Presenter Asal Malaysia Ikut Serta dalam Oral Presentation B-ICON POLKESLU 2022

polkeslutimes
Akun Resmi Poltekkes Kemenkes Bengkulu di Portal Kumparan
Konten dari Pengguna
16 November 2022 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari polkeslutimes tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
kumparan.com Bengkulu - Hari ini Rabu, 16 November 2022 merupakan hari kedua 2nd Bengkulu International Conference on Health atau B-ICON diadakan setelah resmi dibuka kemarin (Selasa/15/11) oleh Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rohidin Mersyah. Setelah sukses dan meriah pada pembukaan acara kemarin, hari ini tak kalah menarik dengan agenda oral presentation yang tidak hanya diikuti presenter asal Indonesia namun juga presenter dari negara lain. Dalam agenda oral presentation ini menampilkan sejumlah riset kesehatan yang dibuat oleh presenter dan timnya. Karena event ini berskala internasional tentu saja semua yang disampaikan dalam bahasa Inggris.
(foto: sesi persentasi)
Dalam oral presentation ini terdapat presenter asal Malaysia, Chiang Wan Ling yang menyajikan tentang Has Dietary Intake Changed the Cardiometabolic Risk During Covid-19 Lockdown Among a Sample of Malaysian Adults (Apakah Asupan Makanan dapat Mengubah Risiko Kardiometabolik Selama Lockdown Covid-19 di antara Sampel Orang Dewasa di Malaysia). Dalam penyampaiannya, Chiang membahas mengenai sindrom metabolic yang dimana ini merupakan kondisi yang meningkatkan risiko penyakit berbahaya jika tidak segera dicegah. “Metabolik sindrom (MetS) mencakup obesitas perut, hipertensi, dislipidemia, T2DM, dan resistensi insulin. Menurut Mottilo et al. 2010, risiko penyakit kardiovaskular meningkat hingga 2 kali lipat dan peningkatan sebanyak 1,5 kali lipat semuanya menyebabkan kematian.” ucap Chiang dalam presentasinya dibagian introduction.
ADVERTISEMENT
Dengan bidang food and nutrition, Chiang Wan Ling tertarik untuk membahas ini karena menurutnya kurangnya penelitian di Malaysia mengenai asupan makanan dan penilaian CMR selama pandemi. Dalam risetnya ia menyisipkan beberapa pendapat ahli seperti jumlah pasien dengan sindrom metabolic akan semakin memburuk dan meningkat. sebesar 21% (Sohn et al. 2021). Survei online menemukan bahwa pandemi berubah asupan makanan (Izzo et al. 2021; Renzo et al. 2020). Pendapat para ahli ini ditujukan guna memperkuat penelitia yang dilakukan Chiang Wan Ling.
Dalam risetnya ia menyampaikan bahwa BMI secara signifikan ada kaitannya dengan CMR. BMI sendiri merupakan indeks massa tubuh yang digunakan untuk memperkirakan lemak tubuh yang didasarkan pada berat dan tinggi badan. Perhitungan ini dapat membantu menentukan apakah tubuh memiliki berat badan yang kurang, berat badan sehat, kelebihan berat badan, atau obesitas. Menurut Rampal et al. 2012, orang dewasa Malaysia dengan sindrom metabolik memiliki BMI lebih tinggi (27-1 kg m2) dibandingkan mereka yang tidak Mets (23+1 kg m¹).
ADVERTISEMENT
“Penghambatan pengambilan glukosa di jaringan perifer dan stimulasi lipolisis di jaringan adipose menyebabkan FFA berlebihan untuk dilepaskan, sehingga menyebabkan dyslipidemia. Pertambahan berat badan dan obesitas menghasilkan insulin. Kegagalan untuk mengeluarkan insulin yang cukup menyebabkan hiperglikemia, sehingga terjadi intoleransi glukosa dan akhirnya T2DM Sel beta pankreas harus mengeluarkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan euglikemia agar dapat mempromosikan sekresi angiotensin II yang meningkatkan aktivitas saraf simpatis.” Ucap Chiang Wan Ling.
Diakhir presentasi, Chiang menuturkan kesimpulan dari risetnya yaitu presentase CMR dalam penelitiannya bersama tim adalah 39,69%, lebih tinggi dari data sebelumnya. Sekitar ½ responden kelebihan berat badan atau obesitas. Sekitar ¼ responden memiliki lingkar pinggang di atas batas normal. CMR secara signifikan dikaitkan dengan BMI, lingkar pinggang, mi gandum, daging merah, sayuran lain, dan jumlah gula yang ditambahkan dalam kopi.
ADVERTISEMENT
Riset yang sangat menarik dari Chiang Wan Ling ini mengingatkan kita pada saat pandemic Covid-19 tahun sebelumnya yang sangat menyiksa. Dimana saat pemerintah memerintahkan untuk dilakukan lockdown, orang-orang tidak bisa kemana saja bahkan untuk beraktivitas dibatasi. Termasuk dari makanan, banyak beranggapan karena lockdown yang sempat terjadi itu membuat orang-orang jadi makan terus-menerus tanpa melihat lagi risiko yang akan terjadi nantinya. Hingga tak jarang orang mengalami sindrom metabolism seperti yang diungkapkan Chiang Wan Ling dalam risetnya. (bicon)