Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kebijakan Impor Atau Tidak Impor Beras Dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan
11 November 2024 17:35 WIB
·
waktu baca 13 menitTulisan dari polma risma simbolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Polma Risma Simbolon (H4503232022)
ADVERTISEMENT
Beras merupakan komoditas strategis nasional yang berperan dalam ketahanan pangan nasional sehingga memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional (Krisnamurthi dan Utami 2022). Oleh karena itu, ketahanan pangan nasional memiliki keterkaitan erat dengan pemenuhan permintaan beras dalam negeri karena beras merupakan makanan utama yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia (Syahnur dan Noviar 2011; Arsani 2020). Sementara pada sisi konsumen, beras sendiri berkontribusi sebesar 25 sampai 40 persen dari total pengeluaran rumah tangga sehingga perubahan harga beras akan berdampak pada perubahan daya beli dan pemenuhan gizi bagi masyarakat miskin (Dawe dan Timmer 2012).
Produksi beras Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan konsumsi beras domestik atau menunjukkan kondisi surplus dengan nilai rata-rata 5.148 ribu ton per tahun (lihat Gambar 1). Akan tetapi, terdapat perdebatan terhadap tingkat produksi dan konsumsi beras Indonesia. Menurut Rosner dan McCulloch (2008) terdapat overestimate data produksi beras di Indonesia sebesar 9-17 persen karena menggunakan perhitungan atas dasar perkiraan, sedangkan perhitungan konsumsi beras Indonesia mengalami underestimate karena tidak memperhitungkan konsumsi rumah tangga di luar rumah (Noviar 2013). Ketersediaan beras domestik dalam jumlah yang cukup dengan harga terjangkau dari produksi nasional menjadi faktor penting dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional (Rozaki 2021). Dalam rangka pemenuhan kebutuhan beras domestik dengan harga yang stabil dan terjangkau, Kementerian Pertanian cenderung mendukung peningkatan produksi beras domestik dengan berbagai upaya untuk mencapai swasembada pangan. Sementara itu, Kementerian Perdagangan cenderung memilih impor beras untuk memenuhi cadangan pangan beras Indonesia dan menjaga stabilisasi harga beras domestik (Kusumah 2019). Meskipun secara nasional kondisi produksi beras domestik Indonesia menunjukkan kondisi surplus, Pemerintah Indonesia tetap melakukan impor beras (lihat Gambar 1). Keputusan untuk tetap mengimpor beras dilakukan diduga tidak hanya untuk memenuhi cadangan beras domestik untuk kondisi darurat maupun untuk pemenuhan jenis beras yang tidak diproduksi dalam negeri, tetapi juga karena harga beras di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan harga beras dunia (Kusumah 2019; Jiuhardi 2023). Kondisi harga beras domestik yang lebih tinggi dibandingkan harga beras dunia tersebut menjadi insentif bagi importir untuk melakukan impor beras.
Pasar beras Indonesia telah mengalami intervensi secara politis selama puluhan tahun melalui pengaturan harga beras domestik dan pengaturan suplai beras baik melalui kebijakan produksi, maupun melalui kebijakan ekspor-impor (Krisnamurthi & Utami 2022). Meskipun sudah mengalami intervensi secara politis, kondisi perberasan nasional masih cenderung tidak stabil sehingga berdampak bagi kesejahteraan masyarakat baik dari sisi produsen yaitu petani padi, maupun dari sisi konsumen, khususnya masyarakat miskin. Hal tersebut dapat disebabkan oleh bias pada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah akibat preferensi politik dari masing-masing lembaga yang terlibat (Nuryanti et al. 2017).
ADVERTISEMENT
Kementerian Perdagangan menjadi lembaga yang memiliki wewenang dalam pengaturan mekanisme perdagangan beras di Indonesia melalui kebijakan ekspor- impor beras dan kebijakan pengaturan harga beras domestik. Kebijakan ekspor- impor beras Indonesia diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras (Permen 2018). Kebijakan impor beras menjadi salah satu kebijakan yang banyak menimbulkan perdebatan karena dinilai sebagai kompetisi para aktor untuk mencapai kepentingan para aktor tersebut (Kusumah 2019). Hal tersebut menyebabkan kebijakan impor beras rawan menimbulkan fenomena rent-seeking dalam pengimplementasian keputusannya di lapang (Riawanti 2011).
Indikasi terjadinya fenomena rent-seeking dalam pengimplementasian kebijakan impor beras dapat dilihat pada Gambar 2. Pada bulan Maret dan April tahun 2019, Kementerian Perdagangan memutuskan untuk mengimpor beras yang mana bertepatan dengan panen raya sehingga menyebabkan jatuhnya harga beras domestik di tingkat produsen, meskipun impor beras mungkin ditujukan untuk keperluan umum. Keputusan impor beras tersebut juga melanggar Surat Keputusan Menperindag No. 9/MPP/Kep/1/2004 karena melakukan impor pada masa panen raya (Kusumah 2019). Fenomena rent-seeking dalam implementasi kebijakan impor beras tentu berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum.
