filmnya dirilis. Atau, Nanti kita cerita tentang hari ini karya Marchella FP yang kemudian menjadi laris padahal hanya baru diumumkan kalau Visinema akan mengadaptasi buku ini ke dalam film.
Maka dari itu, PSR senang sekali kalau Bumi Manusia dan Perburuan diadaptasi ke dalam bentuk film. Serta, keputusan menggunakan Iqbaal yang sedang populer ini sebagai peran utamanya. Terlepas kontroversi cocok atau tidaknya, saya rasa ketidakcocokan timbul dari kalangan orang yang benar-benar tidak terima novel Pramoedya dicederai imajinasinya ketika diubah ke dalam bentuk film.
Pramoedya Ananta Toer (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
PSR sendiri punya perspektif berbeda. Kami merasa dengan meng-'milenialisasikan' karya sastra yang berat untuk dikonsumsi kids zaman now, justru karya Pramoedya Ananta Toer ini akan menjadi populer serta membuat orang-orang tertarik untuk membaca karyanya, terutama untuk kalangan milenials dan post-milenials.
ADVERTISEMENT
Jadi, tidak ada salahnya mengadaptasi karya sastra ke dalam bentuk film. Terlepas baik atau buruknya film tersebut, setidaknya sumber aslinya jadi dilirik oleh kalangan orang banyak.
PSR menyadari Bumi Manusia dan Perburuan mendapatkan mixed review, tapi PSR senang sekali karena fenomena film ini akhirnya dapat membuat tertarik orang-orang yang masih awam dengan karya Pramoedya Ananta Toer. Bahkan media-media pun mulai mengenalkan kembali siapa itu Pramoedya.
Penulis: Andri