Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
2 Bandar Kota Padang yang Menjadi Penopang Ekonomi di Masa Hindia Belanda
21 Desember 2020 21:01 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Sumatera Barat, khususnya di Kota Padang dahulu terdapat dua bandar laut. Yang pertama terletak di muara Sungai Batang Arau, yaitu Bandar Muaro, sedangkan yang kedua terletak di Teluk Bayur, yaitu Bandar Emmahaven.
ADVERTISEMENT
Bandar Muaro di masa VOC masih bisa jadi tempat bersandar bagi kapal-kapal bermuatan hingga 200 ton. Bandar ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pelabuhan alami, yang mulai dikembangkan serius oleh VOC dengan menambahkan berbagai fasilitas mulai akhir abad ke-17. Bandar Muaro jadi dilengkapi sejumlah fasilitas seperti pergudangan, kantor syahbandar, dan menara suar.
Tak hanya itu, di sana juga dibuat jalan raya yang menghubungkan pelabuhan dengan bagian lain dari kota Padang. Ketika pemerintah Hindia-Belanda kemudian membangun jaringan jalan kereta api di kota tersebut, di bandar tua ini juga dibangun rel yang terhubung dengan jalur utama di kota itu.
Menyimak berbagai fasilitas prasarana dan sarana yang ada, pada 1870 bersama dengan Batavia, Semarang, Surabaya dan Makasar, posisi pelabuhan Muaro ini masih ditetapkan sebagai pelabuhan kelas A. Kategori ini berarti status pelabuhan yang dapat melayani kegiatan pelayaranan nasional maupun internasional, yang melayani kegiatan ekspor maupun impor.
ADVERTISEMENT
Namun pada perjalanannya karena banyaknya endapan lumpur di muara sungai, hanya kapal-kapal berukuran kecillah yang bisa masuk serta melakukan aktivitas di bandar tua ini. Sejarah mencatat, di pertengahan abad ke 19 hanya tersisa kapal-kapal kecil dengan ukuran di bawah 12 ton yang dapat bersandar di bandar tersebut.
Akhir tahun 1880-an pemerintah Hindia Belanda memutuskan membangun sebuah pelabuhan baru, yakni Bandar Emmahaven. Pelabuhan ini diresmikan bersamaan waktunya dengan pemakaian jalan kereta api ruas Emmahaven-Padang, Padang Panjang-Muaro Kalaban di tahun 1892.
Ada beberapa latar di balik pembangunan pelabuhan ini, dua di antaranya ialah: pertama, sejalan dengan dibangunnya industri batubara Ombilin di Sawahlunto, maka dibutuhkan sebuah pelabuhan yang representatif yang mampu melayani kegiatan ekspor batubara.
Kedua, sehubungan alasan di atas, Bandar Muaro plus reede yang berada di Pulau Pisang dianggap tidak mampu menampung kapasitas jumlah batubara yang akan diekspor. Selain itu, bandar itu juga dianggap kurang mampu memfasilitasi kapal-kapal besar yang bersandar untuk kepentingan ekspor batubara tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, bandar Emmahaven memang berhasil menjadi sebuah prasarana transportasi laut terpenting di bagian barat Sumatera. Namun, era kejayaan pelabuhan yang memiliki nama lain Teluk Bayur itu juga tidak berlangsung begitu lama. Dikarenakan beberapa saat setelah Pelabuhan Emmahaven diresmikan, pemerintah Hindia Belanda juga membangun Pelabuhan Sabang dan Belawan.
Terlebih belakangan, Bandar Belawan juga tampil menjadi pelabuhan laut yang penting karena banyaknya komoditas perdagangan yang bisa dibongkar-muat di sana, sejalan tampilnya Medan sebagai kota niaga terkemuka. Ini sudah tentu menyebabkan kapal-kapal yang semula singgah di Emmahaven, lantas mengalihkan rutenya ke Belawan.
Situasi ini membuat semakin berkurangnya aktivitas perekonomian di Sumatera Barat secara umum dan khususnya Padang di akhir dekade 1920an juga membuat semakin sedikitnya kapal singgah di Emmahaven. Akhirnya, pukulan paling telak ialah depresi tahun 1930?an menjadi faktor pemicu utama mundurnya kegiatan pelabuhan Emmahaven dan juga pelabuhan Muaro. Sejak itulah, kedua bandar ini tidak pernah lagi mengalami masa kejayaannya seperti dahulu.
ADVERTISEMENT
Sumber: indonesia.go.id
.indonesia.go.id/ragam/budaya/ekonomi/bandar-bandar-tua-dan-kronik-sejarah