ADVERTISEMENT
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah aliran pertukaran barang dan jasa antara suatu negara dengan negara-negara lain di dunia (Salvatore 2014). Perdagangan internasional menyebabkan aliran barang dan jasa antara negara maju dan negara berkembang meningkat sehingga membawa dampak positif pada pertumbuhan ekonomi melalui transfer sumber daya dan pengembangan keunggulan komparatif masing-masing negara (Jijian et al. 2021).
Gambar 2 menunjukkan proses terjadinya perdagangan internasional dengan asumsi hanya terdapat dua negara besar yaitu negara A dan negara B dengan satu komoditas yang diperdagangkan yaitu komoditas Q sehingga analisis bersifat parsial. Kurva S dan D menunjukkan penawaran dan permintaan komoditas Q di kedua negara. Sumbu X menunjukkan kuantitas komoditas Q yang diperdagangkan di kedua negara, sedangkan sumbu Y menunjukkan tingkat harga komoditas Q yang dilambangkan dengan PPada kondisi autarki atau sebelum ada perdagangan internasional, negara A akan memproduksi dan mengonsumsi komoditas Q pada tingkat harga relatif PA dan jumlah yang diperdagangkan sebesar QA, sedangkan negara B akan memproduksi dan mengonsumsi komoditas Q pada tingkat harga relatif PB dan jumlah yang diperdagangkan sebesar QB.
ADVERTISEMENT
Ketika dibuka perdagangan internasional, harga relatif komoditas Q berada di antara PA dan PB yaitu pada P*. Hal tersebut mengakibatkan tingkat produksi negara A melebihi tingkat konsumsinya sehingga mengalami kelebihan penawaran (excess supply), sedangkan tingkat konsumsi negara B melebihi tingkat produksinya sehingga mengalami kelebihan permintaan (excess demand). Kondisi tersebut mengakibatkan kedua negara mengadakan pertukaran dalam perdagangan internasional dimana negara A mengekspor komoditas Q dan negara B mengimpor komoditas Q dengan kuantitas komoditas Q yang ditawarkan negara A sama dengan kuantitas komoditas Q yang diminta negara B yaitu pada Q* sehingga tercipta keseimbangan dalam perdagangan internasional pada titik E*.
Mankiw (2019) menyebutkan bahwa terdapat beberapa keuntungan yang dapat diraih akibat adanya perdagangan internasional antara lain:
ADVERTISEMENT
Meningkatkan aliran gagasan dan teknologi sehingga memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk mengimplementasikan perkembangan teknologi dari negara maju dalam proses produksi.
Kebijakan Perdagangan Beras di Indonesia
Kegiatan impor beras dilakukan oleh pemerintah karena produksi beras dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan untuk menjaga stabilitas harga (Kusumah 2019). Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras menjadi peraturan yang saat ini mengatur mekanisme ekspor dan impor beras di Indonesia (Permen 2018). Berdasarkan tujuan, terdapat tiga jenis beras yang dapat diimpor oleh pemerintah yaitu (1) beras untuk keperluan umum, yaitu untuk cadangan yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh Pemerintah untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, kerawanan pangan, dan keadaan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah; (2) beras dari hibah;
ADVERTISEMENT
(3) beras untuk keperluan lain (Permen 2018).
Kegiatan impor pangan dilakukan untuk menjamin kecukupan pangan ataupun menjaga ketahanan pangan yang tujuannya adalah untuk menjaga stok pangan apabila terjadi bencana alam atau konflik (Clapp 2017). Oleh karena itu, ketika mengalami surplus beras, Indonesia masih harus melakukan impor dengan tujuan menjaga stok dan untuk memenuhi permintaan beras yang tidak diproduksi di Indonesia. Di sisi lain, swasembada beras terus diupayakan dan tetap menjadi salah satu prioritas kebijakan pemerintah, meskipun konsepsi swasembada telah berubah dengan membuka kemungkinan impor sampai batas tertentu yaitu pada saat kekeringan dan melakukan ekspor pada saat surplus. Konsep ini disebut self sufficiency-on trend (Erwidodo 1997).
Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga menetapkan tarif spesifik untuk impor beras sebesar Rp450 per kg melalui Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor (Permen 2022). Penetapan tarif tersebut bertujuan untuk membantu menjaga stabilitas harga dan mengurangi beban APBN dalam pengendalian harga di tingkat konsumen. Pengenaan tarif impor beras di Indonesia mengakibatkan penurunan jumlah beras yang diimpor oleh Indonesia dari Qw menjadi Qw’ (lihat Gambar 3). Pemberlakuan tarif impor beras Indonesia meningkatkan harga beras dalam negeri menjadi P’w+t sehingga menyebabkan peningkatan produksi beras Indonesia dan penurunan konsumsi beras Indonesia. Akibat peningkatan produksi beras dan penurunan konsumsi beras, impor beras ke Indonesia menurun. Volume beras yang diperdagangkan di pasar dunia setelah tarif impor beras Indonesia sebesar Qw’sama dengan volume beras yang diimpor ke Indonesia setelah tarif pada harga beras domestik P’w+t dan volume beras yang diekspor oleh negara pengekspor dengan harga domestik beras P’w.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan juga melakukan pengaturan harga beras untuk menjaga stabilitas harga beras dalam negeri melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. Peraturan tersebut mengatur harga eceran tertinggi (HET) beras menjadi dua jenis beras yaitu beras medium dan beras premiun yang disesuaikan menjadi delapan wilayah dengan HET terendah sebesar Rp9.450 untuk beras medium dan Rp12.800 untuk beras premium, sedangkan HET tertinggi sebesar Rp10.250 untuk beras medium dan Rp13.600 untuk beras premium (Permen 2017).
Dampak Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Impor maupun Menghambat Impor Beras terhadap Kesejahteraan
Analisis dampak kebijakan impor beras Indonesia terhadap kesejahteraan dipisahkan menjadi dua yaitu kebijakan yang mendukung impor beras dan kebijakan yang menghambat impor beras. Bentuk kebijakan yang menghambat impor beras Indonesia yaitu kebijakan proteksi melalui penerapan tarif atau bea masuk serta kuota impor beras dan kebijakan pelarangan impor beras (Hanjani et al. 2013; Widyawati et al. 2014; Purwaatmoko 2018). Kebijakan pelarangan impor beras pernah diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) (Purwaatmoko 2018).
Hasil review menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung impor beras Indonesia cenderung tidak berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat secara umum, sedangkan kebijakan yang menghambat impor beras Indonesia cenderung berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum (lihat Gambar 6a dan 6b).
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang mendukung impor beras Indonesia cenderung tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum dapat disebabkan karena kondisi struktur oligopoli pada pasar beras domestik menjadi insentif bagi pedagang beras dan distributor besar sehingga menekan surplus pada konsumen dan produsen dan tingkat kesejahteraan secara umum tidak banyak mengalami perubahan (Purwaatmoko 2018). Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perbedaan kondisi harga beras di tingkat produsen dan konsumen yang mana ketika adanya impor beras harga di tingkat petani tetap cenderung fluktuatif mengikuti musim (seasonal), sedangkan harga beras di tingkat eceran cenderung stabil dan masih tetap tinggi dibandingkan harga beras dunia maupun dengan harga beras di negara-negara ASEAN lainnya (Jiuhardi 2023).
Di sisi lain, terdapat indikasi bahwa sebenarnya impor beras yang dilakukan tidak terlalu berdampak pada penurunan kesejahteraan petani karena jumlah beras yang impor tidak begitu signifikan mengurangi pasokan beras dari petani ke pasar domestik dan kegiatan impor beras dilakukan untuk menambah cadangan stok dan menutupi kebutuhan jenis beras yang memang tidak dapat dipasok oleh petani dalam negeri (Carolina dan Sirait 2018; Septiadi dan Nursan 2020). Hal tersebut didukung dengan persentase rata-rata jumlah impor beras Indonesia hanya sebesar 2,47 persen dari rata-rata produksi beras domestik Indonesia pada periode 2000- 2020 (BPS 2020a dan UN Comtrade 2023). Meskipun demikian, kebijakan yang mendukung impor beras seperti penghapusan tarif impor juga tidak menjamin pendistribusian manfaat ekonomi secara adil (Widayanti et al. 2022). Selain itu, berdasarkan hasil simulasi Yusiana dan Nur’azkiya (2021) menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung impor beras seperti penghapusan tarif impor juga tidak memiliki pengaruh pada penurunan kemiskinan (peningkatan kesejahteraan secara umum) dan justru hanya meningkatkan volume impor beras karena harga impor beras menjadi lebih murah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang menghambat impor beras Indonesia cenderung berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum juga sejalan dengan pendapat Krugman et al. (2015) bahwa penerapan kebijakan tarif impor akan menurunkan kesejahteraan masyarakat secara umum dibandingkan kondisi perdagangan bebas tanpa hambatan. Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadi peningkatan harga beras domestik yang tidak diikuti oleh peningkatan produksi beras domestik yang signifikan maupun peningkatan pendapatan masyarakat secara umum (Warr 2005; Widyawati et al. 2014). Selain menyebabkan kerugian sosial, penerapan kebijakan tarif dapat memiliki dampak negatif terhadap penerimaan negara pada tingkat tertentu sehingga kebijakan yang diterapkan adalah peningkatan efisiensi biaya produksi yang berdampak pada peningkatan daya saing beras domestik dan tidak menyebabkan kerugian sosial (Dakhoir et al. 2018).
