Konten dari Pengguna

Membumikan Moderasi Beragama

Pormadi Simbolon
Alumnus STF Driyarkara, sekarang ASN di Kemenag Banten
17 Juni 2023 13:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pormadi Simbolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga membaca Al Quran di Masjid Menara Kudus, Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga membaca Al Quran di Masjid Menara Kudus, Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kehidupan beragama peserta didik di negeri ini masih perlu mendapat perhatian, karena sedang tidak baik-baik saja. Potensi intoleransi yang merasuki mereka harus diwaspadai. Kementerian Agama (Kemenag) menawarkan suatu program yang disebut Moderasi Beragama. Program Moderasi Beragama menjadi salah satu prioritas dalam membentuk peserta didik yang hidup beragamanya moderat.
ADVERTISEMENT
Moderasi Beragama digagas dan dicanangkan oleh Kementerian Agama di masa kepemimpinan Lukman Hakim Saifuddin. Mantan Menteri Agama tersebut mencanangkan tahun 2019 sebagai tahun Moderasi Beragama (Kemenag 2019: vi). Spirit Moderasi Beragama adalah menciptakan toleransi dan kerukunan baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Toleransi dan kerukunan di tiga tingkat tersebut merupakan kunci untuk kelancaran pembangunan nasional.

Tantangan Saat Ini

Gagasan Moderasi Beragama berangkat dari tantangan yang tengah terjadi di tengah masyarakat Indonesia pasca rezim Orde Baru. Jamak terjadi bahwa cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem) yang mengesampingkan kemanusiaan. Sekadar contoh, menurut survei yang dilakukan Setara Institut bersama International NGO Forum on Indonesian Development soal sikap toleransi siswa SMA (di lima kota: Surabaya, Surakarta, Bogor, Padang dan Bandung), sebesar 25,6 persen dari 947 responden beranggapan bahwa agama lain selain agama yang dianutnya tergolong sesat. Demikian pula sikap bersedia memerangi orang dengan agama berbeda dan mendapatkan upah surga termasuk tinggi. (Kompas.id, 19/05/2023). Inilah tantangan pertama.
ADVERTISEMENT
Tantangan kedua, adanya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik. Bercermin dari survei yang sama, ada 56,3 persen siswa-siswi di sekolah negeri dan swasta yang menyetujui diterapkannya syariat Islam di negara dengan populasi mayoritas Islam.
Tidak kalah pentingnya, tantangan ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. Dalam survei yang sama, tidak sedikit pula siswa-siswi yang menyetujui Pancasila sebagai ideologi yang bisa diubah.
Tantangan itu menyadarkan dan mengajak kita merenungkan bahwa Indonesia adalah negara yang bermasyarakat religius dan majemuk. Meskipun bukan negara agama, kesepakatan founding fathers adalah kehidupan dan kemerdekaan beragama dijamin konstitusi. Untuk itu, menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan menjadi tugas setiap warga negara.
ADVERTISEMENT
Kesadaran dan ajakan tersebut mendorong Kementerian Agama menggagas Moderasi Beragama sebagai cara pandang setiap umat beragama dan diintegrasikan ke dalam sistem pembangunan jangka menengah dan jangka panjang (Kemenag 2019: vi).
Definisi Moderasi Beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama – yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum – berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Landasan Moderasi Beragama

Pemerintah sudah menjadikan Moderasi Beragama sebagai program prioritas dalam pembangunan jangka menengah. (Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, pada lampiran III). Tujuannya untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial.
Moderasi Beragama juga merupakan amanat dari UUD 1945, pasal 19 ayat (2) di mana “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Amanat tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu” [Pasal 22, ayat (2)].
ADVERTISEMENT

Membumikan Moderasi Beragama

Berangkat dari tantangan yang ada dan disertai payung hukum yang kuat, maka Moderasi Beragama menjadi sangat penting dan mendesak dibumikan untuk membentuk cara beragama peserta didik yang moderat. Hal ini mendukung cita-cita dalam menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menuju Indonesia Emas 2045.
Paling tidak ada tiga cara mewujudkan hidup beragama moderat, pertama, memasukkan gagasan Moderasi Beragama menjadi salah satu tema dalam setiap mata kuliah/pelajaran pendidikan agama di pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Dengan masuknya tema Moderasi Beragama, output yang disasar adalah seorang peserta didik memiliki komitmen kebangsaan, toleran, anti-kekerasan dan penerimaan budaya lokal.
Kedua, para peserta didik lintas agama dilibatkan dalam camping moderasi beragama. Camping ini tentu harus didampingi Tim Kelompok Kerja Moderasi Beragama yang sudah terbentuk di Kemenag.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melalui pengembangan kurikulum, pelatihan guru dan dosen di bidang Moderasi Beragama. Guru dan dosen yang moderat menjadi kunci bagi terciptanya peserta didik yang moderat.
Hasil penguatan Moderasi Beragama mungkin tidak bisa langsung dirasakan dalam waktu dekat, namun akan dirasakan pada 5-20 tahun mendatang, yang mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045.