Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Arsitektur Tradisional Masyarakat Lampung
23 Maret 2018 19:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Lampung tinggal di sebuah rumah tradisional berbentuk panggung dengan atap yang terbuat dari sirap atau alang-alang, mereka biasa menyebutnya Nuwo Ghacak. Bagi masyarakat Lampung, Nuwo atau rumah memiliki makna sebagai tempat tinggal, termpat berlindung, serta tempat mereka bekerja. Usia Nuwo Gachak yang masih berdiri hingga saat ini usianya mencapai 200 tahun.
ADVERTISEMENT
Kayu-kayu yang biasa digunakan untuk membuat rumah tradisional Lampung adalah jenis kayu Merbau, Nangi, Bungur. Namun keberadaan kayu-kayu hutan tersebut sudah sangat sulit ditemukan dalam jumlah yang besar. Kayu Merbau umumnya digunakan untuk papan-papan rumah, sedangkan kayu Bungur digunakan untuk membuat tiang rumah, dan kayu Nangi digunakan untuk membuat bagian atap rumah. Menurut masyarakat lampung kayu Jati atau Meranti lebih mudah rusak, dan hanya bertahan kurang dari 100 tahun. Berbeda dengan kayu jenis Merbau, Nangi, dan Bungur yang dapat bertahan hingga ratusan tahun. Terbukti dari rumah-rumah adat mereka yang berdiri walaupun usianya telah ratusan tahun.
Dahulu rumah-rumaha adat masyarakat Lampung dibangun oleh penduduk asli yang dibantu oleh masyarakat Meranjat dari Palembang. Satu buah rumah dibuat paling cepat selama dua tahun, dan paling lama lima tahun. Lamanya proses pembuatan rumah tergantung dari ketersediaan bahan-bahannya di hutan, berbeda dengan sekarang yang serba mudah. Orang yang boleh menebang kayu untuk keperluan pembangunan rumah hanyalah kepala keluarga saja, dan prosesnya pun harus memperhatikan hari yang baik menurut kepercayaan mereka. Jika harinya tidak baik, masyarakat percaya kayu tersebut tidak akan bertahan lama dan penuh dengan penyakit di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Cara menebang kayu hanya menggunakan golok, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menebang satu pohon besar. Kemudian setelah pohon tersebut tumbang, masyarakat akan membawanya dengan cara ditarik menggunakan tali menuju lokasi rumah yang akan dibangun. Hal tersebut tentu menghabiskan banyak waktu dan tenaga, ditambah pohon yang ditarik harus dalam keadaan utuh, tidak boleh dipotong menjadi kayu-kayu kecil.
Setiap desa di wilayah Lampung memiliki pawangnya masing-masing yang bertugas menentukan waktu, dan ritual lainnya ketika membangun rumah. Sebelum dilakukan pembangunan rumah biasanya akan diadakan kegiatan sedekahan, yaitu membuat bubur merah, putih, dan kuning, serta nasi ayam panggang. Warna kuning dipercaya sebagai warna kesenangan roh, sehingga disediakan bubur berwarna kuning. Sedekahan diadakan oleh keluarga yang akan membuat rumah. Mereka mengundang tetangga-tetangganya untuk memakan sedekahan tersebut bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Pembangunan rumah tidak boleh melibatkan siapapun, hanya boleh mengajak keluarga terdekat, ataupun tetangga terdekat saja. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat Lampung benar-benar harus mempersiapkan segalanya ketika akan membangun sebuah rumah, terutama persiapan fisik mereka.
Sumber: warisanbudaya.kemendikbud.go.id