Review 'Sunny': Film 'Coming of Age' Klasik Terbaik pada Zamannya

Konten Media Partner
20 September 2019 9:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sunny (Foto: IMDb)
zoom-in-whitePerbesar
Sunny (Foto: IMDb)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Jakarta - Seketika Miles Films mengumumkan akan membuat film Bebas yang diadaptasi dari film Sunny, pada saat itu PSR langsung menonton ulang kembali salah satu film terbaik pada masanya.
ADVERTISEMENT
Film Sunny mengusung genre drama komedi Korea Selatan yang memiliki alur cerita maju-mundur. Dibintangi oleh aktris Min Hyo Rin, Kang So Ra, Shim Eun Kyung, Kim Min Young, Park Jin Joo, Nam Bo Ra, Yoo Ho Jeong, dan Jin Hui Gyeong, film ini bercerita mengenai sebuah geng yang berisikan tujuh orang wanita.
Ketujuhnya berteman sejak masih duduk di bangku sekolah. Setelah dewasa dan memiliki karier masing-masing, mereka pun kembali bertemu. Tetapi mereka justru dipertemukan lewat plot devices kalau salah satu dari anggotanya yang menderita kanker dan meninggal dunia.
Dalam perekrutan setiap anggotanya geng tersebut, kita mulai akan disuguhkan kenyataan pahit dari masing-masing karakter.
Hal yang membuat film ini bukan sekadar film persahabatan coming of age biasa adalah kenyataan hidup yang disampaikan dengan realistis. Hampir semua karakter memiliki kehidupan masa dewasa yang kontras sekali dengan ketika remaja.
Geng Sunny pada masa remaja (Foto: IMDb)
Salah satu karakter yang menarik adalah Jong Ki. Pada masa mudanya ia menjadi salah satu orang yang paling vokal dalam menjalankan revolusi pemerintahan. Namun ketika dewasa dan mulai bekerja, kehidupannya berubah dan malah menjadi sosok yang mendukung pemerintahan lewat pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Dari sini PSR menangkap kalau tema dari film ini tidak hanya menampilkan kedekatan pertemanan tokoh utama, tapi menunjukkan bahwa idealisme kita pada masa muda belum tentu akan terus seperti itu nantinya hingga beberapa puluh tahun kemudian. Banyak idealisme yang harus runtuh karena tuntutan kehidupan yang lebih penting.
Akan tetapi, walaupun mereka semua mulai mengesampingkan idealismenya, hidup mereka pun seperti tidak ada passion-nya. Hal ini diperlihatkan oleh karakter utamanya, Nami, yang terlihat tidak semangat dalam menjalani kehidupan. Padahal ia memiliki kehidupan yang diidam-idamkan oleh banyak orang.
Walaupun film ini memiliki karakter yang sangat banyak, tapi masing-masing dari mereka memiliki porsi character development yang seimbang. Bahkan antagonis yang ada di film ini sebagai plot devices juga memiliki backstory-nya yang diceritakan secara implisit. Sehingga, kita tidak akan merasa kalau ada yang left out dari pertemanan mereka ini.
ADVERTISEMENT
Sinematografi di film ini juga memanjakan mata kita sebagai penonton, karena tidak disampaikan dengan cara yang monoton. Terlebih lagi transisi flashback-nya dibuat dengan sangat seamless dan smooth.
Jika disuruh memilih adegan favorit pada film ini, jelas sekali girls againts riot police fight adalah bagian terbaik dari film ini. PSR terkagum-kagum sekali dengan adegan ini karena memiliki teknis produksi yang pastinya sangat kompleks sekali.
Satu hal yang membuat PSR kurang bisa menikmati film ini adalah kurang bisa merasa dekat dengan pop culture Korea Selatan pada tahun 1980-an. Berbeda sekali ketika menonton film Bebas yang mana hampir pop culture tahun 1990-an PSR bisa relate dengan hal itu.
Setelah menonton film ini, pastinya kalian akan merindukan teman-teman semasa sekolah dan mulai bertanya-tanya apakah hidupnya sekarang sesuai dengan impiannya pada saat itu?
ADVERTISEMENT
Sebelum kalian menonton film Bebas yang akan tayang pada 3 Oktober 2019, mungkin akan lebih baik kalau kalian menonton versi original-nya terdahulu.
Penulis: Andri