Konten dari Pengguna

Akihito, Kaisar Pertama yang Turun Takhta dalam 200 Tahun Sejarah Kaisar Jepang

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
1 Mei 2020 15:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kaisar Akihito. Dok: Wikimedia
zoom-in-whitePerbesar
Kaisar Akihito. Dok: Wikimedia
ADVERTISEMENT
Akihito merupakan sosok kaisar Jepang yang telah menjabat sejak 1989 hingga 2019. Akan tetapi, ia merupakan sosok pertama yang turun takhta dalam 200 tahun sejarah kaisar Jepang yang pernah menjabat. Setelah adanya invasi Jepang ke Manchuria, pendahulu keterlibatan kekaisaran Jepang dalam Perang Dunia II, Akihito lahir. Kemudian, setelah Perang Dunia II, negara ini mengadopsi konstitusi gaya Barat baru, dan monarki menjadi murni simbolik (seperti di Inggris) sebagai bagian dari serangkaian reformasi. Akan tetapi, Ia baru menjadi kaisar pada 7 Januari 1989 setelah menggantikan ayahnya, Hirohito yang meninggal dan telah menjadi kaisar sejak tahun 1926. Secara resmi, ia baru dinobatkan pada 12 November 1990.
ADVERTISEMENT
Nama asli Akihito adalah Tsugu Akihito. Ia lahir pada 23 Desember 1933 di Tokyo, Jepang. Akihito merupakan anak ke-5 dan merupakan anak laki-laki tertua dari kaisar Hirohito dan Nagako. Selain itu, ia juga merupakan keturunan keluarga kekaisaran tertua di dunia. Menurut tradisi, dia adalah keturunan langsung ke-125 dari kaisar pertama legendaris Jepang, Jimmu.
Pernikahan Akihito. Dok: Wikimedia
Akihito menjadi tokoh yang sangat popular di Jepang, meskipun kekuatan politik tidak ia miliki. Akihito berbeda dengan ayahnya yang jarang muncul di depan umum, ia justru membuat keluarga kekaisarannya lebih dekat dengan orang-orang. Permaisuri Michiko, istrinya pernah melakukan kunjungan resmi bersamanya ke 18 negara dan ke 47 Prefektur Jepang.
Kaisar Akihito dan Keluarganya. Dok: Wikimedia
Pada tahun 2011, Akihito melakukan pidato di televisi untuk pertama kalinya. Pidato tersebut ia lontarkan setelah adanya kejadian gempa bumi dan tsunami yang merusak Honshu di daerah timur laut. Hampir 20.000 nyawa menjadi korban. Selain itu juga menyebabkan kecelakaan nuklir terburuk kedua dalam sejarah yang terjadi di pembangkit listrik Fukushima Daiichi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2016, ia kembali melakukan pidato keduanya di televisi. Isi dari pidatonya tersebut memberikan isyarat bahwa ia ingin turun takhta. Selanjutnya pada usia 82 tahun tersebut, ia mengatakan tentang kebugarannya yang sudah menurun. Hal tersebut membuatnya kesulitan untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala negara. Pidato tersebut dipandang sebagai bentuk permintaan kepada para anggota parlemen Jepang agar mengubah Hukum Rumah Tangga Kekaisaran 1947, yang menentukan garis suksesi kekaisaran. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya tentang proses turun takhta atau garis besar yang akan menggantikan Akihito sebagai kaisar dalam hal pengunduran dirinya. Selain itu, sejak 1817 juga tidak pernah ada kaisar yang turun takhta.
Dok: Wikimedia
Diet akhirnya memberlakukan undang-undang khusus yang memungkinkan untuk Akihito dapat turun takhta. Pada 1 Desember 2017, Akihito meresmikan niatnya, sehingga pada 30 April 2019 ia dapat turun takhta dan menyerahkan takhta tersebut kepada putra mahkota, Naruhito. Sejak saat itulah era kekaisaran bahu Jepang, Reiwa, secara resmi dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Laman History.com
Laman Encyclopædia Britannica