Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Kebijakan Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras Pada Tahun 2023
24 September 2024 7:41 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari polma risma simbolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Polma Risma Simbolon (H4503232022)
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan kebijakan mengenai harga eceran tertinggi (HET) baru untuk beras medium dan premium pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Kebijakan HET tersebut dibagi menjadi tiga zona wilayah. Zona I meliputi wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi dengan HET beras medium sebesar Rp10.900/kg dan beras premium Rp13.900/kg. Zona II Sumatera, selain Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, serta Kalimantan dengan HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium Rp14.400/kg. Zona III meliputi Maluku dan Papua dengan HET beras medium sebesar Rp11.800/kg dan beras premium Rp14.800/kg.
Penetapan kebijakan HET beras tersebut mempertimbangkan adanya peningkatan harga beras dalam negeri yang diakibatkan oleh penurunan produksi dalam negeri. Penurunan produksi tersebut diperparah dengan adanya kekeringan berkepanjangan di beberapa kawasan produsen beras nasional akibat fenomena EL Nino (Damiana 8 September 2023). Berdasarkan data dari PIHPS Bank Indonesia (2023) harga beras eceran telah meningkat sekitar 11.81 persen dari Rp12.700/kg pada September 2022 menjadi Rp14.200/kg pada September 2023.
ADVERTISEMENT
Ketika ditinjau dari mekanisme penentuan harga untuk komoditas pertanian, kebijakan HET untuk beras yang diterapkan oleh Pemerintah termasuk dalam mekanisme penentuan harga berdasarkan administrative decision dengan mempertimbangkan posisi beras sebagai komoditas pangan strategis nasional. Hal tersebut ditunjukkan oleh peraturan yang dikeluarkan oleh Bapanas sebagai lembaga yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan tugas pemerintahan di bidang pangan yaitu Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras juga menyebutkan pada pasal 2 ayat 1 bahwa HET beras tersebut ditetapkan berdasarkan pada hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga sehingga menunjukkan bahwa penetapan HET beras dilaksanakan secara administratif oleh Pemerintah pada tingkat pusat dan pengesahannya juga dilakukan oleh presiden.
ADVERTISEMENT
Struktur perhitungan HET pada Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras masih mengikuti kebijakan HET beras sebelumnya yang direvisi oleh perbadan tersebut yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. Pada permendag tersebut, HET besar ditentukan secara lebih spesifik berdasarkan jenis beras dan zonasi wilayah. Hasil penelitian Krisnamurthi dan Utami (2022) menunjukkan bahwa penetapan harga acuan beras secara terdiferensiasi berdasarkan jenis dan zonasi wilayah yang pertama kali diinisiasi melalui Permendag Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras tersebut memiliki pengaruh yang signifikan, khususnya pada jangka panjang, terhadap penurunan harga beras domestik dibandingkan penetapan harga acuan beras tanpa adanya diferensiasi seperti pada Permendag Nomor 63 Tahun 2016. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pasar beras Indonesia semakin heterogen akibat perubahan sosioekonomi masyarakat sehingga masyarakat semakin sadar akan perbedaan kualitas beras. Oleh karena mempertimbangkan hal tersebut, diduga bahwa penetapan HET beras pada 2023 menggunakan struktur terdiferensiasi.
ADVERTISEMENT
Intervensi Pemerintah pada pasar dalam bentuk penetapan HET tersebut menyebabkan keseimbangan di pasar bergeser dan menyebabkan terjadinya kelangkaan dengan kuantitas sebesar selisih QD’Rice dan QS’Rice. Sebagai konsekuensi dari kebijakan HET yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah wajib menyediakan pasokan suplai beras di pasar untuk menutupi kelangkaan yang terjadi agar kebijakan HET dapat berjalan efektif dengan jumlah yang harus disuplai oleh Pemerintah sebesar selisih QS’ Rice dan QD’ Rice. Dari penjualan stok beras Pemerintah untuk menutupi kelangkaan tersebut, Pemerintah dapat memperoleh penerimaan sebesar wilayah kotak berwarna hijau.
Apabila ditinjau dari sisi kesejahteraan, kebijakan HET tersebut ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penambahan surplus konsumen yang mana sebelum ditetapkannya kebijakan HET sebesar wilayah segitiga A-D, kemudian setelah ditetapkannya kebijakan HET menjadi wilayah trapesium A-B. Di sisi lain, juga timbul deadweight loss yang menyebabkan terdapat bagian surplus yang tidak diterima oleh produsen maupun konsumen sehingga terjadi inefisiensi sebesar area segitiga D-E.
ADVERTISEMENT
Meskipun sudah ditetapkan HET beras sejak pada 31 Maret 2023, harga beras medium terus meningkat hingga 6,5 persen dari kisaran Rp 13.500/kg pada Maret 2023 menjadi Rp 14.300/kg pada September 2023, sedangkan harga beras premium turut meningkat hingga 4,8 persen dari kisaran Rp 14.600/kg pada Maret 2023 menjadi Rp 15.300/kg pada September 2023 (PIHPS BI 2023). Hal tersebut menunjukkan bahwa penetapan HET masih belum dapat menurunkan harga pasar sesuai dengan HET dan justru membuat harga melonjak di awal-awal penetapannya. Apabila Pemerintah gagal memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pasokan suplai beras di pasar untuk menutupi kelangkaan akibat HET yang ditetapkan maka akan menimbulkan adanya pasar gelap (black market) yaitu transaksi jual-beli beras yang tidak mematuhi aturan harga acuan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Gambar 2 menunjukkan dampak secara grafis akibat kegagalan Pemerintah dalam menyediakan pasokan suplai beras di pasar untuk menutupi kelangkaan akibat HET yang ditetapkan. Ketika HET ditetapkan, harga yang diterima oleh produsen dirasa terlalu rendah dari harga yang seharusnya di pasar sehingga produsen hanya akan mau menjual beras di pasar secara formal pada tingkat QS’Rice, sedangkan kelebihan yang produksi disimpan. Ketika Pemerintah gagal memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pasokan suplai beras di pasar untuk menutupi kelangkaan akibat HET yang ditetapkan, kelangkaan di pasar terus terjadi dan beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat menyebabkan konsumen terpaksa meningkatkan willingness-to-pay untuk beras agar dapat memenuhi kebutuhan pangan hariannya. Hal tersebut menjadi insentif bagi produsen untuk menjual stok beras yang dimiliki sejumlah QRice BM dengan menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan harga acuan Pemerintah HET yaitu pada PRice BM. Tindakan ketidakpatuhan pada HET Pemerintah dan willingness konsumen untuk membayar dengan harga yang lebih tinggi tersebut menyebabkan transaksi ilegal yang dikenal dengan black market. Adanya black market tersebut menyebabkan kerugian bagi konsumen karena harga beras yang diterima oleh konsumen menjadi lebih tinggi daripada harga formal yaitu harga acuan HET yang ditetapkan oleh Pemerintah (P’Rice) dan harga normal yaitu harga keseimbangan yang terjadi pada kondisi pasar tanpa adanya kebijakan atau harga pada market clearing (P*Rice) yaitu pada PRice BM. Kondisi tersebut akan menyebabkan tertekannya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok yaitu beras sehingga tujuan Pemerintah dalam stabilisasi harga beras nasional dan meningkatkan daya beli masyarakat tidak tercapai. Apabila Pemerintah tidak melakukan intervensi lanjutan dalam pemenuhan ketersediaan stok beras, maka akan menimbulkan kekacauan sosial (social unrest) karena keterbatasan daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk berupa beras.
Berdasarkan Putro (10 Oktober 2023), kasus HET beras tersebut mengindikasikan tiga hal yaitu fenomena time-lag, ketidakcukupan stok cadangan beras domestik, dan ketidakefisienan proses distribusi. Fenomena time-lag umumnya terjadi pada implementasi kebijakan Pemerintah terkait perekonomian karena adanya masa tenggang antara perumusan kebijakan dan respon perubahan perilaku aktor di pasar akibat kebijakan tersebut. Ketidakcukupan stok cadangan beras domestik mengindikasikan masih rendahnya kapasitas daya serap Pemerintah terhadap bahan pangan tersebut saat panen raya. Pada jangka pendek, permasalahan tersebut dapat diatasi melalui impor yang harus dilakukan secara hati-hati dan terukur agar tidak mengakibatkan guncangan lebih lanjut di pasar. Ketidakefisienan proses distribusi dapat disebabkan oleh ketimpangan kualitas infrastruktur dan permasalahan birokrasi di daerah sehingga penyampaian distribusi bahan pangan tidak dapat serentak antar daerah dan perubahan harga di setiap daerah cenderung berbeda. Oleh karena itu, sebelum kebijakan HET diimplementasikan ke pasar, Pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok beras dapat mencukupi terhadap proyeksi lonjakan permintaan serta menjamin proses distribusi yang cepat dan tepat sehingga implementasi HET beras di pasar dapat berjalan secara efektif dan tujuan stabilisasi harga pangan nasional dapat tercapai.
ADVERTISEMENT
Sumber :