Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Bambu Gila, Ritual Mistis Masyarakat Maluku
27 Maret 2018 10:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bambu Gila adalah sebuah kesenian atraksi tradisional masyarakat Kepulauan Maluku. Kesenian yang dikenal juga dengan nama Buluh Gila dan Bara Suwen ini terdapat di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Di Provinsi Maluku, atraksi rakyat bernuansa mistis itu dapat ditemui di Kabupaten Maluku Tengah, tepatnya di Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara, kesenian ini dapat dijumpai di beberapa daerah di Kota Ternate dan sekitarnya.
Kesenian yang kental dengan unsur mistis ini dipercaya telah ada di Maluku sebelum agama Nasrani dan agama Islam masuk ke wilayah tersebut. Kisahnya berasal dari hutan bambu yang terletak di kaki Gunung Berapi Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Walaupun tidak ditemukan sumber sejarah yang jelas mengenai keberadaan kesenian tersebut, namun kisahnya sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Kepulauan Maluku.
Sebelum pertunjukkan dimulai, terlebih dahulu disiapkan sebuah bambu suanggi yang memiliki panjang sekitar 2,5 meter dengan lebar sekitar 8 sentimeter. Bambu kemudian dipotong menjadi tujuh ruas, dan tiap-tiap bagian akan dipegang oleh seorang pemain. Potongan bambu tersebut kemudian diletakkan di dada masing-masing pemain. Peralatan lain yang dibutuhkan untuk kesenian ini adalah kemenyan dan jahe.
ADVERTISEMENT
Permainan Bambu Gila terdiri dari tujuh orang pemuda atau laki-laki dewasa, yang didampingi oleh seorang pawang. Tidak ada syarat khusus untuk pemain yang bisa berpartisipasi, hanya harus dalam keadaan sehat. Selama pertunjukkan para pemain tidak boleh menggunakan perhiasan atau barang-barang yang terbuat dar logam.
Setelah semua keperluan pemain telah selesai disiapkan, kemenyan kemudian dibakar di atas tempurung kelapa sambil membaca mantera-mantera oleh sang pawang. Asap dari kemenyan tersebut digunakan untuk melumuri ruas bambu setiap pemain. Sedangkan jika menggunakan media jahe, maka jahe diiris sebanyak tujuh irisan. Kemudian jahe tersebut dimakan oleh sang pawang sambil membacakan mantera, lalu disemburkan ke setiap ruas bambu.
Kemenyan dan jahe memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memanggil roh-roh leluruh mereka agar diberikan kekuatan magis pada bambu yang akan dipakai untuk ritual. Bahasa yang digunakan oleh pawang ketika membaca mantera adalah baasa Tanah, salah satu bahasa tradisional yang ada di Maluku.
ADVERTISEMENT
Setelah semua ritual siap, para pemain dan pawang akan memasuki area pertunjukkan. Atraksi diawali dengan memanjatkan doa agar pertunjukkan berjalan dengan lancar dan para pemain diberi keselamatan. Setelah membaca kembali mantera, sang pawang akan meneriakkan “gila, gila, gila”, sebagai tanda dimulainya permainan tersebut.
Tubuh para pemain akan terombang-ambing ke sana ke mari, dan bahkan ada yang sampai terjatuh akibat mengendalikan gerak liar dari bambu yang mereka pegang. Permainan akan berakhir dengan jatuh pingsannya para pemain di area pertunjukan. Meski pertunjukkan telah selesai, kekuatan gaib Bambu Gila tidak akan hilang sebelum diberi makan api yang terbuat dari kertas yang dibakar.
Sumber: warisanbudaya.kemendikbud.go.id