Mengenang Sang Inspirator

Poncojari Wahyono
S1 Alumni UNY S2 Alumni UNAIR S3 Alumni UNAIR
Konten dari Pengguna
10 September 2020 9:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Poncojari Wahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Malik Fadjar. Foto: Dok. Muhammadiyah
zoom-in-whitePerbesar
Malik Fadjar. Foto: Dok. Muhammadiyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama Malik Fadjar bisa diartikan yang memiliki cahaya atau pagi. Begitu juga siapa saja yang sudah memiliki cahaya di pagi hari, maka pada siang, sore, dan malam pun akan dimilikinya. Demikan pula Pak Malik Fadjar sang pemilik nama. Mulai dari kampus yang tidak pernah masuk dalam hitungan sampai menjadi kampus yang sangat diperhitungkan di tingkat regional, nasional bahkan internasional.
ADVERTISEMENT
Mulai dari kampus Universitas Murah Meriah (UMM) sampai Universitas Makin Maju dan juga Universitas Makin Mentereng, Pak Malik tak pernah berhenti melakukan kreasi dan sentuhan dari pagi hingga petang bahkan sampai larut malam. Sehingga kampus putih UMM seakan bagai denyut jantung yang seolah tidak pernah berhenti berdetak dan seperti paru-paru tidak berhenti bernapas. Dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, bahkan dari tahun ke tahun terus bergerak, beraktivitas dan berinovasi. Sehari 24 jam rasanya masih saja kurang.

Sang Inspirator

Masih segar dalam ingatan, seolah baru terjadi beberapa hari yang lalu. Padahal ini terjadi sejak tiga puluh tahun yang silam. Atau tepatnya antara tahun 1990 sampai dengan 1994. Perkuliahan saat itu masih menempati kampus 2 Sumbersari, di kampus 3 Tegalgondo belum sepenuhnya ditempati. Pada masa itu ada pengajian-pengajian Al Islam Kemuhammadiyahan. Para dosen secara bergantian mengisi setiap seminggu sekali, seringnya di lakukan pada hari Jumat malam. Tidak jarang acara acara tersebut yang menyampaikan pak Rektor sendiri.
ADVERTISEMENT
Pak Malik sebagai Rektor memiliki kemampuan Feeling yang sangat tajam dalam membaca situasi kalau kegelisahan, kegalauan dan suasana batin yang tidak nyaman dalam diri para civitas akademika. Lihai menangkap sinyal itu dan mampu memberi solusi dan inspirasi, sekaligus membakar cita-cita dan semangat para anggota keluarga kampus. Para dosen dan karyawan yang semula begitu resah dan gelisah, tak bersemangat dan tak juga bergairah, serta kehilangan harapan dan cita-cita, maka usai mendapat pencerahan dari pak Malik, berubahlah hatinya menjadi bening dan wajahnya menjadi cerah berseri-seri, semangat kerjanya bagaikan api yang menyala-nyala dan kebersamaan pun terbangun dengan utuh dan sempurna. Pada akhirnya kinerja civitas akademika menjadi meningkat tajam. Karenanya dalam suatu kesempatan, beliau pernah mengatakan bahwa, “Kita boleh kehilangan apa saja, akan tetapi kalau kita kehilangan cita-cita berarti kita kehilangan semuanya”.
ADVERTISEMENT

Feeling politik

Tidak hanya memiliki ketajaman feeling membaca situasi di kampus saja, namun pak Malik memiliki ketajaman politik di tingkat regional maupun nasional. Pada saat pertengahan tahun delapan puluhan, pada masa itu UMM belum apa-apa. Perkuliahanpun masih fokus di Kampus 2 di Sumbersari, sehingga terasa belum memadai dan tentu jauh dari semegah sekarang. Namun pada saat itu UMM sudah berani menggelar acara nasional, dengan mengundang tokoh-tokoh dan pejabat penting di tingkat nasional. Dari situlah UMM mulai sedikit demi sedikit dikenal tidak hanya regional tapi juga di tingkat nasional. “Muhammadiyah ini besar, maka janganlah dibawa ke jalan-jalan atau gang-gang sempit, apalagi jalan itu ternyata buntu. Begitulah kata beliau dalam suatu kesempatan”. Karenanya sejak itu sampai sekarang UMM tidak hanya melintas kota tetapi juga melewati pulau, bahkan melintas batas negara secara geografis. Namun juga selalu melihat perkembangan budaya, sosial dan politik, serta menjalin berbagai Lembaga swasta, pemerintah dan juga Perguruan Tinggi baik dalam maupun luar negeri. Tidaklah mengherankan di setiap pilkada maupun pilpres, beliau mampu membaca dan menganalisis situasi politik dengan matang, cermat dan akurat. Pak Malik selalu mengingatkan bahwa silakan dan boleh-boleh saja berbeda pandangan politik, namun tetaplah selalu menjalin persaudaraan dan kebersamaan.
ADVERTISEMENT

