Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bandung Punya Cerita
25 Februari 2017 17:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Semalam suntuk rasanya tak cukup bilamana ingin menceritakan 1001 kisah Kota Bandung. Menjajaki dan menyusuri Kota Bandung dalam agenda perjalanan pun masih dapat dikatakan kurang untuk kenal, dekat, hingga jatuh cinta terhadap Kota Bandung. Kali ini, biarkan Bandung sedikit menceritakan kisahnya kepada kita.
ADVERTISEMENT
Menyusuri Bandung akan dipastikan mata kita terpikat terhadap keunikan sekitar. Dimulai dari bangunan peninggalan masa Kolonialisme Belanda. Tidak sedikit bangunan tua khas Bandung yang merupakan peninggalan Kolonialisme Belanda dialihfungsikan menjadi cagar budaya hingga kantor. PT Perusahaan Listrik Negara Distribusi Jawa Barat dan Banten (PLNDJBB) di Jalan Asia Afrika No 63 Bandung salah satunya. Gedung yang berjuluk Gemeenschapplijk Electriciteit Bedrijfen Omstreken Voor Bandoeng (GEBEO) dengan gaya Art Deco rancangan Wolf Schoemaker rupanya saksi bisu dari sasaran pembakaran, menyusul Gedung Indische Raestaurant kini Gedung BRI.
Yang kedua, Hotel Grand Preanger. Hotel rancangan Wolf Schoemaker yang kini menjadi salah satu ikon Bandung ternyata pernah menjadi tempat berkumpulnya tentara Jepang saat menyerang Tentara Keamanan Rakyat. Kini, Hotel Preanger dijadikan cagar budaya oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung.
ADVERTISEMENT
Ketiga - Gedung Sate. Kala masa Kolonialisme Belanda, Gedung Sate pernah digunakan sebagai markas Divisi India ke-23 dengan berkekuatan 2400 tentara yang tersebar di Jawa Barat. Gedung Sate juga dijadikan tempat negosiasi akhir antara Sekutu dengan Indonesia mengenai batas ultimatum kedua masa itu
Keempat - Lapangan Udara Andir kini Lapangan Udara Husein Sastranegara. Lapangan Udara Andir dulunya tempat keberangkatan Kolonel Nasution dan pejuang lain saat ke Jakarta. Pada masa itu, landasan pesawat hanya berkisar 1300 meter dan kini mencapai 2300 meter yang mampu melayanani 30 jadwal penerbangan komersil setiap harinya. Pembangunan tersebut digencarkan oleh PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kini bernama PT Dirgantara Indonesia (DI) sejak 1976.
ilustrasi : deviantart.net
ADVERTISEMENT