ADVERTISEMENT
Hasil menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung impor beras memiliki dampak yang cenderung lebih baik terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum dibandingkan kebijakan yang menghambat impor beras dan dapat membantu menjaga ketersediaan stok beras domestik. Akan tetapi, kebijakan yang mendukung impor beras di Indonesia cenderung kebijakan politis yang rentan terhadap perilaku rent-seeking dan cenderung menjadi ajang kompetisi aktor untuk memenangkan tujuannya (Purwaatmoko 2018; Kusumah 2019).
Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan impor beras harus hati-hati dan memiliki periode yang ketat kapan kegiatan impor beras dapat dilakukan. Di sisi lain, kebijakan peningkatan daya saing produksi beras domestik melalui efisiensi biaya produksi dan kebijakan penurunan disparitas harga beras melalui perbaikan pengelolaan pemasaran padi dan beras domestik dapat membantu mencegah ketergantungan dan peningkatan impor beras Indonesia (Dakhoir et al. 2018; Purwaatmoko 2018). Hal tersebut penting karena kebijakan yang mendukung impor beras hanya akan efektif pada jangka pendek dan jangka menengah (Jiuhardi 2023).
ADVERTISEMENT
Sumber :
Abidin MZ. 2015. Dampak kebijakan impor beras dan ketahanan pangan dalam perspektif kesejahteraan sosial. Sosio Informa. 1(3): 213-230.
Arsani AM. 2020. The future of Indonesia and global agriculture: Rice consumption and agricultural modernization. Jurnal Litbang Sukowati. 4 (1): 57-64.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Jumlah Konsumsi Beras Tahun 2000-2020. [Diunduh 2023 Mei 18]. https://www.bps.go.id.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Jumlah Produksi Beras Tahun 2000-2020. [Diunduh 2023 Mei 18]. https://www.bps.go.id.
Carolina M, Sirait RA. 2022. Pengaruh impor pangan terhadap kesejahteraan petani pangan. Jurnal Budget: Isu dan Masalah Keuangan Negara. 3(2): 1–19.
Clapp J. 2017. Food self-sufficiency: Making sense of it, and when it makes sense. Food Policy. 66, 88–96.
ADVERTISEMENT
Dakhoir A, Safitri NA, Khoiriyah. 2018. Impor beras dalam kebijakan hukum ekonomi islam: Keinginan atau kebutuhan. Jurnal Al Qardh. 3(2): 123-131.
Dawe D, Timmer CP. 2012. Why stable food prices are a good thing: Lessons from stabilizing rice prices in Asia. Global Food Security. 1(2): 127–133.
Erwidodo. 1997. Implikasi dan dampak Putaran Uruguay pada sektor pertanian di Indonesia. Agro Ekonomika. 27(2): 25-47.
Falagas ME, Pitsouni EI, Malietzis GA, Pappas G. 2008. Comparison of PubMed, Scopus, Web of Science, and Google Scholar: strengths and weaknesses. The FASEB Journal. 22(2): 338-342.
Frennert S, Ö stlund B. 2018. Narrative review: Welfare technologies in eldercare. Nordic Journal of Science and Technology Studies. 6(1): 21-34.
ADVERTISEMENT
Gujarati DN, Porter DC. 2009. Basics Econometrics. 5th edition. New York (NY): McGraw-Hill/Irwin.
Hanjani RI, Syafrial S, Suhartini S. 2013. Dampak kebijakan proteksi tarif dan kuota impor beras terhadap kinerja perberasan Indonesia. Habitat. 24(2): 96–109.
Jijian Z, Twum AK, Agyemang AO, Edziah BK, Ayamba EC. 2021.
Empirical study on the impact of international trade and foreign direct investment on carbon emission for belt and road countries. Energy Reports. 7: 7591-7600.
Jiuhardi. 2023. Analisis kebijakan impor beras terhadap peningkatan kesejahteraan petani di Indonesia. INOVASI: Jurnal Ekonomi, Keuangan dan Manajemen. 19(1): 98-110.
Krisnamurthi B, Utami AD. 2022. The effect of price policy on price dynamics: Empirical evidence in Indonesian rice market at wholesale level. Agraris. 8(1): 34-45.
ADVERTISEMENT
Krugman PR, Obstfeld M, Melitz MJ. 2015. International Economics: Theory and Policy. 10th Edition (Global Edition). Harlow: Pearson Education Limited.