Guru dan Pengkader

Kalau kita amati pertumbuhan pohon pisang ketika sudah tumbuh bunganya, maka secara alami pohonnya sebagai induk selalu menumbuhkan anak-anaknya. Ketika bunga pisang mulai berubah menjadi buah, maka pada saat itu anakan pisang yang akan menjadi pohon itu sudah mulai tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Karena Ketika buah itu masak pohon itupun tumbang tidak bisa berbuah lagi. Namun anakan pohon pisang yang tidak hanya satu itu tumbuh dan siap-siap untuk berbunga.
Bapak Malik Fadjar, menggunakan pola pertumbuhan pohon pisang dalam mengkader penerus berikutnya. Ibarat pertumbuhan dan perkembangan pohon pisang tadi, beliau sejak awal memegang UMM sampai berpulangnya ke rahmatullah, sudah mendesain kader-kadernya dengan sistematis dan penuh perhitungan matang. Sehingga sampai sekarang ini UMM tidak pernah kekurangan kader penerus yang handal dan militan berkreasi dan berinovasi di dalam mengembangkan Pendidikan. Para kader juga memiliki etos kerja, ulet dan memiliki kemampuan berkoneksitas dengan dunia luar Lembaga dengan sangat baik. Pak Malik tidak hanya meninggalkan kampus yang megah, rumah sakit, hotel atau yang lainnya, namun meninggalkan sistem Pendidikan di kampus yang ber-visi masa depan, bahkan juga meninggalkan bangunan sistem dan kebijakan Pendidikan di tingkat nasional yang dibuat ketika menjadi Menteri Pendidikan Nasional. Sistem itu masih digunakan sampai sekarang. Dalam berbagai kesempatan beliau sering mengatakan bahwa, “Saya selalu teringat akan pesan dari sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Sayyidina Ali, r.a., yang mengatakan bahwa tidak ada warisan yang lebih berharga daripada Pendidikan”. Rupanya inilah yang menyebabkan beliau sangat gigih dan detail dalam berfikir, mengembangkan dan memajukan dunia Pendidikan.
ADVERTISEMENT

Seni bisa menyelaraskan rasa dan rasio

Suatu kali saya bersama group musik akustik saya, yang kami beri nama “UMM Voice” manggung di acara Halal bil Halal Universitas. Beliau hadir sebagai pemberi ular ular dalam acara tersebut. Tampak beliau menikmati ketika group kami membawakan lagu lagu religi, bahkan saat memberi ceramahnya berkomentar positif terhadap sajian musik kami. Setelah itu, setiap kali bertemu saya, lebih dari dua kali beliau selalu menanyakan kepada saya apa masih menyanyi. Saya menjawab, alhamdulillah masih Prof. Saya hanya berpikir bahwa beliau ternyata sangat peduli terhadap seni dan budaya. Maklum beliau pernah menjabat sebagai mendiknas yang di dalamnya waktu itu ada Dirjen Kebudayaan. Namun ternyata tidak sampai di situ, pernah suatu saat di dalam sebuah forum terbatas, saya ditanya tentang masihkah saya menyanyi dan bermain musik. Setelah saya jawab masih Prof. Kemudian, selanjutnya beliau menjelaskan betapa pentingnya berkarya seni, termasuk menyanyi dan bermain musik. Karena seni bisa menyelaraskan rasa dan rasio, namun juga bisa mensinkronisasikan hati dan pikiran. Penyelerasan dua hal penting ini, dapat menghasilkan budaya, membuat ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT

Bintang Mahaputra Adipradana

Selamat jalan yang kami muliakan guru kami, sang inspirator, sang inovator dan sang pendidik. Jasad memang tak lagi ada di dunia, namun ruh akan tetap hidup dan bercahaya dan menyala di alam sana. Karena amal dan karya-karya sang maestro di dunia tak akan pernah renta, lapuk dan rapuh oleh usia, bahkan akan terus beranak-pinak sampai akhir zaman. Karenanya kami yakin surga sudah menantimu.
Memperoleh anugerah Tanda Jasa Bintang Mahaputra Adipradana, adalah bukti bahwa karya beliau tidak hanya untuk Muhammadiyah semata, tapi juga untuk agama, nusa, bangsa, dan negara. Selamat jalan guru kami, semoga penerus sang inspirator mampu melanjutkan perjuangan untuk menghasilkan karya-karya besar dan bermanfaat untuk kepentingan seluruh umat manusia. Sebagaimana jargon “Muhammadiyah untuk Bangsa”.
ADVERTISEMENT
Dr. Poncojari Wahyono, M.Kes*)
*) Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang