Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Perlukah Steven Spielberg Mengusir Netflix dari Oscars?
4 Maret 2019 10:44 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Inggris – Sutradara kondang Steven Spielberg menjadi sorotan usai perhelatan Oscars 2019 pekan lalu. Bagaimana tidak, lewat liputan khusus yang digelar IndieWire, terungkap bahwa sutradara Ready Player One itu berupaya mengusir film-film Netflix dari ajang Oscars berikutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Spielberg, yang dua kali membawa pulang piala Oscar untuk kategori 'Best Director', film-film Netflix perlu dikaji ulang untuk layak masuk Oscars.
“Steven (Spielberg) merasa perbedaan antara layanan streaming dan teater perlu ditegaskan. Ia berharap mendapat dukungan,” ujar salah seorang juru bicara Amblin, studio film milik Spielberg, sebagaimana dikutip IndieWire, Jumat pekan lalu waktu Indonesia.
Perkara pantas atau tidaknya film Netflix berada di Oscars memang bukan perkara baru. Jauh sebelum Roma masuk dalam nominasi Oscars 2019, keikutsertaan Netflix dalam ajang penghargaan film memang sudah diributkan. Perkara utamanya adalah karena film-film Netflix ‘tidak menghormati’ aturan jangka waktu putar di bioskop (theatrical window).
Diberlakukan pertama kali tahun 1980-an, berbagai studio di Hollywood sepakat bahwa film-film mereka baru akan dirilis ke format home-video minimal 3 bulan setelah film tersebut tayang di bioskop. Tujuannya untuk menghindari praktik kanibal antara film dengan format home-video dengan film di bioskop.
ADVERTISEMENT
Namun, beberapa tahun terakhir, berbagai studio mulai meminta aturan tersebut ditimbang ulang. Warner Bros dan Universal Pictures adalah dua contoh di antaranya yang merasa theatrical window perlu diperpendek untuk melawan pembajakan dan tentunya serbuan streaming service seperti Netflix, Amazon Prime, dan Hulu.
Netflix, selama ini, paling lama hanya memutar film mereka di bioskop kurang dari sebulan. Setelah itu, mereka langsung merilisnya di seluruh dunia via streaming service. Bagi sejumlah studio dan sutradara, seperti Steven Spielberg, hal tersebut tak adil.
“Menurut saya, film yang hanya diputar kurang dari sepekan di bioskop tidak pantas masuk nominasi Oscars,” ujar Spielberg setahun yang lalu, jauh sebelum Roma masuk Oscars.
Langkah Spielberg tak ayal mengundang protes dari sesama sutradara. Ava DuVernay, sutradara Selma, menyayangkan langkah Spielberg karena secara tidak langsung membatasi akses publik untuk menonton film-film kelas Oscars. DuVernany juga menambahkan bahwa tidak semua daerah memiliki bioskop dengan harga tiket terjangkau.
ADVERTISEMENT
Alfonso Cuaron, sutradara Roma, memberikan pernyataan serupa. Menurutnya, tidak adil jika distribusi via streaming service menjadi sandungan sebuah film untuk dinominasikan di Oscars. Apalagi, hal tersebut bisa berdampak ke sutradara-sutradara independent lainnya karena tidak semua distributor mau membantu distribusi film independen.
Walau langkah Spielberg diprotes, bukan berarti tidak ada yang mendukungnya. Christoper Nolan, yang terkenal lewat The Dark Knight, berada dalam posisi pro pandangan Spielberg. Dalam wawancara dengan IndieWire dua tahun lalu, ia menyatakan bahwa dirinya tidak mendukung Netflix karena ia merasa layanan tersebut tidak menghargai ‘theatrical experience’.
“Bioskop memiliki kebijakan 90 hari tayang (sebelum rilis dalam format home-video). Menurut saya itu sudah kebijakan yang bagus. Kalian bisa lihat Amazon Prime pun tak keberatan dengan hal itu,” ujar Nolan sebagaimana dikutip dari IndieWire. Lucunya, belakangan, Amazon Prime juga menimbang ulang lama masa tayang di bioskop.
ADVERTISEMENT
Hingga artikel ini ditulis, belum diketahui apa langkah Oscars untuk menanggapi permintaan Spielberg. Di saat yang bersamaan, serbuan film-film dari sutradara ternama di streaming service semakin tak terhindarkan. Martin Scorsese, misalnya, dalam waktu dekat akan merilis The Irishman, yang mempertemukan kembali aktor gaek Al Pacino dengan Robert DeNiro di Netflix.
Di sisi lain, berbagai perusahaan media juga mulai mengembangkan streaming service-nya sendiri untuk ‘menangkal’ serangan film-film Netflix. Disney, misalnya, tengah mengembangkan layanan Disney + dengan amunisi konten dari franchise Star Wars, Marvel, Pixar, dan Walt Disney Animation. Cepat atau lambat, mereka akan meminta film mereka dipertimbangkan masuk Oscars juga.
Play Stop Rewatch memandang kasus hanya bisa selesai apabila Netflix (beserta pendukungnya) sanggup berdiskusi dengan sutradara-sutradara yang mempertanyakan praktik mereka.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, keberadaan Netflix memang membantu peredaran film-film yang selama ini kesulitan mendapat dana ataupun tempat untuk tayang agar kemudian dilirik Oscars. Namun, di sisi lain, studio-studio besar juga berhak kritis karena selama ini mereka menghormati aturan minimal 90 hari tayang.
Sangat kecil kemungkinan Oscars akan sepenuhnya mengesampingkan Netflix. Hal tersebut mengingat Academy of Motion Pictures and Arts (AMPAS) selaku penyelanggara Oscars tengah berbenah agar semakin modern dan menarik minat publik. Menyingkirkan film-film dari layanan streaming service bisa membuat AMPAS kembali dihujat dengan tuduhan tidak progresif.
Jalan tengah yang bisa diambil adalah mengatur kembali aturan lama masa tayang. Jika dirasa aturan tersebut memberatkan dan terlalu lama, maka langkah yang perlu dilakukan adalah menyesuaikan kembali jangka waktunya, terutama berdasarkan jenis film. Lama masa tayang film dokumenter tentu tidak bisa diperlakukan sama dengan lama masa tayang film feature.
ADVERTISEMENT
Penulis: Itsman
Sumber: IndieWire, Variety, Collider