Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Review Film Drive My Car: Berdamai Dengan Masa Lalu dari Dalam Mobil
7 Maret 2022 12:29 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Dari sekian banyak film yang masuk dalam nominasi Best Picture Oscar 2022, Drive My Car adalah judul yang menarik perhatian. Promosinya relatif anteng. Walaupun beberapa kali muncul di festival-festival penting, Drive My Car seperti luput dari perhatian mainstream. Gaung-nya tidak seramai Parasite yang dielu-elukan berbagai pihak, enthusiast maupun casual.

Sepi itu baru mulai berubah ketika film karya Drive My Car diumumkan masuk empat nominasi Oscar. Selain Best Picture, film karya Ryusuke Hamaguchi itu juga dinominasikan untuk Best Directing, Best International Film, dan Best Adapted Screenplay. Penulis sendiri pertama kali mengetahui eksistensi Drive My Car lewat jejaring sosial media Twitter ketika nominasinya diumumkan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ada nama Ryusuke Hamaguchi sudah menjadi satu alasan kenapa Drive My Car perlu ditonton. Karya-karyanya lumayan bagus. Ia juga sutradara yang tergolong produktif. Di tahun 2021, ia menelurkan dua feature film. Drive My Car hanya salah satunya. Selain Drive My Car, ada Wheel of Fortune and Fantasy. Khusus Drive My Car, ia ditemani Takamasa Oe untuk penulisan naskahnya yang merupakan hasil adaptasi kisah buatan Haruhi Murakami.
Adanya nama Haruki Murkami bisa menjadi alasan kedua kenapa Drive My Car patut ditilik. Dirinya adalah seorang penulis yang karya-karnyanya acap kali menjadi bestseller dan sudah diterjemahkan ke lebih dari 50 bahasa. Karyanya juga pernah diangkat menjadi film panjang oleh sutradara asal Korea Selatan, Lee Chang-dong, yakni Burning rilisan tahun 2018 yang jujur saja salah satu film Korea dengan kisah terbaik. Bagaimana dengan Drive My Car?
ADVERTISEMENT
Drive My Car bercerita tentang seorang sutradara sekaligus pemain teater bernama Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima) yang ditinggal mati oleh sang istri, Otto Kafuku (Reiki Kirishima). Dua tahun setelah sang istri wafat, dirinya mengadakan pertunjukkan teater di Hiroshima. Proyeknya di sana mempertemukan Yusuke dengan Misaki Watari (Toko Miura) yang ditugaskan sebagai supir pribadinya.
Karena banyak menghabiskan waktu bersama di perjalanan, keduanya mulai membuka cerita pribadi masing-masing. Ternyata keduanya senasib, memiliki pengalaman yang sedemikian pahit dan secara tidak sadar hal tersebut belum terselesaikan secara batin. Yusuke dengan mendiang istrinya, Misaki dengan mendiang ibunya. Mereka belum berdamai dengan masa lalu itu.
Masa lalu pahit Yusuke tidak berhenti di situ. Otto, sebelum meninggal, ternyata juga pernah selingkuh dari Yusuke yang menganggapnya tak hanya partner hidup, tapi juga partner di teater. Suatu hari, ketika Yusuke ingin pergi keluar kota, mendadak penerbangannya dibatalkan karena cuaca buruk. Ketika pulang ke rumah, ia mendapati Otto tengah berhubungan seks dengan pria lain. Otto meninggal beberapa hari kemudian karena pendarahan di otak. Bukan perkara mudah bagi Yusuke berdamai dengan pengalaman itu.
ADVERTISEMENT
Berdurasi hampir 3 jam (2 jam 59 menit), Drive My Car berhasil membuat kami larut dan tidak protes dengan panjangnya durasi. Penulisan Hamaguchi dan Takamasa menyajikan obrolan yang mendalam dan penuh makna. Akting Yusuke sebagai pria yang sabar dan tak gampang meledak, diperankan dengan sangat baik oleh Hidetoshi.
Di sisi lain, film ini juga mematahkan prediksi kami bahwa Misaki akan berakhir menjalin hubungan asmara dengan Yusuke. Tipikal plot romance pada umumnya, menghabiskan waktu bersama bisa berujung asmara. Film ini tidak mengarah ke sana. Kalaupun mengarah ke sana, hal itu sungguh-sungguh subtle karena penekanannya bukan relasi keduanya tetapi bahu membahu berdamai dengan masa lalu. Jujur saja, ketika film berakhir, kami bertanya-tanya, hubungan macam apakah yang akhirnya terjalin antara Yusuke dan Misaki.
ADVERTISEMENT
Selain dari ceritanya, yang saya suka dari film ini adalah suasana tenang yang di-highlight melalui sinematografi yang apik. Jika biasanya penggambaran Jepang selalu hura-hara, hectic dan sebaginya, melalui tangan sinematografer Hidetoshi Shinomiya, Drive My Car justru menyajikan pemanandangan Jepang yang damai. Padahal, settingnya di perkotaan. Umumnya, film Jepang yang punya vibe chill dan calm inducing bersetting pedesaan atau kota pinggiran ala-ala film Ghibli. Uniknya, Hidetoshi juga adalah sinematografer dibalik Wet Woman in the Wind (2016) yang merupakan film roman porno yang daya artistiknya tak kalah keren.
Akhir kata, Drive My Car merupakan tontonan wajib sebagai bahan kontemplasi untuk melepaskan ikatan-ikatan yang selama ini membelenggu, sekaligus berdamai dengan masa lalu yang kelam. Dan, sebagaimana film-film slow pace lainnya, pastikan untuk menonton Drive My Car dalam keadaan seprima mungkin dan kondisi mental sebaik mungkin. Perkara film itu pantas memenangkan piala Oscar atau tidak, film ini memiliki kualitas untuk itu, namun Oscar kerap memberikan harapan palsu.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, Drive My Car sudah dapat disaksikan secara resmi di platform streaming Klikfilm mulai tanggal 2 Maret 2022 kemarin.
Alfree Nafis