news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Antara Karawang Bekasi: Tragedi Berdarah Rawagede

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
22 Mei 2017 8:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tragedi berdarah tersebut terjadi di Karawang Bekasi, Jawa Barat tepatnya di desa Rawagede.
ADVERTISEMENT
Keserakahan Belanda untuk menguasai Indonesia meski proklamasi telah di dengungkan pada 17 Agustus 1945 membuat mereka kembali dengan melakukan Agresi Militer I.
Belanda melakukan Agresi Militer I dengan tujuan politik yaitu mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia, dan tujuan ekonomi yaitu merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor, termasuk juga daerah Karawang Bekasi, sedang dari sisi militer mereka hendak menghancurkan Tentara Nasional (TNI), daerah Karawang Bekasi yang merupakan lokasi markas gabungan laskar para pejuang.
Persetujuan Linggajati dan Agresi militer Belanda I yang pada 25 Maret 1947 Persetujuan Linggajati ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda di Jakarta. Belanda nampak jelas menggunakan taktik mengulur waktu, untuk memperkuat angkatan perangnya di Indonesia dengan terus mendatangkan tentara KL dari Belanda
ADVERTISEMENT
Persetujuan Linggajati ini hanya berumur kurang dari empat bulan karena dilanggar Belanda dengan melancarkan agresi militer yang dimulai tanggal 21 Juli 1947 dan menggunakan kode "Operatie Product".
Agresi Militer I oleh pihak Belanda mengakibatkan sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, yaitu di daerah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Timur, Palembang, dan beberapa daerah lainnya.
Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947 20 , tepat saat Agresi Belanda I yang telah dilancarkan mulai 21 Juli 1947, ketika itu pasukan Belanda berhasil membantai empat ratus tiga puluh satu jiwa penduduk desa Rawagede, yang berada antara Karawang-Bekasi, Jawa Barat. Saat pasukan Belanda menyerbu Bekasi, rakyat mengungsi kearah Karawang, dan disepanjang Karawang-Bekasi timbul pertempuran, yang mengakibatkan ratusan jiwa melayang dikalangan rakyat (penduduk) desa Rawagede.
ADVERTISEMENT
Tertanggal 4 Oktober 1948, pasukan Belanda melakukan sweeping lagi di Rawagede, dan ketika itu tiga puluh lima penduduk berhasil dibunuh. Pembantaian penduduk desa di Rawagede pada Desember 1947 adalah pembantaian terbesar setelah pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda di Sulawesi Selatan antara bulan Desember 1946 sampai Februari 194721.
Dalam agresi militernya di Indonesia antara tahun 1945 - 1950, tentara Belanda telah melakukan berbagai kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, termasuk perkosaan terhadap perempuan-perempuan Indonesia yang ditawan oleh tentara Belanda.
Semua kejahatan dan pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh tentara Belanda, setelah berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945, setelah Belanda bebas dari pendudukan Jerman dan ratusan ribu orang Belanda dibebaskan dari kamp-kamp interniran Jepang di Indonesia di mana mereka mendekam dari tahun 1942 - 1945. Tetapi kemudian tentara Belanda melakukan hal yang sama, yaitu berbagai kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan dalam upaya Belanda untuk menjajah kembali Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat itu Indonesia mengadukan agresi militer yang dilakukan Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut telah melanggar suatu perjanjian internasional, yaitu Persetujuan Linggajati. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.
Trgedii berdarah pembantaian Rawagede merupakan salah satu catatan kelam raingkaian persitiwa pembantaian yang dilakukan Belanda, bahkan saat negeri ini sudah menyuarakan kemerdekaannya.
Sumber : Ambar Wahyu Kartikasari. 2014. Nasionalisme Dalam Sajak Karya Chairil Anwar