Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Asal Usul Masyarakat Kampung Naga
22 Januari 2018 20:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salwu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana asal mula penamaan Kampung Naga tersebut, sehingga menimbulkan beberapa spekulasi mengenai arti dari “Naga” yang dipakai untuk penamaan kampung tersebut. Ada yang menyebutkan bahwa nama tersebut diambil dari kata “na gawir” yang merujuk pada lokasi kampung yang berada di dekat tebing. Ada pula yang mengatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kampung Naga seperti naga yang bersembunyi di lembah yang sunyi.
ADVERTISEMENT
Menurut sesepuh adat setempat, penamaan “naga” dijelaskan dalam sebuah lempengan kuningan yang dinamakan “Piagam Naga”. Akan tetapi lempengan tersebut musnah bersamaan dengan naskah daun lontar, pusaka, dan benda-benda bukti sejarah lainnya yang disimpan di “Bumi Ageung”, sebuah tempat yang disakralkan oleh masyarakat, ketika terjadi pemberontakan DI/TII tahun 1956.
Akibat dari peristiwa tersebut, masyarakat Kampung Naga merasa kehilangan jejak masa lalu dari keberadaan mereka.
Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Kerajaan Galunggung, bernama Sembah Dalem Eyang atau Eyang Singaparna yang merupakan anak dari Prabu Rajadipuntang (Raja Galunggung ke-7).
Menurut sebuah cerita lisan, pada abad ke-16 terjadi permasalahan kekuasaan di Kerajaan Galunggung. Ketika pergolakan penurunan tahta tersebut, Prabu Rajadipuntang berhasil meloloskan diri dengan membawa sejumlah pusaka kerajaan. Raja kemudian menemukan sebuah muara yang terletak di antara Sungai Cikole dan Sungai Cihanjatan. Prabu Rajadipuntang kemudian membagikan pusaka kerajaan ke masing-masing putranya. Eyang Singaparna mendapatkan warisan ilmu kabodoan (kebodohan). Dengan ilmunya tersebut, Eyang Singaparna mendapatkan ketenangan hidup agar bisa bersembunyi di sebuah tempat yang terang. Dalam perjalannya mencari kesahajaan hidup tersebut, Singaparna sampai di tempat yang dianggap aman dan tenang, sebuah lembah di pinggi Sungai Ciwulan. Sebuah lembah yang subur dan indah dengan dikelilingi perbukitan itulah yang kemudian menjadi Kampung Naga.
ADVERTISEMENT
Sumber : Eha Solihat, dkk. 2014. Upacara Adat di Jawa Barat. Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.