Abad Pertengahan Eropa

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
30 Januari 2017 19:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mendominasi hampir seluruh masyarakat Eropa termasuk pemerintahan. Oleh karenanya, sains yang telah berkembang sebelumnya pada zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai suatu ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini ilmu pengetahuan dan kesenian dimanfaatkan untuk kepentingan religi. Zaman pertengahan dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M hingga timbulnya Renaissance di Italia. Zaman Pertengahan (Middle Age) ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Orang Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan. Golongan yang dipercarya terhadap ilmu pengetahuan adalah mereka para teolog.
Para ilmuwan pada masa ini digantikan oleh para teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan dengan aktivitas keagamaan. Atau lebih tepatnya, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologiae, abdi agama. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu secara berarti. Periode ini dikenal pula dengan sebutan abad kegelapan.
ADVERTISEMENT
Abad Pertengahan merupakan pembalasan terhadap dominasi akal yang hampir seratus persen pada zaman Yunani sebelumnya, terutama pada zaman Sofis. Plotinus pemikir waktu itu mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami, melainkan untuk dirasakan. Tujuan filsafat (dan tujuan hidup secara umum) adalah bersatu dengan Tuhan. Sehigga, dalam hidup ini, rasa itulah satu-satunya yang dituntut oleh kitab suci, pedoman hidup semua manusia. Filsafat rasional dan sains tidak begitu penting; mempelajarinya merupakan usaha yang sia-sia, karena Simplicius, salah seorang pengikut Plotinus, telah menutup sama sekali
Sumber Gambar : studisyiah